xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Tri Panji & Panca Kegiatan GMKI Ujung Tombak Semangat Nasionalisme dan Oikumenisme Di Era Milenial


                                                      
Pendahuluan 
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dalam ke-dwi-identitasannya (nasionalis & oikumenis) memiliki tantangan berat di era milenial saat ini. Era ini menawarkan banyak peluang politik identitas. Keterbukaan dan kemandirian individu merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh GMKI. Setiap anak muda di generasi saat ini diperhadapkan dengan kompetisi untuk menggapai tujuan pribadi dalam masa yang sangat dini. Aktivitas-aktivitas di depan computer dan gadget lebih merupakan karakter generasi milenial, ketimbang beraksi turun ke jalan dalam memperjuangkan sesuatu. Aktivitas kreatif yang ditonjolkan oleh Partai Soliddaritas Indonesia, yang memposisikan diri sebagai milik generasi milenial, merupakan peluang untuk diterima dan menjadi bagian dari generasi era saat ini. Identitas pribadi dan golongan tidak lagi penting. Dan yang penting adalah eksistensi diri lewat youtube dan media sosial lainnya. Organisasi-organisasi anak muda haruslah berupaya untuk menjadi konteks anak muda saat ini. 
   Berdasarkan hasil survey nasional CSIS (Centre for Strategic and International Studies) tahun 2017, menunjukkan bahwa karakteristik generasi milenial sangat berbeda dengan non milenial. Pada tingkat kebahagiaan dalam menjalani hidup, generasi milenial lebih bahagia dari pada non milenial. Hal ini dikarenakan, kegiatan yang digemari oleh generasi milenial adalah olah raga, mendengar music dan menonton film. Sedangkan generasi non milenial, lebih condong pada aktivitas beragama. Selain itu dalam urusan membahas isu politik, generasi milenial kurang tidak terlalu menarik ketimbang generasi non milenial. Hasil ini menunjukan bahwa ada perbedaan tegas antara generasi milenial dan generasi non milenial yang dihidup sebelumnya. 
   Hal tersebut diatas merupakan tantangan sekaligus peluang bagi GMKI sebagai organisasi kemahasiswaan. Dalam usahanya untuk mewujudkan dan mempertahankan semangat nasionalisme Indonesia dan oikumenisme gereja-gereja, GMKI harus mampu untuk mengejawantahkan semangat tersebut kedalam konteks generasi saat ini. Nasionalisme dan oikumenisme tidak lagi bisa diperkenalkan dengan cara-cara tradisional seperti lewat seminar, diskusi, dan lainnya. Namun harus diperkenalkan lewat games, quotes menarik di media sosial, film animasi dan lainnya. Bentuk usaha-usaha inilah yang harus dikembangkan. Tri panji dan panca kegiatan GMKI masih merupakan budaya organisasi berkarakter GMKI yang dapat hidup di konteks saat ini. Akan tetapi aktivitasnya haruslah kreatif dan inovatif. Budaya organisasi ini harus dipelihara sebagai usaha yang akan mampu melewati ruang dan waktu, serta tidak akan hilang dimakan waktu. GMKI harus tetap bergerak di segala masa dan segala zaman, termasuk di era saat ini. Semangat untuk memperkenalkan dwi-identitas haruslah dilakukan dalam kompleksitas masyarakat Indonesia. 

Tri panji & Panca Kegiatan merupakan budaya GMKI 
Sebelum masuk untuk memahami Tri Panji dan Panca Kegiatan GMKI, maka perlu memahami dahulu apa itu budaya organisasi? Hal ini penting, sehingga Tri Panji dan Panca Kegiatan dapat ditempatkan dalam porsi yang tepat untuk mewujudkan tujuan dari GMKI. Menurut Schein (1985), budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi mereka belajar untuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal, dan berintegrasi dengan lingkungan internal. Asumsi dasar tersebut telah terbukti dapat diterapkan dengan baik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan dianggap valid. Oleh karena itu, hal tersebut diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk mempersepsikan, berpikir dan memiliki pemahaman yang kuat dalam hubungan problem tersebut. Adapun menurut Andrew Brown (1998) bahwa, budaya organisasi merupakan pola kepercayaan, nilai-nilai, dan cara yang dipelajari menghadapi pengalaman yang telah dikembangkan sepanjang sejarah organisasi yang memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku anggota organisasi. Selanjutnya, Winardi (2007) mendefinisikan, budaya organisasi sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya. Isi budaya organisasi yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. 
