xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Private and Public victory


PENDAHULUAN
Menjadi manusia yang sempurna adalah keinginan dan kehendak dari setiap individu. Akan tetapi seringkali dalam menjalani proses untuk menjadi manusia sempurna tersebut, orang lain yang berada disekitar diri individu sering dijadikan cermin untuk melihat kesempurnaan tersebut. Saya akan menjalani hidup yang sempurna, apabila memiliki motor seperti si Rudi. Hidup ini akan menjadi sempurna apabila saya dapat berkeliling dunia dan memiliki banyak harta. Kesempurnaan diriku akan terjadi apabila saya dapat menempuh study hingga menjadi seorang doktor. Saya akan merasakan kesempurnaan apabila telah memiliki seorang istri yang cantik. Saya akan merasa memiliki diri sejati dan dapat secara maksimal menjalaninya apabila pada masa muda saya bisa hura-hura, tua kaya raya dan mati masuk surga. Walaupun hal tersebut merupakan kemungkinan yang sangat sulit untuk dicapai, namun itulah makna kesempurnaan diri berdasarkan pandangan banyak orang dalam menjalani hidup. Kesempurnaan diri dilihat dari materi dan pengalaman capaian kesuksesan orang lain disekililing kita. Apakah ketika mencapai kesemuannya itu, anda telah menjadi makluk yang sempurna atau manusia yang sejati? 
   Menurut Socarates, manusia memiliki “diri yang nyata” (The real self), yang harus ditemukan dan dikenali dalam dirinya sendiri. Dengan mengenal diri sejati diri sendiri, maka manusia akan mengetahui bagaimana seharusnya ia bersikap dan bertindak. Menurut Socrates, walaupun banyak pengetahuan yang dapat dipelajari dengan berbagai cara, namun inti dari kesemua pengetahuan tersebut adalah esensi yang harus dicapai dengan pengenalan diri. Dengan mengenal diri, maka anda, saya dan kita semua dapat merasakan yang namanya kemenangan diri sejati. 
   Kemenangan diri dalam buku The Seven Habits of Highly Effective People yang dituliskan oleh Stephen R. Covey, meliputi tiga prinsip yakni : 1) Proaktif, 2) Memulai dengan apa yang terakhir dalam pikir anda, dan 3) Menempatkan sesuatu yang utama dalam posisi pertama. Dengan focus pada ketiga prinsip ini, maka anda akan menjalani diri anda secara lebih berdaulat. Namun sebelum anda menjalani tiga prinsip tersebut, maka anda sudah harus mampu mengenal diri sejati anda, sehingga anda dapat bertindak dalam kesejatian diri anda. Proaktif menekankan pada sikap diri yang memiliki integritas dan kebebasan dalam mewujudkan identitas diri. Dengan bertindak proaktif, maka anda telah menjadi individu yang merdeka dan berdaulat, tanpa diinterfensi oleh factor-faktor yang berada diluar diri anda. Berikutnya, anda memulai dengan berpikir ingin menjadi seperti apa pada saat anda meninggal dunia nantinya. Dengan menerapkan prinsip ini, maka anda diarahkan untuk membuat visi dan misi. Totalitas diri anda ditafsirkan kedalam visi dan misi yang akan anda capai nantinya. Diharapkan dengan memiliki pandangan yang jelas kedepan, maka anda akan bertindak sesuai dengan “rel” dalam diri anda, dan bukannya menjalani “rel” yang menjadi milik orang lain. Selanjutnya, prinsip berikutnya adalah menempatkan hal yang utama pada posisi pertama dalam aktivitas keseharian anda. Anda diajak untuk mampu menentukan prioritas dari setiap tindakan dan perencanaan aktivitas keseharian anda. Dengan menjalani ketiga prinsip tersebut maka anda telah menjalani kesejatian diri anda. 
