xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Manajemen Pelatihan


Pendahuluan 
Banyak orang yang beranggapan bahwa pelatihan merupakan sebuah kegiatan yang hanya membuang-buang waktu saja. Asumsi tersebut adalah salah besar, karena pelatihan merupakan sebuah aktivitas dengan tujuan untuk meng-upgrade pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan individu atau sekelompok orang. Pelatihan adalah aktivitas dalam rangka untuk mengembangkan sumber daya manusia dan kinerja individu atau kelompok. Dengan demikian, ia bukanlah sebuah aktivitas membuang-buang waktu, namun merupakan sebuah aktivitas bertujuan yang harus dirancang secara benar dan tepat agar tujuan tersebut tercapai. 
   Manajemen pelatihan adalah aktivitas pengoptimalan fungsi-fungsi manajemen yang berkaitan dengan pembelajaran dalam pelatihan. Naradidik harus dikondisikan lewat sebuah proses yang terancang secara sistematis, untuk memenuhi indikator evaluasi. Dalam pelatihan bisa bersifat pedagogi dan atau andragogi, berdasarkan capaian yang ingin dituju. Apabila naradidiknya adalah anak-anak yang belum mendapatkan pengetahuan awal, maka pedagogi merupakan pendekatan pelatihan yang tepat. Akan tetapi, bila naradidiknya adalah orang-orang dewasa yang telah memiliki pengalaman kehidupan. Maka andragogi adalah pendekatan yang lebih tepat, dalam mengoptimal pengalaman belajar tiap naradididk. 
   Bahan ini disusun secara sederhana dan berupaya untuk melihat secara komprehensif komponen-komponen manajemen pelatihan. Dari pemahaman konsep hingga teknis pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pelatihan) diharapkan dapat membantu untuk memahami secara holistic tentang manajemen pelatihan. 

Apa itu Manajemen Pelatihan?
Manajemen pelatihan merupakan suatu aktivitas manajerial untuk mengatur proses pelatihan agar berlangsung secara efesien dan efektif. Menurut Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Selanjutnyam menurut Good (1973) pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-­pekerjaan tertentu. Selanjutnya menurut Rothwell (1996:6-7), pelatihan sering diberi makna pendidikan, pengembangan, pendidikan karyawan, pengembangan diri, pengembangan SDM, peningkatan kinerja SDM, kinerja teknologi manusia, dan pengembangan organisasi. 
   Manajemen pelatihan dalam arti yang lebih umum mengandung makna pengelolaan pelatihan, supaya pelatihan bisa berjalan dengan baik dan berhasil secara efektif dan efisien. Manajemen pelatihan secara konsep bisa diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan Pengevaluasian terhadap kegiatan pelatihan dengan memanfaatkan aspek-aspek pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan secara efektif dan efisien. Selanjutnya menurut Faustino Cardoso Gomes (2000:204) mengemukakan ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Menurut Simamora (1997:360) menyebutkan ada delapan langkah pelatihan yaitu : (1). Tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan; (2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan; (3) menyusun kriteria; (4) pre tes terhadap pemagang (5) memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; (b) melaksanakan pelatihan; (7) memantau pelatihan; dan (8) membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.

Tujuan dan Manfaat Pelatihan 
Adapun tujuan dari pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat (1993:2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut: 1) Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif; 2) Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional; 3) Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman (rekan kerja) dan dengan manajemen (pimpinan). Selanjutnya menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1995:223) manfaat pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing. 
   Dengan demikian tujuan dan manfaat pelatihan pada prinsipnya adalah kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta bermanfaat bagi peserta pelatihan dalam meningkatkan kinerja pada kompetensi, tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Asas-asas Pelatihan 
Dalam sebuah pelatihan ada asas-asas yang menjadi dasar pelaksanaan aktivitas tersebut. Menurut Dale Yoder dalam bukunya Personal Principles and Policies (1962:235), menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam kegiatan pelatihan yaitu: 1). Individual differences, perbedaan antar individu haruslah diperhatikan dan diolah sebagai sumber pembelajaran bersama, sehingga dinamis; 2) Relation to job analysis, pelatihan harus dihubungkan dengan pekerjaan atau kompetensi peserta, sehingga pelatihan akan memberikan manfaat secara individual; 3) Motivation, peserta harus dimotivasi dan termotivasi untuk belajar dan terlibat dalm proses pelatihan; 4) Active participation, pelatihan haruslah melibatkan keaktifan peserta. Semakin dinamis suasana pelatihan, capaian akan lebih optimal; 5) selection of trainees, harus ada seleksi awal kepada peserta, untuk memahami pengetahuan awal peserta dan pengelompokan pengetahuan awal tiap peserta, sehingga tidak mengalami kesenjangan; 6). Selection of trainers, harus memilih pelatih yang berkompetensi sebagai pelatih dan bukan menjadi guru yang terjebak untuk berceramah; 7) trainer’s of training, harus ada persiapan para pelatih dalam bentuk pelatihan untuk pelatih, yang bertujuan untuk relatif menyamakan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan tiap pelatih, sehingga ada kesatuan arah pelatihan; 8) training method’s, Harus dilakukan pelatihan dan persiapan tentang metode-metode pelatihan yang digunakan, sehingga tidak ada kesalahan dalam penggunaan metode; 9) principles of learning, memahami prinsip belajar dan tingkatan capaian pembelajaran.

Pinsip-prinsip Pelatihan 
Pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan atas sesuatu oleh seseorang senantiasa diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar dapat dilakukan dengan sengaja dapat juga tanpa rencana. Proses belajar itu dapat secara terprogram (seperti dalam pendidikan formal di persekolahan dan pendidikan nonformal seperti di masyarakat) maupun tanpa program (seperti dalam pendidikan informal di keluarga). 
   Belajar diperlihatkan melalui perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman, yang diperoleh pembelajar melalui interaksi dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tingkah laku dalam belajar memiliki enam karakteristik (Surya & Amin, 1984:13-15), yakni: 1) terjadi secara sadar, 2) bersifat kontinu dan fungsional, 3) bersifat positif dan aktif, 4) besifat permanen, bukan sementara, 5) bertujuan atau terarah, dan 6) mencakup seluruh aspek tingkah laku. Dengan demikian, belajar merupakan proses psik-fisiologis yang mengubah tingkah laku individu, yang berupa kemampuan aktual dan potensial, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama, dan diperoleh dengan usaha sadar (Sudjana & Rivai, 2003:36; Brown, 1994:7). 
   Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh trikondisi pendidikan, yakni konsistensi, konvergensi, dan kontinuitas. Konsistensi berarti bahwa kegiatan pendidikan harus serasi dan sesuai dalam mengembangkan potensi peserta didik. Konvergensi berarti pendidikan bertolak dari suatu landasan yang jelas. Kontinuitas berarti bahwa pendidikan harus ditempuh dan berkelanjutan (Sudjana, 1983:29). 
   Menurut William R. Werther Jr. dan Keith Davis, prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif sering; direfleksikan dengan participation. repetition, transference, dan feed back (1989:290). 