   Selanjutnya Edgar H. Schein (1985) menggambarkan budaya organisasi dalam 3 tingkatan, yakni tingkatan pertama : artefak. Tingkat ini merupakan dimensi yang paling terlihat dari budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial organisasi. Anggota organisasi sering tidak menyadari mengenai artefak budaya organisasi mereka, tetapi orang luar organisasi dapat mengamatinya dengan jelas. Tingkatan kedua : nilai-nilai. Semua pembelajaran organisasi merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang ada. Jika anggota organisasi menghadapi persoalan atau tugas baru, solusinya adalah nilai-nilai. Dan tingkatan ketiga: asumsi dasar. Jika solusi yang dikemukakan pemimpin perusahaan dapat berhasil berulang-ulang, maka solusi dianggap sudah sebagai seharusnya. Asumnsi dasar merupakan solusi yang paling dipercaya sama halnya dengan teori ilmu pengetahuan yang sedang diterapkan untuk suatu masalah yang dihadapi organisasi.


(Model tingkatan budaya menurut Schein (1985))

Selanjutnya menurut Robbins (1998), budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Dan pada akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang membentuk sikap serta perilaku para karyawan (Robbins, 2003). Budaya menjalankan sejumlah fungsi didalam organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; artinya, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang membentuk sikap serta perilaku para karyawan (Robbins, 2003).
   Dengan memahami budaya organisasi diatas, maka Tri Panji dan Panca Kegiatan merupakan budaya organisasi bentukan para founding fathers dan senior members untuk memberikan karakteristik dalam ber-GMKI. Ut Omnes Unum Sint (agar semua satu adanya) merupakan slogan perjuangan GMKI, sehingga setiap anggota GMKI memahami hal-hal yang mereka perjuangkan. Kewarganegaraan Indonesia dan Gereja menempatkan peran identitas ganda GMKI, yakni mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujud nyatakan kerajaan Allah di bumi Indonesia. Untuk itu perlu usaha yang difungsikan sebagai budaya organisasi, sehingga keseluruan visi, misi, tujuan dan karakteristik GMKI melebur menjadi satu dalam diri setiap kader anggota GMKI. 

Tri panji GMKI
Bentuk budaya GMKI yang pertama dikenal dengan Tri Panji GMKI. Tri Panji GMKI merupakan budaya organisasi yang dengan sengaja dikreasikan oleh para founding fathers GMKI, untuk menunjukan karakteristik kader GMKI. GMKI hidup dalam dwi-identitas (Nasionalis dan Oikumenis), yang harus mampu menunjukan eksistensinya dimanapun ia berada. Secara etimologi, Tri Panji mengandung makna, Tri yang berarti tiga dan Panji mengandung makna tanda kebesaran dan atau pedoman hidup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, panji mengandung tiga arti, yakni panji sebagai bendera (terutama yang berbentuk segitiga memanjang), kedua panji sebagai tanda kebesaran (kebanggaan dan sebagainya); pedoman hidup, dan ketiga panji sebagai naungan (dilindungi oleh). Panji dalam GMKI lebih dimaknai sebagai tanda kebesaran dan pedoman hidup. Dengan memahami Panji GMKI, maka kader-kader memahami siapa diri mereka dan berperilaku sebagaimana kader GMKI. Tri Panji GMKI merupakan tanda kebesaran dari kader-kader GMKI. Adapun Tri Panji GMKI, yakni tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Setiap kader GMKI haruslah memiliki kompetensi ini. Untuk itu setiap aktivitas dan usaha yang dilakukan adalah upaya untuk menciptakan kompetensi kader demikian. 