   Setelah tahap mengenal dan memenangkan diri, maka selanjutnya adalah tahap menggunakan kemenangan tersebut untuk memenangkan orang lain. Tahap ini dinamakan tahap public victory. Public victory terdiri dari tiga prinsip dalam diri, yakni: 1) Berpikir menang-menang, 2) Sinergi, dan 3) Komunikasi yang efektif. Dengan ketiga prinsip ini, maka seseorang akan menjadi pemimpin yang siap untuk memimpin. Prinsip berpikir menang-menang menempatkan setiap orang dalam organisasi maupun bersosialisasi, untuk selalu juga memikirkan kepentingan orang lain. Kemenangan sejati adalah pada saat kita menang bersama-sama dan tidak ada yang kalah. Hal ini dimungkinkan apabila adanya sinergisme. Dengan demikian prinsip sinergisme merupakan roh dalam kerja sama tim maupun kinerja organisasi. Kompetisi akan menyisakan dendam dan kejatuhan, sedangkan sinergisme akan mendatangkan kondisi harmoni dalam mencapai tujuan bersama. Dan prinsip terakhir adalah komunikasi yang efektif. Banyak orang bingung dalam menerapkan cara komunikasi yang tepat. Para pemimpin sering beranggapan, bahwa mereka sudah melakukan komunikasi secara baik, namun kenapa masih ada kegagalan? Hal ini disebabkan kurang efektifnya komunikasi yang digunakan. Kebanyakan orang lebih senang berbicara dari pada mendengarkan, dan hal inilah yang menyebabkan banyak terjadinya miss communication dalam dialog atau memberikan perintah. Covey menganjurkan untuk memulai sebuah komunikasi dengan berusaha memahami terlebih dahulu, barulah berupaya memberikan pemahaman kepada orang lain. 
   Transormasi diri dimulai dari dalam diri dan memberikan pengaruh pada orang sekitarnya. Dengan kemampuan mentransformasi diri, menyebabkan terjadinya perilaku bawaan untuk mentransformasi orang lain. Pemimpin yang besar tidak mencari karakter kepemimpinan diluar dirinya, namun melihat kekuatan luar besar dalam dirinya. Tuhan menciptakan manusia sebagai makluk sempurna, untuk itu kembangkanlah potensi luar biassa dalam diri anda.

MENJADI PROAKTIF 
Sikap proaktif merupakan kebalikan dari sikap reaktif. Mungkin selama ini anda dan saya terlalu sering bersikap reaktif. Sikap yang membuat hidup kita biasa-biasa saja, hidup yang membuat kita seakan-akan mengalir mengikuti aliran lingkungan disekitar kita, dan menjaukan diri dari kesejatian. Cara pandang kita hanya sebatas pada takdir dan nasib. Sikap menyerah pada keadaan dan bersikap apatis, adalah ciri dari sikap reaktif. Kita lebih banyak memberikan tanggung jawab hidup kita kepada lingkungan diluar diri dan bahkan orang lain yang berada disekeliling kita. Sikap seperti ini, akan menghilangkan peran dari keempat kompetensi yang kita miliki. 
   Apabila ada sebuah tindakan dari luar diri kita, maka kita langsung merespon, tanpa berpikir akibat dari respon tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap reaktif. Sikap yang hadir secara langsung, karena adanya respon dari luar. Sikap reaktif, kadangkala menempatkan kita dalam respon yang salah dan tidak mempertimbangkan citra diri kita sebagai manusia sejati. Untuk itu dibutuhkan sebuah sikap yang proaktif, yang hadir dari kesadaran citra diri. 
   Proaktif merupakan sikap aktif yang diberikan kompetensi tanggung jawab. Jadi seseorang bukan hanya aktif memanfaatkan segala kemampuan yang dimilikinya, akan tetapi memanfaatkan kemampuan tersebut sebagai akibat dari adanya tanggung jawab yang harus dipenuhi. Dengan demikian orang yang proaktif, bukan hanya selalu memiliki inisiatif, namun juga tanggung jawab. Karena tanggung jawab tersebut, maka dalam merespon segala sesuatu, seseorang harus menggunakan empat anugerah yang diberikan Tuhan, yakni : Kesadaran diri, Hati nurani, Daya imajinasi dan Kehendakn bebas. 
   Keempat anugerah tersebut harus digunakan oleh tiap orang sebelum memberikan respon terhadap sebuah stimulus yang datang dari luar. Dengan menggunakan keempat anguerah tersebut, kita bersikap proaktif terhadap segala stimulus. Kita tidak langsung bertindak reaktif, akan tetapi menggunakan empat anugerah untuk merespon stimulus tersebut. orang yang bertidak proaktif akan tampak lebih tegas, memiliki integritas, dan lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai masalah. 