Pendekatan Pembelajaran Andragogis dan Pedagogis 
Selama ini pendekatan pembelajaran yang sering digunakan dalam dunia pendidikan adalah pendekatan pedagogis. Model pembelajaran pedagogis telah mendominasi dunia pendidikan dan pelatihan selama berabad-abad lamanya. Adapun anggapan yang mendasari model ini adalah: 1) Pengajar/pelatih/guru bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran, termasuk apa dan bagaimana para pembelajar akan belajar. Pembelajar memiliki peran yang pasif dan pengajar aktif.; 2) Oleh karena pembelajar memiliki sedikit pengalaman, maka pengajar adalah sosok yang ahli, guru, dan merupakan tanggung jawab bagi pengajar untuk memberikan ‘kekayaan’ pengetahuannya. Jumlah tersebut menjadi “limpahan informasi” melalui cara yang tradisional seperti ceramah, buku teks, buku pedoman, serta video pembelajaran; 3) Orang terdorong untuk belajar karena mereka “harus” melakukannya agar lulus ujian, naik ke tingkat berikutnya, atau memperoleh sertifikasi; 4) Pengetahuan adalah informasi yang terpusat. Pengajarlah yang menguasai dan memahami secara benar materi, sehingga pembelajar mendapatkan informasi yang telah ditentukan dalam beberapa tingkatan pemahaman dna penguasaan; 5) Secara luas, motivasi untuk belajar berasal dari luar. Pembelajar dipaksa oleh tekanan dari sosok yang otoriter dan ketakutan terhadap akibat negatif. Pada intinya pengajar mengendalikan pembelajaran melalui penghargaan (rewards) dan disiplin (bisa juga berarti punishment). 
   Selanjutnya tahun 1960, para pendidik bangsa Eropa menciptakan kata “andragogi” sebagai label terhadap peningkatan pokok pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan pembelajaran orang dewasa. Pendekatan ini dikenalkan dan dikembangkan di Amerika Serikat oleh Malcolm Knowles. Anggapan-anggapan berikut mendasari pendekatan andragogis (Knowles, 1990): 
1. Anggapan Pertama. Anggapan pertama berkaitan dengan adanya perubahan konsep diri yang semula bergantung penuh (kepada orang lain) menjadi pribadi yang semakin mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri. Pembelajar dewasa adalah pembelajar yang mengatur dirinya sendiri. Pembelajar dewasa seharusnya bertanggung jawab terhadap kehidupannya, termasuk merencanakan, melaksanakan, serta menilai sendiri kegiatan pembelajarannya. Pemahaman prinsip ini seringkali disalahartikan. Pengaturan diri oleh pembelajar tidak berarti bahwa pelatih melepaskan tanggungjawabnya terhadap rencana dan kegiatannya, akan tetapi sejak awal, pelatih perlu menyusun proses pelatihan sebagai upaya yang kolaboratif. Selama proses tersebut, sebaiknya antara pelatih dan peserta secara terus-menerus menjalin hubungan layaknya teman dengan menciptakan komunikasi dua arah. 
2. Anggapan Kedua. Prinsip kedua berkaitan dengan peran pengalaman, suatu prinsip khusus bagi pembelajar dewasa. Menurut Knowles, setiap individu dewasa dihadapkan pada situasi pembelajaran yang menjadikan kekayaan pengalaman sebagai dasar awal pembelajaran dan dinilai sama baiknya dengan sumber asal/langsung sehingga layak untuk dibagikan kepada orang lain. Pengalaman-pengalaman tersebut mungkin baik ataupun buruk, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut akan berpengaruh terhadap pembelajar ketika menentukan cara yang akan digunakan untuk memulai pengalaman belajar yang baru. Oleh karena manusia menjadikan pengalaman-pengalaman yang lampau sebagai dasar pembelajaran, maka informasi yang baru harus disesuaikan. Pelatih yang bijaksana akan cenderung untuk menyelidiki/mencari tahu hal apa sajakah yang telah diketahui oleh para peserta. Kemudian pelatih akan memadukan informasi yang dimiliki dengan pengalaman peserta (yaitu hal-hal yang telah diketahui peserta) dan menghindari untuk memperlakukan peserta seperti mereka tidak mengetahui apapun dan harus dididik layaknya anak kecil. 
3. Anggapan Ketiga. Anggapan ketiga adalah bahwa orang dewasa dapat dianggap siap untuk belajar ketika mereka merasa perlu untuk mengetahui atau melakukan sesuatu. Orang dewasa mulai meninggalkan pendekatan yang terlalu teoritis atau abstrak. Mereka menginginkan agar pengalaman pembelajaran menjadi praksis dan realistis, lebih terpusat kepada masalah (problem-centered) dan bukan terpusat kepada subjek (subject-centered). Pelatih yang efektif akan membantu peserta untuk mengerti bahwa mempelajari keterampilan atau tugas tertentu akan membantu mereka menjadi semakin berhasil, yakni, bagaimana pembelajar dapat menjalankan tugasnya dengan lebih cepat, lebih mudah, dan lebih efisien. 
4. Anggapan Keempat. Keempat, orang dewasa menghendaki adanya penerapan dalam dunia nyata dengan segera. Orang dewasa ingin pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki dapat memberi kontribusi dalam mengatasi/menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Mereka akan sangat termotivasi ketika pelaksaanan pelatihan berhubungan langsung atau terkait secara praksis dengan kehidupan konkret mereka. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran perlu memiliki keterkaitan yang jelas terhadap kebutuhan orang dewasa dan bersifat segera. 
5. Anggapan Kelima. Terakhir, orang dewasa termotivasi untuk belajar dikarenakan faktor internal dalam dirinya, seperti harga diri (self-esteem), hasrat untuk memperoleh pengakuan, adanya rasa ingin tahu, kecintaan terhadap pembelajaran yang sudah ada sejak lahir, keinginan untuk memperbaiki kualitas hidup, ingin meningkatkan kepercayaan diri, atau memanfaatkan peluang untuk mengaktualisasikan diri. 
  Adapun beberapa prinsip tambahan mengenai bagaimana orang dewasa belajar: 1) Orang dewasa harus mengakui adanya kebutuhan untuk belajar; 2) Orang dewasa ingin agar dapat menerapkan hal-hal yang telah dipelajari ke dalam pekerjaannya; 3) Orang dewasa perlu menggabungkan pengalaman terdahulu dengan materi yang baru.; 4) Orang dewasa lebih memilih hal konkret daripada hal abstrak; 5) Orang dewasa membutuhkan beragam metode pelatihan; 6) Orang dewasa dapat belajar dengan lebih baik jika dalam suasana informal (penuh keramahan), lingkungan yang nyaman; 7) Orang dewasa ingin dapat mengatasi masalah-masalah realistis; 8) Orang dewasa lebih menghendaki metode belajar yang berkelanjutan atau berkesinambungan. 
  Dengan memahami prinsip pendekatan pembelajaran orang dewasa diatas, maka adapun pedoman dalam pembelajaran andragogi adalah 1)Pelatihan orang dewasa tidak sama dengan mengajar anak kecil; 2) Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembelajaran mereka; 3) Orang dewasa menjadikan pengalaman yang telah dilalui sebagai dasar pembelajaran; 4) Orang dewasa berharap agar pelatihan memiliki kaitan langsung dengan mereka dan menginginkan adanya penerapan dalam dunia nyata; 5) Orang dewasa belajar melalui beragam cara. 