   Pertama, Tinggi Iman diletakan sebagai kompetensi pertama, karena GMKI merupakan institusi yang mengedepankan iman dan etika Kristen sebagai kekuatan daya geraknya. Iman Kristen haruslah terus dioptimalkan dan ditingkatkan dalam berbagai bentuk aktivitas. Tinggi iman merupakan ekspresi dari kader-kader GMKI yang takut akan Tuhan dan berkomitmen untuk menjalankan ajaran Kristus dalam kehidupan sehari-hari dimanapun mereka berada. Selanjutnya etika Kristen merupakan wujud dari wajah Kristus dalam kehidupan sosial, yang ditampakkan oleh kader-kader GMKI. Iman dalam Ibrani 11:1 adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Selanjutnya, Paulus dalam II Korintus 5:7, menyatakan “sebab hidup kami adalah hidup karena percaya, bukan melihat”. Dengan demikian, tinggi iman adalah peletak dasar kebenaran dalam kekristenan, dan kader GMKI dilatih untuk meningkatkan serta mengoptimalkan kompetensi ini dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bergereja. Iman adalah wujud dari keyakinan pada ajaran-ajaran dan keselamatan yang diberikan oleh Yesus Kristus, lalu diwujudnyatakan kedalam kehidupan sehari-hari dalam bimbingan Roh Kudus. Iman diwujudkan dalam bersaksi, bersekutu dan melayani. Secara historis, dalam kongres GMKI ke-2 di Sukabumi tahun 1952, kader GMKI sudah diajak untuk hidup dalam kesalehan yang murni kepada Yesus Kristus. Karena tanpa kemurnian tersebut GMKI hanya hidup dalam aktivitas organisasi belaka, dan tidak memiliki pengharapan. Sejak awal GMKI berdiri aktivitas Pendalaman Alkitab (PA) sering dilakukan, dalam rangka peningkatan pemaknaan iman kekristenan ditengah-tengah tantangan dunia. Orang Kristen terkhususnya kader GMKI harus mampu meneruskan karya keselamatan Kristus hingga kehidupan saat ini. 
   Peningkatan dan pengotimalan kompetensi iman merupakan keteladanan yang diperoleh dari Yesus Kristus. Dalam Injil Lukas 4:18-19, Yesus mengingatkan kembali pada semua orang Kristen, bahwa saat Roh Tuhan ada pada diri seseorang, maka ia akan bergerak untuk memberitakan berita pembebasan bagi siapa saja, serta berjuang membebaskan orang-orang yang tertindas. Aktivitas pembebasan akan tercipta, apabila iman kita menuntun diri kita pada sebuah aktivitas menjadi garam dan terang ditengah-tengah mara bahaya dunia. Untuk itu GMKI dan kader-kader GMKI haruslah terus menerus memupuk kompetensi iman lewat berbagai bentuk persekutuan (ibadah, PA, retreat, dan lainnya), sehingga spiritualitas iman yang tertuju pada Kristus akan selalu membimbing dalam menuju harapan dimasa depan. Iman merupakan bentuk komunikasi spiritual antara kader-kader GMKI dengan Sang Kepala Gerakan. Dan dengan iman inilah, kader dimampukan untuk melayani di tiga medan layan (Kampus, Gereja, dan Masyarakat) 
   Kedua, Tinggi Ilmu sebagai kompetensi kader GMKI. GMKI beraggotakan mahasiswa yang merupakan kaum terpelajar dalam lingkungan sosial. Mahasiswa merupakan masyarakat intelektual, yang memiliki sifat selalu berpikir dan bertindak. Untuk itulah kompetensi intelektual dalam bentuk ilmu juga harus dimiliki dan dioptimalkan oleh kader-kader GMKI. Aktivitas dalam meningkatkan kompetensi ini dalam kehidupan ber-GMKI adalah berdiskusi. Kader-kader GMKI selalu berdiskusi tentang ilmu yang mereka pelajari, dikaitkan dengan ilmu lainnya (interdisipliner) dalam menyingkapi berbagai konteks masalah dalam kehidupan di masyarakat. Dasar Alkitabiahnya ada dalam Amsal 1:7, “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”. Dengan memahami didikan dan memperolehnya, maka setiap orang akan memahami kebenaran, dan