Dalam bertindak proaktif, kita juga perlu memperhatikan “wilayah kekuasaan saya” dan “wilayah diluar kekuasaan saya”. “wilayah kekuasaan saya” adalah bentuk respon yang dapat saya berikan kepada stimulus yang datang. Sedangkan “wilayah diluar kekuasaan saya” adalah kondisi yang memang sudah ada, seperti warna kulit, orang tua, pendidikan, jabatan dan lainnya. Dengan memahami hal ini, ada akan akan mengetahui apa yang dapat anda kendalikan dan apa yang tidak dapat anda kendalikan. Yang penting adalah bukan yang terjadi terhadap anda, akan tetapi apa yang terjadi dalam diri anda. Anda mungkin tidak dapat mengendalikan keadaan, cara anda dibesarkan, keterbatasan-keterbatasan anda, dan orang lain, akan tetapi anda dapat mengendalikan diri anda terhadap tindakan yang datang terhadap anda. Respon kitalah merupakan cerminan dari citra diri kita. 

MEMULAI DARI YANG AKHIR DALAM PIKIRAN ANDA
Berikutnya kita akan memahami bagaimana kita menjalani kehidupan kita yang maha luas dan seba tidak menentu ini. Kita sering melakukan aktivitas sehari-hari lepas dari visi hidup kita, lepas dari refleksi “untuk apa kita hadir dalam dunia ini”. Aktivitas yang kita lakukan hanyalah sebuah rutinitas dalam pemenuhan akan hidup sehari-hari dalam lingkaran kehidupan bermasyarakat. Kita seperti sebuah titik didalam lingkaran besar, yang tidak memberikan peran apa-apa. Titik tersebut berwarna hitam, sama dengan titik lainnya. Lalu apa perbedaannya? Kita tidak mengetahui perbedaannya, karena kita telah masuk dan berbaur dengan titik-titik lainnya. Dalam bagian ini akan dibahas, bagaimana kita menjalankan kehidupan dengan sekaligus menjalankan peran kita didalam dunia inKita perlu maju hingga bagian akhir untuk mengetahui apa visi kita. Untuk apa saya hadir kedunia ini? Apa peran saya? Jawaban-jawaban tersebut dapat kita terima diakhir kehidupan kita. Coba anda bayangkan, apakah anda ingin meninggalkan dunia ini dengan menjadi orang biasa, ataukah anda ingin meninggalkan dunia ini dengan menjadi orang yang luar biasa. Orang yang akan tetap dikenang dan pengalaman hidupnya akan terus diceritakan sebagai bagian dari inspirasi bagi kehidupan orang lain. Pada bagian ini, dalam bukunya Stephen R. Covey menggambarkan dengan baik, agar anda mampu menulis pidato pemakaman anda sendiri. Orang seperti apa saya? Apa yag telah saya lakukan? Dan apa kontribusi saya bagi orang lain? Dengan menuliskan pidato pemakaman tersebut, anda akan diajak menvisualisasikan diri anda untuk memahami visi pribadi anda. 
   Dengan memahami visi hidup anda, maka anda mampu menempatkan arah hidup anda secara benar. Visi merupakan gambaran mental, apa yang ingin anda ciptakan secara fisik. Membuat gambar mental ini haruslah secara benar dan tepat. Karena gambaran mental dalam bentuk visi tersebut merupakan blue print, yang nantinya menjadi pegangan anda dalam menjalani atau me-manage aktivitas anda sehari-hari untuk mewujudkan blue print tersebut. Cara paling efektif dalam melihat tujuan akhir kita adalah dengan merumuskan visi dan misi diri kita. Visi merupakan sesuatu yang ingin kita wujudkan dimasa datang. Visi menghubungkan kekinian dan keakanan, untuk itu visi mengarahkan kita kedepan. Sedangkan misi adalah pilihan tentang cara yang dipergunakan untuk mewujudkan visi tersebut. karena itu misi berkaitan dengan apa yang harus dikerjakan secara konsisten dan berkelanjutan guna mewujudkan visi. Visi merupakan bentuk dari ciri kepemimpinan dalam menempatkan arah yang tepat dan benar, sedangkan misi adalah manajemen untuk melaksanakan sesuatu secara benar sehingga mengarah pada visi. 