Unsur-Unsur Yang Terlibat Dalam Pelatihan 
Adapun unsur-unsur yang terlibat dalam pelatihan adalah : 
1) Manajer Pelatihan. Manajer Pelatihan ialah seseorang yang bertanggung-jawab di tempat pelatihan dengan tugas mengkoordinasikan sumber-sumberdaya pelatihan (waktu, tempat, sumberdaya pelatihan, sumberdaya finansial, dan SDM) sehingga mendukung pelaksanaan pelatihan yang efektif. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus Manajer Pelatihan ialah agar yang bersangkutan memahami konsep Pelatihan Perancangan Pelatihan yang diuraikan dalam modul ini, agar sebagai manajer pelatihan dapat menciptakan lingkungan pelatihan yang mendukung bagi terjadinya proses pelatihan. Proses penciptaan lingkungan belajar yang efektif itu, dilakukan melalui antara lain: (a) Memilih tempat pelatihan yang sesuai untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan bagi perancang pelatihan, (b) Memastikan ruangan pelatihan kondusif bagi terjadi pengenalan satu-sama lain secara efektif, (c) Memastikan adanya ruang kerja individual dan kelompok, serta pengaturan-pengaturan lain yang dituntut dalam modul ini agar mendukung berlangsungnya proses belajar yang efektif. 
2) Pelatih. Pelatih adalah seseorang karena kepakarannya dan pengalamannya dalam mengelola pelaksanaan pelatihan intensif, bertanggung-jawab demi terselenggaranya pelaksanaan Pelatihan Perancangan Pelatihan yang efektif. Ia memastikan agar tujuan-tujuan belajar keseluruhan maupun tujuan-tujuan belajar tiap modul tercapai secara efektif. Ia memastikan penciptaan suasana belajar dan proses belajar yang efektif, dan memantau serta mengevaluasi perkembangan proses belajar individu dan kelompok. Ia juga memberikan umpan-balik (feedback) dan penguatan belajar (learning reinforcements) sepanjang periode pelatihan secara bertahap dan berkesinambungan. Ia memastikan adanya sumber-sumber belajar yang relevan 
3) Asisten Pelatih. Asisten Pelatih adalah anggota tim pelatih yang bertugas membantu Pelatih agar tercapai pelaksanaan pelatihan yang efektif. Asisten Pelatih bertugas memantau dan melakukan dokumentasi proses pelatihan setiap pokok bahasan dalam bentuk tertulis, atau dalam bentuk audio-visual. Ia mencermati perkembangan pribadi dalam hal perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta, dan memberikan umpan-balik (feedback) dan penguatan belajar (learning reinforcement) yang tepat melalui penciptaan lingkungan belajar yang optimal menggunakan beragam metode kreatif; atau, memberikan umpan-balik dan penguatan belajar secara tidak langsung kepada peserta melalui Pelatih. Ia juga membantu pelatih utama memberi masukkan-masukkan intervensi kepada peserta, selama proses pelatihan berlangsung. 
4) Tenaga Ahli Kepakaran Khusus Adalah seseorang yang memiliki kepakaran akademik dan pengalaman empirik dalam bidang tertentu seperti pembuatan kurikulum atau bidang lainnya. Ia bertugas menjadi narasumber, pelatih, dan pengajar pada bidang tertentu. Ia bertanggung-jawab agar proses belajar pada pokok bahasan khusus -dengan mana ia menjadi pelatih- berjalan efektif. 
5) Peserta Pelatihan adalah orang yang potensial dan bersedia terlibat dalam kegiatan pengembangan diri dan kompetensi menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, dan melalui proses seleksi ia terpilih menjadi peserta pelatihan ini. 

Etika Pelatih 
Menurut A. G. Lunandi sebagai pelatih harus mampu menempatkan diri sebagai pembimbing yang posisinya sejajar dengan nara didik. Untuk itu pelatih membutuhkan beberapa sikap etis sebagai berikut: 
A. Empati, yakni membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para warga belajar: mencoba melihat situasi sebagaimana warga belajar melihatnya; berada dan bersatu dengan warga belajar. 
B. Kewajaran, yakni bersikap, bertindak dan berkata jujur, apa adanya, jangan berlebihan seolah ingin menempatkan lebih tinggi dari warga belajar. Demikian pula dalam berpenampilan (cara berpakaian) di depan kelas. Hindari memainkan (secara sadar maupun tidak) peran sebagai pengajar. 
C. Respek, yakni mempunyai pandangan positif terhadap semua peserta. Gambaran negatif terhadap peserta akan mendorong pelatih bersikap negatif pula yang tentu berdampak kurang baik pada proses dan hasil pelatihan. 
D. Komitmen dan kehadiran, yakni menghadirkan diri secara penuh; siap menyertai kelompok dalam segala keadaan. Tindakan ini akan membangun keakraban dan keterbukaan antara peserta dan pelatih. Peserta akan merasa aman dan nyaman dengan kehadiran peserta. 
E. Mengakui kehadiran orang lain, yakni mengakui adanya orang lain; tidak menonjolkan diri; menunjukkan kepada mereka bahwa peserta sadar akan kehadirannya. Lakukan komunikasi verbal maupun nonverbal dengan mereka, bersedia mendengar, memberi kesempatan kepada peserta untuk aktif dan menonjol. 
F. Membuka diri, yakni keterbukaan mempunyai dua segi: (1) menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman peserta sendiri; setiap saat bersedia mengubah sikap dan pendapat dan konsep saya sendiri; tidak bersikap ngotot agar bermunculan kemungkinan-kemungkinan baru. (2) Secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain; mengenalkan diri kepada kelompok, apa yang saya rasakan, apa harapan saya, bagaimana pandangan saya, suka dan duka saya; mau mengambil risiko melakukan kekeliruan. 
  Selain hal-hal yang dianjurkan untuk dilakukan pelatih seperti di atas, juga perlu diperhatikan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelatih pelatihan bagi orang dewasa, yakni: 1) Tidak menggurui; 2) Tidak menjadi “ahli”; 3) Tidak memutus pembicaraan; 4) Tidak berdebat; 5) Tidak diskriminatif. 
  Pada pelatihan yang bersifat partisipatif (Participatory Training Methodology = PTM), pelatih adalah pelatih dalam proses belajar peserta. Pelatih bukan hanya seorang yang ahli dari suatu bahan pelatihan, namun juga harus mampu rnenciptakan interaksi belajar. Pelatih bukan “bos” atau “atasan” melainkan partner atau mitra yang berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Memfasilitasi bukan dengan cara “mengajar”, “menggurui” atau bahkan “memerintah”, melainkan dengan cara memberi contoh, merangsang, dan mendorong peserta untuk berfikir sendiri, untuk menyadari perasaan dan pengalaman masing-masing untuk menemukan jawaban sendiri. Dengan demikian akan diperoleh pelajaran yang paling bermanfaat dan berharga karena belajar dari pengalaman peserta sendiri. Melihat peran dan tugas pelatih seperti itu, maka wajarlah bila seorang pelatih dituntut menjadi figur yang lengkap dan sempurna (meskipun tidak ada manusia yang sempurna). Figur pelatih seperti yang diharapkan bukanlah diperoleh dari mempelajari suatu bahan pelatihan atau dari pendidikan yang tinggi. Figur pelatih lebih banyak ditentukan oleh kepribadian yang dimiliki berkaitan dengan pengembangan diri sendiri sebagai pelatih. 
Pelatih yang efektif dalam interaksi dan proses belajar akan mengupayakan dan memperlihatkan ciri-ciri antara lain: 
1.Mendasarkan pengalaman dan latar belakang peserta, artinya pembahasan isi pelatihan didasarkan pada pengalaman peserta. Bukan pengalaman pelatih semata. 
2.Memadukan pengalaman antar peserta untuk mengembangkan pengalaman baru melalui proses diskusi. 
3.Menerapkan swa-belajar. (self learning), artinya mengupayakan agar terjadi proses belajar yang efektif dengan cara belajar masing-masing. 
4.Mengarah pada penguasaan belajar (Mastery learning), artinya mengupayakan agar peserta dapat menemukan cara belajar yang efektif. 
5.Mengarah pada belajar pemahaman atau penghayatan (insightfull learning), artinya belajar untuk proses menyadari, memahami dan menghayati, bukan untuk menghafalkan. 
6.Mengembangkan perwujudan diri (self actualization), artinya mengupayakan peserta untuk mau dan mampu menentukan dan menemukan dirinya sendiri sesuai dengan potensinya. 
  Adapun tugas utama pelatih adalah membantu warga belajar secara maksimal dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif. Keterampilan tersebut tentu saja hanya akan dapat dikembangkan dengan upaya sendiri dan melatih diri atau membiasakan diri, baik di dalam pelatihan maupun di luar pelatihan. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan belajar seseorang 
Dalam merancang sebuah pelatihan, hal-hal perlu diperhatikan adalah faktor-faktor yang dapat membantu cepatnya proses transfer pengetahuan seseorang. Dengan memahami hal ini, maka perancang pelatihan dengan serius memperhatikan ketercapaian tujuan pelatihan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : 
  • Psikologis. Beberapa orang lebih memilih “gambaran besar”, sedangkan orang lain menginginkan proses setahap demi setahap. 
  • Lingkungan. Suara, cahaya, suhu, dan susunan tempat duduk bisa berdampak terhadap pembelajaran. Sebagai contoh, duduk di atas kursi yang keras untuk beberapa jam akan menimbulkan stres terhadap tubuh, serta mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi. 
  • Emosi. Motivasi peserta untuk mengikuti sesi pelatihan akan mempengaruhi proses pembelajaran. Mereka yang mengikuti sesi karena mereka menginginkannya lebih besar kemungkinannya untuk memperoleh pengalaman belajar yang positif daripada mereka yang mengikuti sesi karena diminta ikut oleh para supervisor atau atasannya. 
  • Sosiologis. Manusia adalah makhluk sosial. Meskipun beberapa orang dapat belajar dengan lebih baik ketika sendirian, penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang belajar dengan lebih baik dan memperoleh kepuasan yang lebih besar melalui pengalaman belajar yang melibatkan mereka dalam kelompok kecil atau berpasangan. 
  • Fisik. Kondisi fisik seseorang, termasuk pendengaran, melihat, kesehatan secara umum, dan tingkat energi, mempengaruhi kemampuan mereka dalam belajar. Sebagian besar orang memiliki energi yang lebih sedikit di sore hari. Pelatih sebaiknya mengingat hal ini ketika merancang dan mengembangkan program-program. 
  • Intelektual dan Pengalaman. Mereka yang mengikuti sesi pelatihan memiliki beragam latar belakang pendidikan, pengalaman hidup, kecerdasan, dan kemampuan. Itulah alasannya betapa pentingnya memiliki sebanyak mungkin informasi mengenai peserta sebelum mereka mengikuti sesi pelatihan. 
  • Usia. Salah satu isu yang sering muncul dalam pelatihan bagi pelatih (train-the-trainer) dan kursus melatih (coaching course) berhubungan dengan dampak usia terhadap proses pembelajaran. Para pelatih sering mengatakan bahwa pekerja yang berusia lebih tua biasanya lebih lambat dan lebih sulit untuk dilatih. Secara umum pembelajar muda lebih efisien dalam menghafalkan informasi, sedangkan pembelajar tua lebih mampu menilai dan menerapkan informasi. 
Dengan memahami faktor-faktor tersebut, maka perancang pelatihan memahami strategi yang tepat untuk faktor tertentu. Gunakanlah strategi berikut ketika merancang, mengembangkan, dan menyampaikan pelatihan Anda: 
  • Gunakanlah metode ceramah seminimal mungkin. Singkat informasi yang akan disampaikan dalam bentuk poin pembelajaran, daftar, bagan, grafik, dan bentuk visual lainnya. 
  • Buatlah agar sebagian besar pekerjaan dikerjakan oleh peserta. Ketika peserta melaksanakan pekerjaannya, mereka menyalurkan informasi baru tersebut ke dalam ingatan jangka panjang, mirip seperti menyimpan data di dalam komputer. Sekarang memori yang bekerja bebas untuk menyerap potongan informasi berikutnya. 
  • Buatlah potongan isi atau informasi, dan salurkan atau komunikasikan hal itu secara bertahap dengan disertai penambahan jumlah atau tingkat informasi. Gunakan beragam kegiatan untuk mengkomunikasikan materi. 
  • Rancanglah buku kerja dan materi pendamping lain yang menampilkan informasi dalam susunan yang mudah diikuti dan mudah dipahami. 