memperjuangkannya. Ilmu merupakan bentuk komunikasi antar sesame mahkluk akademik kader GMKI. Para kader berdialektika dengan intelektualitasnya untuk menciptakan masyarakat akademik tinggi yang memiliki kerinduan untuk terus belajar, sebagai bagian dari usaha untuk mewujudkan visi organisasi yakni mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan dandemokrasi yang didasarkan pada cinta kasih. Para founding fathers dan senior member GMKI terus menunjukan penguasaan yang mendalam terhadap keilmuan mereka, untuk mampu diterapkan secara praktis kedalam lingkungan masyarakat Indonesia yang kompleks. Ilmu merupakan jembatan untuk melakukan perbaikan terhadap berbagai permasalahan di kehidupan kebangsaan Indonesiaan saat ini. Dengan tinggi ilmu, kader akan semakin dimampukan berdialog, berinteraksi dan melakukan perubahan. Semakin berilmu seorang kader, maka ia semakin mampu untuk melakukan perubahan ditengah-tengah ketidak pastian zaman. 
   Ketiga, Tinggi Pengabdian merupakan kompetensi yang ketiga. Setelah iman bertumbuh dan ilmu meningkat, maka kader-kader GMKI harus mengalirkannya kedalam bentuk pengabdian. Pengabdian dalam konteks iman Kristen dimaknai sebagai pelayanan. Kader GMKI harus mampu melakukan pelayanan dimanapun mereka berada, terkhususnya di tiga medan layan (kampus, gereja dan masyarakat). Pelayanan merupakan wujud pengimplementasian dari iman. Pelayanan merupakan wujud dari menghadrikan wajah Kristus ke tengah-tengah masyarakat yang menderita, tersingkir dan mengalami ketidak adilan. Untuk meningkatkan kompetensi ini, kader GMKI harus belajar untuk melatih kepekaan sosial mereka. Harus mampu untuk melihat wajah Kristus diwajah orang-orang miskin, orang-orang terpenjara, orang-orang yang mengalami ketidak adilan dan mereka yang tersingkirkan. Hubungan antara iman dan pelayanan dapat kita lihat secara jelas dalam Efesus 2:8-10, disitu Paulus menggambarkan bahwa iman yang kita peroleh adalah pemberian Kristus, untuk itu kita harus masuk dalam arak-arakan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya. Kader-kader GMKI harus mau dan siap untuk melayani seperti yang dilakukan oleh Kristus. Tinggi pengabdian merupakan wujud dari kehadiran kerajaan Allah di muka bumi, dan ini adalah usaha yang terus dilakukan oleh kader-kader GMKI. 
   Dengan memahami TRI PANJI GMKI, maka kita memahami bahwa kader GMKI merupakan kader yang bertanggung jawab dan berintegritas. Kompetensi tinggi iman, ilmu dan pengabdian merupakan kesatuan tanggung jawab dalam mewujudkan visi GMKI dan oikumenisme ciptaan Allah di bumi Indonesia. Nasionalisme dan oikumenisme akan terwujud, apabila kader-kader GMKI terus mengoptimalkan kompetensi mereka sebagai wujud tanggung jawab orang Kristen di bumi Indonesia. GMKI harus bersyukur, karena memiliki identitas kompetensi dan karakter yang melekat dalam dirinya. Sehingga kemanapun para kader bergerak dan beraktivitas, kompetensi ini akan melekat dalam diri mereka. 

Panca Kegiatan
Selain Tri Panji, budaya organisasi dalam GMKI juga mengenal Panca Kegiatan. Panca Kegiatan juga lahir secara historis dari aktivititas founding fathers GMKI, yang akhirnya membentuk kompetensi kader yang bercirikan Tri Panji. Secara etimologi Panca Kegiatan bermakna dalam dua suku kata, Panca yang berarti lima, dan Kegiatan yang bermakna aktivitas atau usaha. Dengan demikian Panca Kegiatan adalah lima kegiatan atau usaha GMKI untuk membentuk kader dalam menggapai visi GMKI. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan GMKI adalah beribadah/ berdoa, belajar, bersaksi, bersosial, dan berkreasi.