   Untuk merumuskan pernyataan visi dan misi pribadi, maka kita memulainya dari pusat lingkaran pengaruh kita. Stephen R. Covey menyebutnya sebagai “lensa yang kita gunakan untuk melihat dunia” hal-hal tersebut merupakan apapun yang ada dipusat kehidupan kita, yang menjadi sumber rasa aman, sumber pedoman, sumber kebijaksanaan dan sumber daya kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sumber rasa aman, yakni menggambarkan perasaan diri berguna, diterima dan dihargai. Sumber pedoman adalah sumber arah didalam menjalani kehidupan yang mengatur apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Sumber kebijaksanaan adalah cara pandang hidup yang memberikan keseimbangan dan pengertian tentang bagaimana berbagai bagian dan prinsip dalam hidup kita berlaku dan saling brhubungan satu sama lain. Sumber daya adalah kekuatan dan potensi untuk mencapai sesuatu, dan sebagai energi vital untuk membuat pilihan dan keputusan. 
   Setelah menetapkan visi dan misi, maka berikutnya adalah melaksanakan peran dalam kehidupannya. Kita harus fokus pada peran yang mengarah pada pencapaian visi dan misi. Tidak semua peran harus dimainkan dalam kehidupan. Sesuai dengan visi dan misi, maka sebaiknya peran utama tidak lebih dari tujuh peran yang berfokus pada hal-hal berikut : 
  1. Kehidupan keluarga. Peran sebagai anggota keluarga, atau kepala keluarga 
  2. Pekerjaan dan karir. Peran sebagai mahasiswa, karyawan atau sebagai professional 
  3. Kehidupan rohani. Peran sebagai orang yang bertumbuh secara rohani, sehingga sehat secara spiritual 
  4. Peran perkembangan intelektual. Peran sebagai orang yang harus tetap belajar seumur hidup, sehingga sehat secara intelektual 
  5. Peran fisik. Peran sebagai orang yang harus sehat secara fisik 
  6. Peran kehidupan bermasyarakat. Peran sebagai anggota masyarakat, bergereja dan berbangsa sehingga sehat secara sosial/ emosional 
  7. Pengembangan minat. Peran sebagai seseorang dengan bakat dan talenta khusus 
Dengan menjalankan ketujuh peran tersebut, maka akan tercipta keseimbangan dana memberikan perhatian pada masing-masing peran. 

SENI MENENTUKAN PRIORITAS
Bagian ini menitik beratkan pada pengaturan aktivitas, serta menentukan aktivitas mana yang merupakan prioritas. Diharapkan dengan menerapkan aktivitas secara efesien, maka anda akan selalu menfokuskan diri pada hasil yang dicapai. Pengaturan aktivitas berkaitan dengan manajemen waktu, sangat dipengaruhi oleh prinsip Pareto. Vilfredo Pareto menemukan bahwa 80% dari waktu yang digunakan manusia, hanya memberikan hasil 20%. Sebaliknya, orang yang mengatur waktunya dengan baik dan sistematis, hanya menggunakan waktu 20% dan memperoleh hasil 80%. Untuk itu ada baiknya, kita mengikuti tipe yang kedua, menggunakan 20% waktu untuk memperoleh hasil 80%. Akan tetapi jangan sampai hal tersebut, membuat kita mengabaikan proses yang berujung pada hasil yang kurang baik. Dalam pengaturan waktu yang efesien, tetap berpatokan pada efektifitas hasil. Seorang pemimpin yang efektif adalah yang selalu mau mendahulukan hal-hal yang utama, serta mampu memutuskan apa-apa saja yang harus diprioritaskan. Sebagai pemimpin harus mampu menentukan skala prioritas. 
   Dengan menentukan skala prioritas dan menerapkannya, maka kita akan lebih sukses dalam mengembangkan diri kita masing-masing. Tidak harus semua tugas dilakukan dalam menjalani peran kita, akan tetapi dengan pendelegasian tugas, kita akan terbantukan dalam mencapai tujuan, serta orang lain mengalami pengembangan diri.