Bagaimana membuat agenda pelatihan sehingga detail? 
Agenda pelatihan bisa dibuat sangat detail, dengan menyertakan tujuan dari setiap sesi, dan hanya digunakan untuk pelatih. Peserta akan menerima agenda yang kurang detil. Agenda peserta berjalan paralel dengan agenda pelatih, tetapi terbatas kepada topik-topik umum dan perkiraan alokasi waktu agar memungkinkan fleksibilitas. 
Satu agenda pelatih yang dirancang baik harus: 
  • Bertujuan untuk mencapai tujuan pelatihan atau sesuai dengan keperluan pelatihan yang sudah teridentifikasi. 
  • Mengikuti satu siklus pembelajaran logis, baik dalam agenda keseluruhan maupun dalam setiap sesi. 
  • Menggunakan satu variasi metode dan teknik pelatihan partisipatif 
  • Layak untuk dicapai, baik dari segi waktu maupun ketersediaan sumber daya 
  • Cukup fleksibel untuk mengakomodasi keperluan spesifik, atau perubahan yang diperlukan berdasarkan umpan balik harian. 
  • Menyediakan cukup waktu untuk membuka dan menutup setiap hari, untuk mengingatkan, untuk menyegarkan, untuk merumuskan, mengaitkan dan menyediakan kesempatan untuk umpan balik harian. 
Semua informasi dari langkah-langkah sebelumnya harus dijadikan pertimbangan — siapa peserta saya, apa yang mereka perlukan, apakah tersedia sumber daya, dan lain-lain. Berdasarkan informasi ini satu agenda pelatih bisa dikembangkan. 
  Salah satu tugas dalam menyusun agenda pelatih adalah mengurutkan acara pembelajaran. Proses mengurutkan acara pembelajaran ini merupakan campuran dari berbagai komponen, dimana sebagian adalah logika, sebagian pengalaman, sebagian intuisi dan sebagian akal sehat yang baik. Mengurutkan, atau memutuskan apa yang muncul selanjutnya, merupakan kepedulian mikro maupun makro. Agenda pelatih adalah alat untuk bekerja dari makro turun ke tingkat mikro. 
  Bagaimana caranya mengembangkan satu agenda pelatih? Setiap pembelajar mempunyai caranya sendiri-sendiri. Berikut ini adalah pendekatan yang disarankan: 
1. Prioritaskan dan pilih keperluan pelatihan. Suatu rancangan akan memiliki risiko tertinggi apabila program dirancang terlalu padat. Karenanya sangat penting untuk membedakan antara apa yang pembelajar: 
  • Apa yang pembelajar harus pahami atau harus kuasai 
  • Apa yang pembelajar bisa pahami atau kuasai 
  • Apa yang pembelajar mampu pahami atau kuasai
Segala sesuatu yang harus diketahui atau dikuasai oleh pembelajar harus disertakan dalam pelatihan Anda. Sedangkan untuk hal-hal yang bisa pembelajar pahami atau bisa kuasai, boleh disertakan beberapa saja. Sedangkan untuk hal-hal yang pembelajar mampu pahami atau mampu kuasai, boleh disertakan lebih sedikit lagi. 
2. Setelah memilih, Anda harus mulai mengurutkan topik-topik berdasarkan waktu yang tersedia. Satu cara mengurutkan adalah dengan menemukan kerangka utama dari alur keseluruhan pelatihan Anda. Satu kerangka utama akan membantu Anda untuk merancang satu alur logis dan membantu Anda untuk mengaitkan sesi-sesi selama penerapannya. Selain itu, bagi pembelajar, kerangka utama akan membantu untuk membangun pengetahuan dan keterampilan berdasarkan apa yang mereka pelajari dari hari ke hari. Pendekatan pengurutan yang biasa dilakukan adalah: 
  • dari umum ke spesifik 
  • dari kongkrit ke abstrak 
  • dari yang diketahui ke yang tidak diketahui 
  • dari sederhana ke yang lebih kompleks 
  • mengikuti satu organisasi atau proses logis yang sudah ada 
  • mengikuti aturan penampilan pekerjaan; sebagai contoh membuat satu pembibitan 
3. Bagi topik-topik mengikuti alur umum berdasarkan waktu yang disediakan untuk pelatihan. Sebagai contoh jika itu adalah pelatihan tiga minggu, bagi topik-topik selama tiga minggu dengan cara yang logis. Kemudian bagi topik-topik berdasarkan hari dalam setiap minggu, sampai akhirnya bagi topik-topik dalam setiap hari menjadi sesi-sesi. 
4. Tulis waktu, topik-topik, tujuan dan bahan-bahan untuk setiap sesi dalam satu agenda pelatih. 
5. Ulas dan lebih baik lagi diskusikan agenda pelatih persama anda pelatih lainnya untuk memastikan bahwa: 
  • Programnya tidak berlebihan 
  • Mempertimbangkan hari dan minggu pelatihan: periode istirahat setelah makan siang, hari keempat dalam minggu, perasaan Jumat sore dan lain-lain. 
  • Kesempatan untuk humor dan bergembira disertakan seperti icebreakers, pembuka, kesenian, musik, teka-teki, permainan dan pergerakan. 
  • Aktifitas yang lebih ‘mengancam’ (permainan peran, fish bowls, dan tipe-tipe energizers tertentu) jangan diletakkan di awal program. 
  • Dukungan bahan untuk setiap sesi, seperti lembar kerja, instrumen, dan kuis untuk memeriksa pemahaman. 
Adapun cara mengembangkan satu agenda pelatihan :
1. Langkah pertama adalah menulis semua kebutuhan pelatihan atau topik-topik pelatihan pada. post-it terpisah. Anda bisa menggunakan post-it yang berbeda warnanya untuk membedakan berbagai tipe dari topik atau kebutuhan pelatihan. Prioritaskan dan pilih keperluan pelatihan Anda, dengan menggunakan alat berikut ini: 
  • Harus dipahami atau dikuasai 
  • Bisa dipahami atau dikuasai. 
  • Mampu dipahami atau dikuasai. 
2. Langkah berikutnya adalah mengembangkan satu alur keseluruhan atau kerangka utama, dengan mengurutkan keperluan pelatihan. Banyak pelatih yang merancang alur pelatihan yang berbasis pada kepentingan pelatih. Sekarang coba balik, bayangkan dari sisi peserta pelatihan. Caranya dengan mengurutkan topik dari umum ke spesifik dan dari konkrit ke abstrak.
3. Selanjutnya, masukkan urutan topik yang sudah dirancang, ke dalam waktu pelatihan, sesuaikan dengan jumlah hari, minggu atau bulan (termasuk pelatihan di dalam ruang kelas dan di lapangan). Mulailah dengan gambaran umum, lalu fokus pada satu minggu, lalu pada satu hari, dan terakhir, bagi topik per sesi. Cara termudah untuk melakukannya adalah dengan menggambar tabel jadwal pelatihan Anda di kertas flip chart, dan Anda menempelkan post-it dan bisa memindah-mindahkannya agar bisa menghasilkan urutan yang paling logis. Ketika melakukannya, mungkin Anda akan mengkaji ulang langkah pertama dan kedua, dan menanyakan kembali, apakah topik yang dipilih betul-betul penting? Apakah proses ini adalah proses yang terbaik? Apakah peserta membutuhkan waktu yang lebih lama?