  • Beribadah/ berdoa merupakan tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi iman. Sebagai organisasi yang bercirikan kekristenan, kader-kader GMKI harus menempatkan doa sebagai aktivitas keseharian mereka dan ibadah sebagai bentuk pesekutuan untuk saling menghidupkan secara iman. Pengertian beribadah juga berarti bekerja atau beraktivitas dalam bidang apapun,sepanjang hal itu dilakukan sebagai tanggapan manusia atas panggilan Allah menjadi pelakasana mandat untuk mengusahakan dan memelihara seluruh ciptaan Tuhan. Ibadah dalam panca kegiatan GMKI diletakan pertama dalam kegiatan, sebagai makna bahwa landasan iman Kristenlah wujud dari seluruh keberadaan GMKI. Dan segala fenomena yang ada disekitar masyarakata, kampus dan gereja dianggap sebagai bagian dari persekutuan dalam ber GMKI. GMKI sebagai Gereja incognito haruslah mengedepankan ibadah sebagai pewujudan perannya di bumi Indonesia. sejak awal GMKI berdiri, ibadah, doa, dan pendalaman Alkitab merupakan ciri aktivitas yang tidak pernah lepas dari GMKI. GMKI terus menjawab pergumulan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, dengan cara mendekatkan diri dalam persekutuan dengan Sang Kepala Gerakan. 
  • Belajar adalah aktivitas yang dilakukan oleh kader GMKI sebagai tanggung jawab masyarakat akademik. Belajar adalah aktivitas membina hubungan dengan ilmu dan riset, sehingga seseorang menguasai pengetahuan dan suatu kebenaran dari ilmu. Karakteristik belajar kader GMKI yakni indept dan interdisipliner. Yang dimaknai dengan indept adalah kader GMKI sangat menguasai ilmu yang ditekuninya sebagai tanggung jawab dalam memilih basis keilmuan. Founding father GMKI, Leimena merupakan seorang dokter yang cerdas dan terampil. Disitulah kader GMKI mempertanggung jawabkan basis keilmuannya. Kader GMKI terus melakukan dialektika lewat diskusi, belajar mandiri, riset dan aktivitas belajar lainnya sebagai upaya menguasai ilmu yang ditekuninya. Selain indept, karakterisktik berikutnya adalah interdisipliner yakni dalam belajar seseorang mampu mengaitkan keilmuannya dengan kebenaran ilmu lain disekitarnya. Kader GMKI selalu berdialektika lintas ilmu, yang mana akan membantu mereka untuk memahami sebuah konteks secara holistik. Leimena tidak hanya seorang dokter, tapi juga merupakan seorang negarawan yang unggul, yang menggunakan politik sebagai etika melayani dan didalamnya melayani kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Kader seperti ini perlu memiliki kemampuan belajar lintas ilmu, sehingga mampu mengimplementasikan keilmuannya kedalam masyarakat yang kompleks. Proses belajar haruslah menjadi bagian aktivitas organisasi sebab GMKI merupakan sumber insane pembangunan, yang mana berangkat dari pemahaman bahwa mahasiswa adalah calon pemimpin dimasa yang akan datang, pelopor pembaruan dan penggerak pembangunan nasional. Ciri-ciri mahasiswa selaku masyarakat intelektual adalah kejernihan pemikirannya dan manfaat pemikiran itu bagi kepentingan umum.. Seorang intelektual tidak hanya pandai berpikir untuk kepentingan dirinya, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat banyak.