BERPIKIR MENANG-MENANG
Untuk lebih memahamai kebiasaan berpikir menang-menang yang diajuhkan oleh Covey, maka kita juga perlu mengenal paradigma lainnya, yang sering digunakan tiap individu dalam melakukan interaksi. Paradigma ini terbangun berdasarkan pengalaman, tujuan, kenyamanan, tingkat kepuasan dan asumsi terhadap orang lain yang berada disekitarnya. Dengan paradigma yang tepat akan terbangun pola interaksi yang tepat, bagi pencapaian tujuan tertentu. Paradigma menjadi dasar bagi tiap individu untuk bertindak dan menjadikan tindakannya menjadi sebuah kebiasaan dalam keseharinnya.
   Berdasarkan grafik yang mengukur tingkatan toleransi dan keberanian individu dalam membuka ruang interaksi dalam lingkungan sosial, terdapat empat paradima yang terbentuk dalam membangun interaksi, yakni bentuk Menang-Kalah, bentuk Kalah-Menang, bentuk Kalah-Kalah, dan bentuk Menang-Menang. Apabila semakin tinggi keberanian dan toleransi seseorang, maka akan terbuka juga ruang interaksi Menang-Menang yang tecipta, dengan mengedepankan sikap saling membangun. Sedangkan, bila semakin rendah tingkatan toleransi dan keberanian individu, maka akan menciptakan paradigma yang bertahan, dan bahkan memutuskan untuk menciptakan kegagalan bersama-sama dengan orang lain.
   Menang-Menang merupakan paradigma yang tepat dalam berbagai kondisi. Dengan berpikir Menang-Menang, maka ada kesadaran akan keberadaan lingkungan sekitar, dan kesadaran akan potensi diri dalam lingkungan tersebut. Dengan mendasarkan tindakan pada berpikir Menang-Menang, maka individu berinteraksi untuk memenangkan diri dan memenangkan lingkungan disekitarnya. Tidak ada yang kalah dan merasa dikorbankan. Yang ada adalah kebersamaan dan kerjasama dalam mewujudkan kemenangan bersama. 
Dua hal yang perlu dihindarkan dalam berpikir Menang-Menang adalah :
  1. Kecenderungan untuk bersaing. Hindarkan diri dari perasaan untuk bersaing. Kompetisi dapat mengakibatkan kemenangan dipihak lain dan kekalahan pun terjadi dipihak lainnya. Untuk itu hindarkanlah cara berpikir untuk selalu mengalahkan dan mendahului orang lain.
  2. Kecenderungan saling membanding-bandingkan. Membanding-bandingkan dapat menciptakan rasa minder dan dendam. Minder karena merasa berkekurangan dan dendam karena kegagalan yang dicapai. Setiap orang harus memahami bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang unik, dan memiliki potensi yang berbeda-beda. Untuk itu janganlah saling membandingkan dalam keperbedaan yang ada. 

SINERGI
Semangat dan atau roh dari kerjasama tim adalah makna dari sinergi, dimana bila dua orang atau lebih bekerjasama dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan lebih banyak dari pada hasil pekerjaan sendiri-sendiri digabung atau dijumlahkan. Dimasa depan, ketika keunggulan kompetitif suatu usaha akan lebih banyak ditentukan oleh kemampuan berpikir dari karyawannya, makna sinergi intelektual akan semakin penting. Perusahaan akan cenderung mencari lebih banyak orang-orang jenius dengan tingkat IQ tertentu. Memang baik kalau suatu tim bisa terdiri dari orang-orang dengan tingkat IQ yang tinggi, tetapi hal tersebut tidak selalu akan berdampak positif malahan bisa sebaliknya. Untuk itu kita perlu memahami hal-hal yang dapat mendorong terjadinya sinergi.
   Untuk dapat bekerjasama secara sinergik dalam suatu tim, maka pertama sekali kita harus menyadari bahwa diri kita unik. Keunikan ini bukan dibuat-buat oleh manusia tetapi oleh Tuhan, Sang Pencipta yang agung. Keunikan diri kita adalah karya Tuhan yang harus dihargai. Dengan menyadari dan menghargai keunikan kita sebagai sesuatu “anugerah” Tuhan, maka kita juga diharapkan dapat menerima “keunikan” orang lain sebagai “anugerah” Tuhan. Dengan menyadari dan menghargai keunikan tersebut maka kita menyadari akan makna dan manfaat perbedaan sehingga perbedaan-perbedaan yang ada adalah sesuatu yang memperkaya.