4. Setelah Anda puas dengan alur secara umum, maka sekarang waktunya untuk mengisi setiap sesi dengan lebih detil. Tulislah waktu yang diperlukan, apa topiknya, apa tujuannya, dan bahan-bahan yang diperlukan untuk setiap sesi. Anda bisa menggunakan format pada halaman selanjutnya.
5. Tulis alur agenda Anda pada flipchart agar bisa dibahas oleh anggota tim pelatih yang lain, atau oleh reviewer yang Anda undang.


Strategi Pelatihan 
Suatu strategi pelatihan selalu didasarkan pada sejumlah asumsi. Jelaskan, bagaimana peserta bisa mencapai tujuan pelatihan, dengan menggunakan kegiatan atau metode yang sesuai dengan kelompok yang dilatih, dengan mempertimbangkan konteks dan sumberdaya yang tersedia. Dengan kata lain, suatu strategi pelatihan menentukan bagaimana peserta menyusun program pelatihan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan pelatihan yang sudah diidentifikasi.
  Suatu strategi pelatihan penting karena: 1) Menjelaskan peserta memilih beberapa metode dan cara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, 2) Menjelaskan mengapa peserta menekankan pada jenis-jenis kegiatan pelatihan tertentu dan kegiatan pendukungnya, 3) Menjelaskan bagaimana tujuan-tujuan tertentu dapat dicapai, dengan mempertimbangkan kelompok sasaran, tersedianya sumberdaya, kondisi kerja, serta konteks sosial politik, 4) Membuat asumsi-asumsi menjadi eksplisit, terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan perubahan. Berikut adalah beberapa cara atau strategi yang dapat digunakan untuk merancang suatu program pelatihan. Seringkali dalam satu program digunakan kombinasi dari beberapa strategi di bawah ini:


Pemilihan Metode Pelatihan
Metode berasal dari kata method (inggris) atau metha (Yunani) dan hodos yang artinya jalan atau cara untuk mencapai tujuan. Dalam dunia belajar dan pelatihan, maka metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan untuk mengkomunikasikan materi dan isi pembelajaran atau pelatihan. Merujuk pada pengertiannya, maka metode menjadi alat yang sangat esensial untuk membantu peserta pelatihan mencapai tujuan melalui pemahaman yang optimal akan isi pelatihan. Sehubungan dengan konsep pembelajaran orang dewasa (andragody) maka metode pelatihan harus dapat membantu peserta untuk secara aktif memahami proses dan isi pelatihan. Bagian ini akan memaparkan fungsi metode, alternatif metode pelatihan serta alasan penentuan metode yang dapat digunakan. Adapun fungsi dari metode penelitian adalah : 1) Penuntun dalam penyampaian atau pembahasan isi pelatihan; 2) Pembangkit perhatian dan minat belajar para peserta pelatihan; 3) Pencipta peluang interaksi bagi peserta pelatihan; 4) Pencipta iklim yang mendukung proses pelatihan
  Tidak ada petunjuk yang jelas dalam menentukan metode pelatihan. Memilih metode yang akan digunakan adalah proses kreatif dan analitis yang harus mempertimbangkan berbagai masalah. Setiap pelatih memiliki metode personal yang digemarinya, tergantung pada minat, gaya dan pengalaman personal. Bagaimanapun kita, sebagai pelatih, harus mencoba memilih satu metode pelatihan yang tepat tidak hanya berdasarkan minat sendiri tetapi terutama dari sudut pandang peserta.
  Pertimbangkan hal berikut ini dalam memilih metode pelatihan:
  • Apakah tujuan pembelajaran? Tujuan pembelajaran bisa berhubungan dengan peningkatan kesadaran, pemahaman, penguasaan keterampilan, perubahan sikap. 
  • Berapa banyak pengalaman yang dimiliki peserta yang berhubungan dengan topiknya? Jika mereka memiliki pengalaman, maka Anda harus mempertimbangkannya, dan memberi mereka kesempatan untuk mengingat dan berbagi. Kita bisa menggunakan studi kasus, permainan peran, simulasi, curah pendapat dan lain-lain. sebagai cara untuk berbagi pengalaman.
  • Bagaimanakah profil peserta? Berapa umur, seks, latar belakang pendidikan dan sosial mereka? Bagaimana mereka biasa belajar? Apakah mereka pernah mengikuti program pelatihan ebelumnya?
  • Bagaimana pengalaman Anda sendiri? Apakah kekuatan dan kelemahan Anda? Sebagai seorang pelatih, Anda harus merasa nyaman menggunakan metode pelatihan.
  • Seperti apakah situasi praktisnya? Anda harus memeriksa, ketersediaan waktu, bahan-bahan, sumber daya, fasilitas, dan tempat.
Dalam memilih dan menggunakan metode pelatihan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan menurut Yunus, dkk (2009) dan , yaitu:
1. Isi atau materi pelatihan
2. Existing pengetahuan yang dimiliki oleh peserta tentang materi pelatihan
3. Tujuan pelatihan
4. Waktu yang tersedia
5. Ukuran/besaran kelompok pelatihan
6. Jenis partisipasi yang diinginkan
7. Peralatan yang tersedia
8. Ruangan yang akan dipakai
9. Biaya
10. Pengetahuan dan Kompetensi yang dimiliki Pelatih
11. Pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki peserta pelatihan
12. Learning Style dari para peserta pelatihan
  Proses berpikir dalam menentukan metode pelatihan yang akan dipakai, bisa saja menghasilkan 3 jalan yaitu: 1) memilih salah satu metode yang ada, 2) memilih dan mengkom­binasikan lebih dari 2 metode yang ada secara efektif maupun sampai pada 3) merancang atau menemukan metode baru yang berbeda namun dipandang lebih efektif. Selain mempertimbangkan aspek-aspek diatas, sangat penting juga untuk diingat bahwa ti­dak ada satu metode pelatihan yang paling baik dan atau benar. Penggunaan metode kombi­nasi lebih disarankan untuk pencapaian efektifitas pelatihan. Ringkasan berikut ini akan memberi Anda beberapa petunjuk tentang berbagai tipe penerapan sejumlah metode pelatihan.