  • Bersaksi merupakan penempatan kader-kader GMKI untuk menjadi saksi-saksi Kristus. Kader-kader GMKI harus siap dan berani untuk menjalankan peran peran Gereja, yakni mengabarkan kabar sukacita. Hal ini dikarenakan, Injil berisi kabar baik tentang Allah yang menyelamatkan dan memperdamaikan segala sesuatu di dalam Yesus Kristus. Kita meyakini bahwa Allah mengaruniakan kepada manusia pengampunan dosa, memberikan keadilan kepada orang miskin dan tertindas, serta mengaruniakan kesejahteraan kepada segala bangsa dan makhluk. Kader GMKI sebagai alat kesaksian dapat diterapkan dalam bentuk memberikan khotbah tentang kabar baik Allah, pelayanan dalam kehidupan sosial, advokasi hukum, memperjuangkan kebenaran dan lainnya. Dalam menjalankan peran sebagai alat kesaksian, kader dapat berpatokan pada dua metafora yang diajarkan Yesus, yakni kader harus mampu menjadi garam dan terang. Garam disini dimaknai sebagai ia mampu untuk melakukan perubahan dan memberikan makna tanpa terlihat bentuk entitasnya. Garam akan larut dalam air dan menjadi tidak kelihatan, namun ia memberi rasa asin. Selanjutnya kader juga harus mampu menjadi terang untuk menaungi kegelapan, sehingga setiap orang tahu dan memahami kebenaran yang sejati. Menjadi terang berarti kader-kader harus tampak jelas dalam memberitakan kebanaran yang diperjuangkan. Kader-kader GMKI selalu terlibat dalam aktivitas untuk mau menjadi alat kesaksian dimana pun mereka berada. Mereka berani untuk memperjuangkan hal-hal yang mereka anggap benar, walaupun harus mengorbankan waktu dan tenaga mereka sebagai mahasiswa. Menjadi saksi Kristus, yakni berani untuk berkata benar berdasarkan etika kristiani. 
  • Bersosial berasal dari kata “social” yang mengandung arti segala sesuatu mengenai masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum misalnya suka menolong, bergotong royong, menderma dan sebagainya. Dengan demikian maka kegiatan social sangat terkait dengan kehidupan masyarakat, dan masyarakat mengandung arti hidup bersama .Tanggungjawab kader GMKI di tengah-tengah lingkungan masyarakat adalah sangat penting dan berharga. Dengan menjalankan kehidupan sosial yang tidak terpisah dari masyarakat, maka GMKI mendekatkan diri dengan medan layan mereka. Mereka akan hidup, beraktivitas, bercanda dan merasakan suka duka masyarakat, apabila mereka melaksanakan aktivitas sosial. GMKI merupakan bagian dari masyarakat dan tidak akan menarik diri dari masyarakat. Bentuk-bentuk aktivitas dalam bersosial adalah menjaga toleransi, terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan mau melebur menjadi masyarakat yang bertanggung jawab. 
  • Berkreasi merupakan sebuah aktivitas mengoptimalkan daya kreasi yang sudah ada sebagai bentuk kecerdasan manusia. Pengoptimalannya dengan cara menciptakan buah pikiran yang baru dan inovatif. Secara teologis manusia memiliki kemampuan untuk menghasilkan buah pikiran karena diciptakan oleh Allah melebihi makhluk lain (Kejadian 1:26). Allah menciptakan manusia lebih tinggi derajadnya dari makhluk lain karena memang ada tujuan tersendiri untuk meneruskan karya Allah ditengah-tengah dunia yaitu memegang mandate untuk memelihara dan melestarikan bumi beserta isinya (Kejadian 1:28). Dalam mengembangkan kreatifitasnya, kader-kader GMKI mampu untuk melihat kesatuan antar ciptaan Allah. Kader-kader GMKI tidak menciptakan teknologi yang merusak, namun teknologi yang berdaya guna untuk menjamin keberlanjutan lingkungan hidup. 

Peluang & Tantangan Milenial
Tri Panji yang merupakan kompetensi kader GMKI tidaklah akan habis dimakan waktu. Dalam era saat ini pun Tri Panji merupakan kompetensi utama dalam mewujudkan masyarakat yang bertanggung jawab. Generasi milenial masih membutuhkan orang-orang yang tinggi iman, ilmu dan pengabdian. Iman sebagai dasar dari identitas dan pengharapan, ilmu sebagai wujud pembuktian kebenaran dan inovasi, serta pengabdian sebagai bentuk tanggung jawab peran dalam masyarakat. Kader-kader GMKI di era milenial masih mampu bersaing di era saat ini dengan kompetensi khas GMKI tersebut. 