   Perbedaan sering dianggap sebagai penyebab masalah dalam bekerjasama, karena itu orang kurang menerima dan menghargainya. Tetapi dengan menyadari keunikan setiap diri manusia, maka perbedaan adalah sesuatu yang alami, karena itu tidak perlu ditolak. Menolak sesuatu yang alami adalah kekeliruan. Sebaiknya yang alami itu dipelajari dan dimanfaatkan. Perbedaan wujud, nalar dan sebagainya akan selalu hadir dalam kelompok. Perbedaan tersebut akan dapat dimanfaatkan bila dihargai dan dihormati oleh anggota-anggota kelompok.
   Sinergi pertama-tama terjadi dalam hati dan pemikiran. Pada waktu pikiran kita saling merangsang satu sama lain, dimana gagasan yang satu mengundang munculnya gagasan lain. Saya mengatakan sesuatu yang merangsang pikiran Anda; lalu Anda berespon dengan sebuah gagasan yang kembali merangsang pikiran saya. Lalu saya berbagi gagasan baru dengan Anda, dan proses serupa berulang kembali, bahkan terus meningkat, Sinergi dapat menjadi proses yang menggairahkan dari kreatifitas dimana gagasan-gagasan mengalir hampir secara otomatis, dan kita merasakan meningkatnya kesadaran seolah-olah diatas normal. Tingkat kesadaran ini adalah hasil kerjasama dua pikiran yang sangat sulit dicapai dengan berpikir sendirian.
   Orang yang berbeda pendapat yang terlibat dalam argumentasi, sulit untuk menyelesaikan masalahnya karena masing-masing berusaha membuktikan kebenarannya dan mencari-cara kelemahan pihak lawan. Seandainya mereka menyadari akan sifat alami keunikan dan mau menghargai perbedaan maka mereka bisa bersikap lunak dan sepakat untuk mencari jalan pemecahan yang sama-sama memuaskan. Mereka dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Mereka bisa saling merangsang untuk memperoleh gagasan lebih banyak lagi sehingga saling memberdayakan satu dengan yang lain. Sebaliknya kalau mereka tetap bersikeras maka mereka hanya saling membuat orang lain dan diri sendiri semakin tidak berdaya. Sinergi terjadi pada saat mereka saling memberikan tanggapan, saling menghargai, saling menghormati dalam kurun waktu yang agak panjang. Sebaliknya orang yang berargumentasi menghasilkan dis-energi. Saling menguras energi lawan dan juga diri sendiri.

MEMAHAMI UNTUK DIPAHAMI
Banyak pemimpin berusaha melatih diri untuk memiliki karakter yang baik, dan atau kepribadian yang tepat. Mereka tidak menyadari bahwa kepemimpinan dapat dilatih dengan hanya mendengarkan. Karakter kepemimpinan, seperti memiliki integritas, jujur, kerendahan hati, penguasaan diri, memperjuangkan kebenaran dan lainnya dapat dikembangkan lewat aktivitas mendengarkan. 
   Dengan mendengarkan, pemimpin merubah diri mereka yang minder, takut berbuat salah, takut tidak menjalankan amanah, takut tidak dapat berhasil dalam memimpin dan hal lainnya, yang dapat mengarah pada hilangnya kepercayaan diri dalam memimpin. Mendengarkan akanmemberikan kepercayaan diri, solusi dan arah yang jelas dalam memimpin. Coba anda bayangkan seorang pemimpin yang tidak mau mendengarkan orang lain, pada saat ia berpidato. Pastilah, yang dibicarakannya pada saat pidato adalah hal-hal yang tidak tepat sasaran dan tidak berguna bagi pengembangan komunitas. Dan menurut Plato sang filsuf besar, untuk mengukur ketinggian dan kerendahan hati seseorang, lihatlah dari seberapa banyak seseorang berbicara hal-hal yang tidak berguna dan selalu mendominasi orang lain. Orang yang selalu mendengarkan, dalam berkomunikasi, selalu membahas hal-hal yang bermanfaat dan tepat sasaran bagi orang lain. Dan orang seperti itulah yang memiliki kerendahan hati. Dengan memiliki kerendahan hati seseorang siap untuk menjadi pemimpin yang dimiliki banyak orang. Dan apabila banyak orang mau mengikutinya, maka perubahan akan tercipta. Untuk itu dengan mendengarkan seseorang siap untuk mengubah dirinya dan mengubah orang lain. 