Media Dalam Pelatihan
Kata media berasal dari Bahasa Latin Medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Ada banyak batasan yang diberikan bagi pengertian kata media ini. Association of Education and Communication Technology, mengartikan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan informasi. Sementara Gagne (1970) menyatakan bahwa semua ragam komponen yang ada dalam lingkungan yang merangsang proses belajar adalah media. Lebih spe­sifik, Briggs (1970) berfokus pada alat-alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang seseorang untuk belajar. Definisi yang sedikit lebih luas dike mukakan oleh National Education As­sociation (NEA). Menurut definisi NEA, media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak mau­pun audiovisual serta peralatannya. Media harus dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca. Walaupun ada banyak definisi, aspek yang selalu muncul dalam setiap definisi adalah bahwa media merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan yang kemudian dapat merangsang terjadinya proses belajar. 
  Jika melihat perkembangan yang terjadi pada media pembelajaran atau pelatihan, maka dapat dili­hat pergerakan yang melaju dengan cepat. Saat ini dapat ditemukan dalam pengajaran dan atau pelatihan bahwa media yang digunakan bervariasi mulai dari media sederhana seperti gambar dan objek nyata hingga media berbasis teknologi yang lebih modern dan canggih. Pada mulanya, media hanya merupakan alat bantu sehingga yang dipakai adalah alat bantu visual seperti gambar, model ataupun objek. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio, alat bantu visual kemudian dilengkapi dan dikenal secara luas dengan audio visual aids. Kehadiran media berbasis teknologi yang cang­gih sebagai alat bantu pelatihan sejauh ini dianggap sebagai cara yang efektif untuk melakukan pelatihan. Ini juga memunculkan debat tentang efektivitas dari berbagai media konvensional yang telah dipakai. 
  Dalam memilih media yang akan digunakan harus memperhatikan ketersediaannya. Menurut ketersediaannya media dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu media jadi dan me­dia rancangan. Tentu saja masing-masing kelompok memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari media jadi adalah efisiensi waktu, biaya dan tenaga dalam pengadaannya namun perlu disadari bahwa ketepatan media jadi dengan tujuan dan konteks pelatihan sangat kecil. Sebaliknya, media rancangan akan memakan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit akan tetapi media yang dihasil­kan akan menjadi sangat tepat digunakan dalam pelatihan tertentu. 
  Beberapa pertanyaan yang sangat penting untuk dijawab sebelum memilih media pelatihan adalah: A. Kesesuaian media dengan tujuan pelatihan/ compatibility. Sebagaimana dikemukakan diatas, media merupakan alat bantu atau perantara penyampaian pesan. Merujuk pada fungsi ini maka media pelatihan yang dipilih harusnya membantu efeksti­fitas dan efisiensi pencapaian tujuan; B. Kesesuaian media dengan konteks dan peserta pelatihan. Konteks dan peserta adalah hal berikut yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pada akhirnya penggunaan media bertujuan untuk mengoptimalkan pengalaman belajar para peserta pelatihan sehingga mengenali dan mempertimbangkan karakteristik peserta pelatihan menjadi sangat penting. Sehubungan dengan aspek pertimbangan ini, pengenalan akan peserta pelatihan akan sangat membantu dalam penentuan penggunaan media, terutama yang berbasis teknologi. Kemampuan dan penguasaan peserta akan teknologi yang akan digunakan sebagai media akan sangat mempengaruhi efektifitas penggunaan media tersebut; C. Ketersediaan sumber setempat. Yang dimaksud dengan aspek ini adalah apakah media yang ingin digunakan sudah tersedia. Jika belum tersedia maka tentu saja harus dipikirkan bagaimana media akan diadakan; D. Ketersediaan sumber daya pendukung pembuatan media. Dalam hal dimana media tidak tersedia maka tentu saja pelatih harus menggunakan daya kreasi untuk membuat media sendiri. Dalam pengembangan media yang dirancang khusus, keterse­diaan sumber daya pendukung seperti waktu, fasilitas, tenaga dan dana menjadi pertimbangan yang esensial; E. Keluwesan dan Ketahanan Media, artinya dalam memilih atau membuat media, perlu dipertimbangkan lama waktu pemakaian. Jika sebuah media harus dirancang dan dibuat sendiri kemudian hanya bisa dipakai sekali cenderung menjadi tidak efisien dari segi tenaga dan biaya. Selain itu, media yang dipilih harusnya bersifat portable dan adjustable. Yang dimaksud dengan sifat ini adalah bahwa media yang dipakai untuk pelatihan hendaknya dapat bersifat fleksibel dan dapat diadaptasikan dengan berbagai konteks dan juga bersifat ringan untuk dibawa; F. Efektivitas biaya dalam jangka waktu yang panjang.
Adapun ragam media adalah sebagai berikut : 
A. Media audio - visual
Dikarenakan ingatan jangka pendek hilang dalam beberapa detik, untuk itu pelatih ha­rus menemukan cara untuk “mengatur” informasi agar muncul dalam ingatan jangka panjang. Salah satu cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan menggunakan media visual. Media visual memainkan peranan penting dalam membantu peserta mempertahankan informasi. Edgar Dale mengembangkan apa yang sekarang dikenal sebagai, “Dale’s Cone of Experience” (Walters, 1993). Penelitiannya menyimpulkan bahwa orang akan mengingat: 20% dari apa yang mereka dengar; 30 % dari apa yang mereka lihat; 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar; 80 % dari apa yang mereka dengar, lihat, dan lakukan.
Tujuan utama dari media visual adalah untuk mempertinggi nilai pelatihan, dan meningkatkan inga­tan. 
B. Media Audio
Media audio sering digunakan untuk memainkan sebuah aktivitas. Pendengaran memang terbatas untuk menyimpan memori, akan tetapi dapat membantu dalam gerakan kinestetis. Media ini lebih efektif digunakan dalam energeizer atau bermain. Ingalah bahwa ia hanyalah alat bantu untuk melakukan aktivitas tertentu. Contoh dari media ini adalah speaker, pengeras suara, tape, dan lainnya.
C. Media Visual
Media visual yang biasanya digunakan adalah tampilan slide PowerPoint. Komputer pada umumnya memiliki tampilan slide untuk transparansi dengan tampilan 35 mm. Perlengkapan yang dibutuhkan adalah sebuah komputer dan sebuah proyektor LCD. Kefleksibelan media ini memungkinkan anda untuk memodifikasi informasi pada saat itu juga untuk merefleksikan perkembangan berita terakhir atau masukan dari peserta. Sayangnya, dengan kemampuan ini pelatih sering terlalu bergantung pada media ini dan menjadi lebih pasif dalam menyampaikan pelatihan. Media visual lainnya adalah flip-chart dan transparansi (sebagaimana yang telah dijelaskan di bagian depan materi ini). Tanpa melihat media visual yang anda gunakan, petunjuk berikut akan membantu anda untuk menciptakan tampilan visual sehingga dapat mendapatkan hasil yang anda inginkan. Panduannya yakni : Batasi penggunaanya, Buatlah sederhana, Buatlah agar mudah dibaca, Gunakan warna. 
Berikut ini ditunjukan contoh media dalam pelatihan :
Contoh dibawah menjelaskan tentang: Media - Kelebihan - Kekurangan - Digunakan Saat 