   Akan tetapi dalam mewujudkan hal tersebut, sangat sulit bila diaplikasikan kedalam Panca Kegiatan. Hal ini dikarenakan generasi milenial yang cinta akan teknologi dan rekreasi, serta seringkali menjadikan diri sendiri tujuan dan obyek. Generasi milenial adalah generasi yang mampu untuk mendefinisikan tujuan pribadi mereka sendiri, serta merta dengan bantuan teknologi mampu untuk mengoptimalkan diri untuk menuju tujuan tersebut. Hal ini memberikan tantangan kepada GMKI untuk mengimplementasikan Panca Kegiatan GMKI.
   Tapscott (2013) membagi generasi berdasarkan parameter demografis, dan mempopulerkan istilah generasi X, Y, dan Z. Menurut Tapscott (2013), ciri khas generasi milenial adalah mudah berinteraksi dengan beragam media hanya melalui alat berlayar ukuran dua inci. Mereka menggunakan ponsel untuk beragam aktivitas. Untuk berbicara, mengecek dan membalas surat elektronik. Mereka menggunakan ponsel untuk kirim pesan, berselancar di dunia maya, bermain game, mencari arah atau jalan, mengambil gambar dan membuat video. Mereka berselancar di dunia media sosial setiap saat, termasuk saat bekerja atau belajar, atau memberitahukan status mereka melalui Twitter kapan pun mereka mau. Lebih lanjut menurut Tapscott (2013), meski sama-sama memanfaatkan internet dan ponsel, ada perbedaan norma hidup yang nyata antara generasi milenial dan generasi sebelumnya. Harus diakui bahwa ketergantungan generasi X terhadap ponsel juga besar. Di sebagian besar wilayah, misalnya, interaksi masyarakat dengan media sosial juga cukup besar. Hanya saja, generasi milenial lah yang paling melek teknologi dan adaptif dengan segala hal yang berbau informasi. Generasi milenial di Indonesia adalah pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi. Hal ini tentu berakibat pada sikap mereka yang juga sangat aktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya. Mampu menghadapi beragam rintangan dan melihat peluang yang dapat diraih. Oleh karena itulah Tapscott (2013) dalam teorinya mengemukakan bahwa kesadaran modernitas generasi milenial atas nasionalisme tidak lagi bersifat historis melainkan sangat fungsional. Mereka hadir melakukan ekspansi untuk menggantikan generasi sebelumnya. Perubahan dan inovasi selalu dimunculkan untuk membuat sejarah baru. Perbedaan mendasar dan paling mencolok antara generasi milenial dan generasi sebelumnya adalah mereka tumbuh dalam lingkungan saintifik dan serba digital. Melalui gaya hidup yang demikian ini perubahan mendasar pun terjadi di mana hidup menjadi lebih praktis, efisien, dan inovatif. Akhirnya muncullah wajah baru anak muda Indonesia menjadi generasi digital, efisien, terbuka, optimis, inovatif, kritis, dan egaliter. Tapscott (2013) memberi beberapa ciri khusus pada generasi milenial. Pertama, tidak sabaran, tak mau rugi, dan banyak menuntut. Hal ini karena mereka terbiasa dengan segala hal yang sifatnya instan. Akibatnya, jika memiliki keinginan harus segera terlaksana. Kedua, Percaya diri dan optimis, cenderung lebih mudah menerima perubahan. Ketiga, family centric. Meski generasi milenial mandiri, tetapi cenderung dekat dengan orang tua. Keempat, inovatif dan memunculkan ide baru. mengikuti trend terbaru dan tak sabar untuk menciptakan trendnya sendiri. Kelima, memiliki semangat yang luar biasa dan cepat karena kebanyakan lebih melek teknologi. Keenam, tidak menyukai jadwal yang detail. Ketujuh, anytime-anywhere, kurang memperdulikan aturan baku. Bagi mereka, bekerja dari cafe atau toko merupakan hal lumrah. Hanya saja, minusnya adalah generasi milenial dianggap kurang baik dalam menjalin komunikasi dengan sesama.