   Mendengarkan dengan efektif, yakni mendengarkan dengan aktif dan empatik. Mendengarkan dengan aktif yakni menyerahkan seluruh waktu dan aktivitas untuk mendengarkan, serta memaksimalkan potensi fisik untuk menerima dan memberikan respon. Waktu dan aktivitas seringkali dapat menghalangi seseorang untuk mendengarkan. Banyaknya agenda kegiatan dan sibuknya aktivitas membuat proses mendengarkan akan semakin pendek. Orang yang dapat mengesampingkan waktu dan aktivitas dalam mendengarkan orang lain, maka ia telah secara aktif memberikan dirinya untuk mendengarkan. Saat proses mendengarkan, ia juga menggunakan telinga dan seluruh anggota tubuhnya agar mampu berkomunikasi secara baik, dalam menggali makna dibalik kata-kata yang didengarnya. 
   Setelah kita mendengarkan secara empatik, dan membuat kita paham serta mengerti. Maka sebagai pemimpin, hal tersebut belumlah cukup. Pemimpin harus mampu memiliki kemampuan mengkomunikasikan ide dan visinya untuk dimengerti orang lain. Menyampaikan ide dan visinya juga membutuhkan totalitas dan integritas diri. Kita harus melibatkan seluruh karakter diri kita dalam mengkomunikasikan pesan ingin kita sampaikan. 
   Dalam menyampaikan ide, perlu juga diketahui kontribusi indera dalam menangkap ide tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Muzert mengidentifikasikan bahwa masing-masing indera memberikan kontribusi yang beragam terhadap hasil pembelajaran dan pengertian. Perasa memberikan kontribusi 1%, peraba 1,5%, pencium 2,5%, pendengar 11% dan penglihatan 84%. Kontribusi indera penglihatan lebih besar. Untuk itu karakter pembicara dan cara menyampaikan ide haruslah efektif, sehingga mampu mempengaruhi penerima pesan secara optimal. Apabila si penyampai ide, mampu mengkombinasikan antara bahasa verbal (lewat kata-kata) yang tepat dan bahasa tubuh yang efektif, maka efek daya tangkap pendengar akan mencapai 94%. Dan ini akan menjadi sebuah bentuk komunikasi yang efektif. Dengan menyampaikan ide secara efektif, maka pesan yang kita berikan telah dipahami oleh penerima pesan. Dan pada saat pesan tersebut telah dipahami, maka kekuatan pengaruh dari sang pemimpin akan lebih besar terhadap sang penerima pesan. 

PENUTUP
Mengenal diri sejati adalah bentuk dari pengetahuan tertinggi, dan menjalani diri sejati adalah bentuk dari mempertahankan kemerdekaan diri sejati. Kemenangan sejati akan mengarahkan setiap individu pada sebuah kekhasan diri, dan makin memperkaya dinamika dalam berinteraksi. Proaktif, membuat visi dan menjalaninya, serta bertindak sesuai prioritas merupakan upaya untuk menjaga kedaulatan kemerdekaan diri anda. Untuk itulah tetaplah menjalani diri sebagai manusia merdeka dan hindarkan sikap untuk memberikan diri agar dipimpin oleh faktor-faktor yang ada diluar diri.Selanjutnya berpikir menang-menang, bersinergi dan berusaha memahami untuk dipahami, merupakan prinsip-prinsip untuk memerdekakan orang lain. Kemerdekaan diri akan mengarahkan seorang pemimpin pada pembebasan orang banyak. 


Pustaka:
  • McGraw, Phillip C., (2004) Strategi-strategi Kehidupan (Life Strategies), Alihbahasa oleh Arvin Saputra, Interaksara : Batam
  • Stephen R. Covey, (1989) The Seven Habits of Highly Effective People, Simon and Schuster : New York
(Materi disusun oleh Ricky Arnold Nggili, S.Si-teol.,MM & Dodi S. Lapihu, S.Kom, serta disampaikan dalam kegiatan Leadership Camp 2016 GMKI cabang Salatiga, di Yayasan Bina Darma, tanggal 6-7 Februari 2016 )

0

Posting Komentar