Rencana Pelaksanaan Pelatihan (RPP)
Melaksanakan sebuah pembelajaran/pelatihan bukanlah pekerjaan yang mudah, semudah membalik telapak tangan. Pembelajaran/pelatihan harus direncanakan sedemikian rupa menurut langkah-langkah tertentu sehingga pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan. Rencana Pelaksanaan Pelatihan (RPP) dibutuhkan sebagai proyeksi aktivitas sebuah pelatihan yang diturunkan dari Silabus. RPP tidak hanya memuat gambaran proses kegiatan yang dilakukan oleh pelatih tetapi juga peserta. RPP yang dibuat oleh perancang adalah rencana pelaksanaan yang sangat rinci dan menggambarkan bagaimana proses pembelajaran mencapai tujuan. Ia adalah perpaduan dari urutan kegiatan,cara pengorganisasian materi berbagi, peralatan dan bahan, serta waktu yang dialokasikan dalam proses pelatihan untuk mencapai tujuan yang ditargetkan. Perencanaan pelatihan berfungsi sebagai:
1. Kompas kegiatan pembelajaran. Sebagai kompas artinya dokumen RPP menentukan arah kegiatan pembelajaran
2. Menentukan bagaimana cara pelatih dan peserta mencapai tujuan yang telah ditetapkan. RPP memberi gambaran secara detail setiap proses yang akan dilakukan dalam sebuah pelatihan
3. Mengukur seberapa jauh tujuan telah tercapai dan tindakan apa yang harus dilakukan apabila tujuan belum tercapai.
Dengan demikian jelas bahwa RPP berfungsi sebagai pedoman bagi pelatih agar dapat memfasilitasi pelatihan dengan baik tanpa kekuatiran menyimpang dari tujuan, ruang lingkup materi, strategi pembelajaran dan metode evaluasi yang seharusnya.
  Terdapat banyak model seorang perancang atau pelatih pelatihan gunakan dalam merancang sebuah dokumen RPP. Meskipun dalam berbagai keragaman model penulisan, perlu diingat satu prinsip utama bahwa sebuah urutan kegiatan pelatihan terdiri dari 3 hal berikut: 1) kegiatan pendahuluan; 2) kegiatan inti/penyajian ; dan 3) kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan disebut juga kegiatan pra instruksional. Kegiatan inti disebut sebagai penyajian informasi yang melibatkan partisipasi peserta pelatihan. Kegiatan penutup teridiri dari) tes dan tindak lanjut. pendahuluan yang dapat berupa pemberian motivasi , menarik perhatian peserta, dan atau menjelaskan tujuan pelatihan kepada peserta. Kegiatan inti berisikan pemberian stimulus (masalah topik, konsep) , memberi arahan pembelajaran, menimbulkan penampilan dan partisipasi peserta. Kegiatan penutup mencakup umpan balik, tes kecil, menilai penampilan peserta pelatihan, menyimpulkan pembelajaran serta hal-hal yang dapat dilakukan sebagai tindak lanjut atas pelatihan. 
Berikut ini adalah komponen-komponen apa saja yang perlu dituangkan/dijabarkan ketika seorang perancang mengembangkan dokumen RPP
1. Identitas RPP
Identitas RPP memuat judul pokok bahasan, tujuan pembelajaran dan waktu yang dibutuhkan. Judul pokok bahasan dapat dilihat pada dokumen RFP.Tujuan pembelajaran berisikan tentang pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki/ditunjukan peserta sebagai indikator ketercapaian hasil belajar. Waktu yang dibutuhkan adalah waktu yang diagihkan untuk mencapai satu tujuan pembelajaran (satu RPP). Metode dan media akan diuraikan secara lebih spesifik dalam bagian metode dan media.
2. Metode instruksional
Metode instruksional adalah cara seorang perancang mengorganisasikan bahan agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Ada beragam metode yang digunakan dalam setiap urutan kegiatan instruksional. Setiap urutan bisa saja menggunakan satu dan atau beberapa metode sekaligus atau dapat juga beberapa langkah menggunakan metode yang sama. Metode instruksional berfungsi sebagai cara dalam memfasilitasi (menguraikan, memberi contoh, memberi latihan) kegiatan berbagi/ proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai metode dapat digunakan seorang pelatih seperti metode ceramah, demonstrasi, diskusi, studi mandiri, kegiatan instruksional terprogram, simulasi, dan lain-lain. 
3. Media instruksional
Secara sederhana media dapat diartikan sebagai alat yang dipakai untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pemberi pesan kepada penerima pesan. Media instruksional adalah alat dan bahan yang digunakan pelatih dan peserta pelatihan dalam sebuah kegiatan pelatihan. Media instruksional dapat berupa media cetak dan atau media audiovisual yang digunakan pada setiap urutan kegiatan pelatihan. Beberapa media dapat digunakan pada setiap urutan atau satu media digunakan dalam beberapa urutan kegiatan.
4. Alokasi waktu
Alokasi waktu adalah waktu dalam menit yang dibutuhkan oleh pelatih dan peserta untuk menyelesaikan tiap tahap dalam urutan kegiatan pelatihan. Jumlah waktu yang dibutuhkan pelatih, terbatas pada waktu yang digunakan untuk memfasilitasi pertemuan dengan peserta. Sedangkan waktu untuk peserta adalah waktu yang digunakah dalam pertemuan dengan pelatih ditambah dengan waktu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan terstruktur dan mandiri di luar pertemuan dengan pelatih.
5. Urutan kegiatan instruksional
Urutan kegiatan instruksional adalah urutan kegiatan berbagi yang disiapkan dalam memfasilitasi pembelajaran kepada peserta. Urutan kegiatan instruksional seperti yang telah disebutkan di atas mengandung 3 sub komponen yaitu pendahuluan, penyajian dan penutup. 
a. Pendahuluan. Pendahuluan dalam kegiatan instuksional dapat juga disebut pengantar, kegiatan pembuka, dll. Apapun istilah yang dipakai, pendahuluan merupakan kegiatan awal bertujuan untuk ‘mengantar’ peserta agar siap berbagi/sikap dan pengetahuan yang baru. Pendahuluan berisi tiga hal berikut ini: 1) penjelasan singkat isi pembelajaran; 2) penjelasan relevansi isi pelajaran baru; 3) penjelasan tentang tujuan instruksional. Yang dimaksud dengan penjelasan singkat adalah penjelasan secara global tentang isi pelajaran yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran. Relevansi yang dimaksud adalah kaitan isi pelajaran yang sedang dipelajari denagn pengetahuan yang telah dimiliki peserta atau dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Tujuan yang dimaksud adalah pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diharapkan dicapai peserta pada akhir pembelajaran. 
b. Penyajian. Ada beberapa pengertian pokok yang terkandung dalam subkomponen penyajian ini: pertama, uraian. Uraian adalah penjelasan tentang konsep, prinsip dan prosedur serta materi yang akan dipelajari peserta. Kedua, contoh. Contoh bersama dengan contoh adalah tanda-tanda dan kondisi belajar yang merangsang peserta untuk dapat memberikan respons terhdapa isi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Contoh meliputi benda atau kegiatan yang bersifat positif atau pun negatif. Semakin relevan contoh dan uraian terhadap kehidupan peserta, semakin jelas bagi peserta. Ketiga, latihan. Latihan adalah kegiatan peserta dalam rangka menerapkan, konsep, prinsip atau prosedur yagn sedang dipelajarinya ke dalam praktik yang relevan denga pekerjaan atau kehidupannya sehari-hari. Perlu diingat bahwa latihan merupakan bagian dari proses belajar peserta, bukan tes. Dengan latihan, peserta belajar dengan aktif, tidak hanya duduk mendengarkan atau membaca saja. Latihan yang dilakukan oleh peserta diikuti dengan bimbingan atau tanggapan atas kekeliruan yang dibuat peserta serta cara memperbaikinya.Latihan perlu diulang seperlunya sampai peserta dapat menyelesaikannya dengan benar tanpa bantuan pengajar. Ketiga urutan sub komponen ini tidak bersifat hirarkhi, artinya urutan pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan
c. Penutup. Terdapat dua langkah dalam urutan terakhir kegiatan instruksional yaitu evaluasi formatif dan tindak lanjut. Evaluasi formatif adalah pertanyaan-pertanyaan atau seperangkat tugas yang diberikan untuk dilakukan peserta untuk mengukur kemajuan belajar. Evaluasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. 