   Dengan memahami ciri generasi milenial diatas, maka sekarang apakah generasi milenial merupakan perluang atau tantangan? Yang pasti generasi ini adalah generasi yang tidak dapat dihindarkan. Apabila dibenturkan dengan Panca Kegiatan GMKI yang tradisional, maka akan terjadi penolakan dari generasi milenial. Namun bila Panca Kegiatan dimodifikasi untuk sesuai dengan generasi saat ini, maka ia akan menjadi peluang dalam menuju visi ber-GMKI. Beribadah/berdoa, belajar, bersaksi adalah tiga kegiatan yang perlu dipikirkan bentuknya sehingga sesuai dengan karakteristik generasi milenial saat ini. Sedangkan untuk bersosial dan berkreasi, inilah ciri generasi milenial saat ini, hanya dalam bentuk yang berbeda. Dahulu kehidupan sosial berada ditengah-tengah lingkungan masyarakat, diberi makna lebih oleh generasi milenial, bersosial yakni menggapai sekat-sekat tersembunyi hingga masuk ke bilik pribadi individu. Hal inilah yang harus ditangkap oleh GMKI sebagai peluang dalam mengelaborasi aktivitas GMKI. GMKI haruslah tetap bereksperimen dengen generasi milenial, karena ia harus hidup dan menghidupi berbagai zaman.

Penutup
Tri Panji dan Panca Kegiatan GMKI merupakan budaya organisasi GMKI dalam upaya mewujudkan visi nasional dan oikumene GMKI. Kader-kader GMKI harus dibiasakan dan hidup dalam karakteristik GMKI, sehingga mereka akan menjadi panji-panji GMKI dimasa sekarang dan akan datang. Generasi milenial merupakan peluang dan sekaligus tantangan. Tantangan karena baru akan kita masuki, sekalgus peluang, karena selama ini GMKI selalu beraktivitas diantara kreatifitas dan inovasi. GMKI haruslah terus menciptakan kader-kader dalam mewujudkan ut omnes unum sint. 

Pustaka
  • Rush, M & P Althoff. (2013) Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
  • Robbins, Stephen (1998) Organizational Behavior. New Jersey : Prentice Hall 
  • Schein, Edgar H. (1985) Organiztaional Culture and Leadership. San Fransisco : Jossey-Bass.Inc
  • Suvey CSIS “Orientasi sosial, ekonomi & politik generasi milenial 2017”, dipresentasikan di Jakarta tanggal 2 November 2017
  • Tapscott, Don (2013) Grown Up Digital: Yang Muda yang Mengubah Dunia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama)
  • Winardi J. (2007) Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Kencana

(Disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, pada Masa Perkenalan (MAPER) GMKI Cabang Salatiga, tanggal 16 Maret 2018, pukul 13.30 WIB-15.30 WIB di Kampus Yayasan Bina Darma Salatiga)
3 komentar

3 komentar

  • Absalom Tagaku
    Absalom Tagaku
    15 April 2021 pukul 23.06
    Terimakasih sangat mencerahkan, dan menjadi bahan penguatan untuk para kader GMKI sekarang, yang Secara sadar dan tidak sadar banyak anggota bahkan kader GMKI sudah kehilangan arah pergerakan (spirit perjuangan), dari para founding father terlebih khusus Tuhan Yesus Kristus sebagai kepala Gerakan...

    UOUS
    Reply
  • Gilbert Valentino Fakdawer
    Gilbert Valentino Fakdawer
    6 Desember 2020 pukul 07.49
    setiap kali melenceng slalu saja kembali cari blog tulisan ini wkwkwk
    Reply
  • angkicerita
    angkicerita
    26 Maret 2019 pukul 00.26
    terbaik...
    Reply