Melakukan Evaluasi Pelatihan
Apakah evaluasi pelatihan itu? Evaluasi pelatihan adalah pengumpulan informasi kualitatif dan kuantitatif secara sistematis yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelatihan. Pandangan yang paling umum mengenai evaluasi adalah bahwa ini adalah tahap terakhir dari siklus desain pelatihan. Meskipun demikian, evaluasi pada akhir suatu latihan harus menjadi satu bagian integral dari siklus agar kita bisa memainkan satu peran kunci dalam kontrol kualitas dengan menyediakan umpan balik mengenai:
  • Pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh pelatih dan peserta.
  • Efektifitas dan pendekatan dan metode yang digunakan.
  • Apakah kebutuhan awalnya yang telah diidentifikasikan pada tiap tingkatan, semisal organisasional dan individual; telah dipenuhi.
Kebanyakan evaluasi pelatihan terutama hanya untuk mengukur kepuasan dan kegembiraan peserta. Meskipun demikian, evaluasi pada akhir pelatihan harus benar-benar mengukur tujuan pembelajaran yang spesifik. Dengan kata lain, evaluasi harus mengukur perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap daripada sekedar kepuasan atau kegembiraan peserta.
  Tingkat-tingkat evaluasi pelatihan berikut ini bisa diidentifikasikan, dihubungkan dengan rantai sebab dan akibat. Berikut ini ditunjukan beberapa ide mengenai tipe informasi apa yang dikumpulkan dan pada tingkat yang mana serta bagaimana.

Langkah-langkah dalam perencanaan evaluasi:
1. Putuskan mengapa, dan untuk siapa, pelatihan harus dievaluasi.
2. Perjelas apa yang dievaluasi; dalam tingkat dan komponen apa pada tiap tingkat.
3. Putuskan informasi apa yang harus dikumpulkan dan dari siapa - peserta, narasumber, dan lainnya.
4. Pilih metode-metode dan teknik-teknik evaluasi yang paling sesuai dengan tujuan dan situasi Anda.
5. Kembangkan dan laksanakan kegiatan evaluasi.
6. Gabungkan dan analisis data Penjajakan Kebutuhan Pelatihan, Monitoring harian, Rencana Aksi Peserta, Evaluasi Peserta, Umpan Balik dari pelatih termasuk pengamatan pelatih, umpan balik dari pemberi kerja, umpan balik lainnya.
7. Lakukan tindakan berdasarkan hasil, seperti memperbaiki kegiatan pelatihan, mengembangkan kegiatan atau pendekatan baru, dan mengembangkan kegiatan lanjutan dan dukungan yang diperlukan.
  Ide-ide berikut dapat melengkapi pendekatan yang lebih formal untuk evaluasi seperti kuesioner. Seperti halnya desain penelitian yang baik dilengkapi dengan metode-metode yang berbeda untuk mengkaji dan membuktikan suatu situasi, evaluasi pelatihan yang baik harus dilengkapi dengan beragam teknik-teknik penjajakan. Pendekatan-pendekatan alternatif untuk mengevaluasi berikut ini hanya sedikit menggunakan tulisan dan lebih banyak menggunakan ungkapan kreatif. 
  Model yang paling terkenal untuk mengevaluasi program pelatihan dikenalkan pada tahun 1959 oleh Donald Kirkpatrick. Model ini dianggap sebagai model terbaik oleh praktisi pelatihan. Meskipun keempat tingkatan model tersebut (reaksi, pembelajaran, perilaku, hasil) merupakan hal yang penting, Anda boleh memilih untuk tidak mengevaluasi dengan keempat tingkatan tersebut. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat sangat banyak organisasi yang mengevaluasi reaksi. Persentase yang cukup tinggi untuk mengevaluasi pembelajaran. Evaluasi terhadap perilaku mengikuti di belakang kedua tingkatan tersebut; evaluasi terhadap hasil menempati persentase yang terakhir.
  Organisasi di masa sekarang sangatlah sadar akan biaya, dan kebutuhan untuk mengukur keefektifan suatu pelatihan akan terus meningkat. Sebaiknya Anda membuat pendekatan yang komprehensif (menyeluruh) dalam melakukan evaluasi, Anda akan mampu membuat rekomendasi yang tepat atau menjawab dengan yakin ketika seseorang meminta kepada Anda untuk membuktikan bahwa pelatihan tersebut memberikan hasil. Berikut ringkasan dari model evaluasi tersebut:


Penutup
Yang perlu diperhatikan dalam manajemen pelatihan adalah kesatuan seluruh proses dalam mencapai tujuan pelatihan. Prinsip, asas metode, media, hingga evaluasi pelatihan merupakan satu keratuan sinergitas konsep dan ketrampilan dalam menuju pemberdayaan Sumber Daya Manusia yang bertanggung jawab. Pelatihan dianggap berhasil, apabila seluruh komponen pelatihan mengarah pada blueprint yang dibuat dari awal. Dan blueprint tersebut berkaitan dengan kemampuan setiap individu untuk mengeksekusinya, sehingga menjadi sebuah progress regenerasi pengetahuan dimasa datang. Kompetensi tiap individu sangat berkaitan dengan tanggung jawab para aktor dalam sebuah pelatihan, yang selalu berpegang pada tujuan luhur sebuah organisasi. 


Daftar Pustaka
  • Ametembun, N.A. 1978 . Suvervisi Pendidikan. Bandung: IKIP. 
  • bin Abdul Aziz Asy-Syalhub, Fuad. 2005. Mengajar EQ. Bandung: MQS Publishing. 
  • Boydell, TH. 1983. A Guide to the Identification of Training Needs. British Association for Commercial and Idustrial Education. 
  • Brown, H.D. (1994). Principles of Language Learning and Teaching. London: Prentice-Hall, Inc. 
  • Bray, T. 2006. The Training Design Manual : the complete practical guide to creating effective and successful training programmes. London-Philadelphia : Kogan Page
  • Davies, L.K. 1981. Instructional Technique. New York: McGraw-Hill. Hamalik, Oemar. 2000. Model-model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PPs UPI. 
  • Davis, E. 2005. The Training Managers: A Handbook. Terjemahan. Jakarta : PT. Gramedia
  • Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLPTK. 
  • Ife, J. dan Tesoriero, F. 2008. Community Development. Terjemahan. Edisi ke-3. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
  • Koordinator Pendidikan dan Pelayanan Kepada Masyarakat. 1996. “Kumpulan Makalah Pelatihan Mengajar bagi Instruktur PUSDIKLAT”. Jakarta: Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM), IKIP Jakarta. 
  • Levin, P. 2005. Succesful Teamwork. New York : Open University Press
  • Leigh, D. 2006. The Group Trainer’s Handbook: designing and delivering training for groups, 3rd edition. London-Philadelphia : Kogan Page
  • Lawson, K. 2006. The Trainer’s Handbook. 2nd Ed. San Francisco : Pfeiffer
  • Sudjana, D. 1983. Pendidikan Nonformal. Bandung: Theme 76. Syarif, Rusli. 1987. Teknik Manajemen Latihan dan Pembinaan. Bandung: Angkasa. 
  • Stenhouse, L. 1984. Artsitry and Teaching: The Teacher as Focus of Research and Development. 
  • Suchad, Agam. 1997. Model-model Pengembangan Minat dan Kegemaran Membaca Siswa. Depdikbud. 
  • Tilaar, H.A.R. 2004. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya. 
  • Umaedi. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Konsep Dasar. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. 
  • Wiedarti, Pangesti Ed. 2005. Menuju Budaya Menulis. Yogyakarta: Tiara Wacana.

(Materi disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, S.Si-teol.,MM, dalam Pelatihan BPC GMKI cabang Salatiga di SC GMKI cabang Salatiga, tanggal 18 Februari 2018, pukul 17.00 - 20.00 WIB)











4 komentar

4 komentar

  • Training karyawan
    Training karyawan
    6 Juli 2020 pukul 16.20
    terima kasih atas sharingnya, pelatihan karyawan dan pengembangan karyawan memang sangat diperlukan dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi
    Reply
  • Training karyawan
    Training karyawan
    29 Juni 2020 pukul 15.28
    terima kasih atas sharingnya, pelatihan karyawan dan pengembangan karyawan memang sangat diperlukan dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi
    Reply
  • Training karyawan
    Training karyawan
    20 Mei 2020 pukul 14.54
    terima kasih atas sharingnya, pelatihan karyawan dan pengembangan karyawan memang sangat diperlukan dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi
    Reply
  • lady mia
    lady mia
    31 Mei 2019 pukul 02.26
    KABAR BAIK!!!

    Nama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.

    Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan

    Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com

    Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.

    Sepatah kata cukup untuk orang bijak.
    Reply