xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

LOCAL KNOWLEDGE PEMIMPIN DARI JAWA


            




Pemimpin yang diterima oleh rakyat tidak terjebak pada latar belakang dan popularitas kekuasaan yang dimiliki, namun lebih melekat pada karakter pemimpin yang berasal dari pemahaman akan pengetahuan lokal sang pemimpin. Sosok Joko Widodo yang sederhana dan mengayomi masyarakat dalam memimpin, merupakan ciri dari karakter pemimpin jawa, yang tidak didapat dalam teori kepemimpinan barat manapun. Sosok yang luwes, apa adanya dan mau dekat dengan rakyat, inilah yang dipilih oleh masyarakat kota Jakarta untuk membawa perubahan pada Jakarta untuk 5 tahun kedepan

Jakarta merupakan kota metropolitan, dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Kepelbagaian yang ada di Jakarta merupakan satu kesatuan dengan keberadaan kota ini sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta merupakan ibu kota negara, namun disisi lain juga merupakan pusat bisnis bagi para investor dari dalam dan luar negeri. Pluralitas juga tampak dalam keberagaman masyarakat yang mendiami kota Jakarta. Jakarta hidup dengan kemewahannya tersendiri dalam keberagaman dan perkembangan jaman. Jakarta yang plural dan metropolitan tersebut, membutuhkan pemimpin yang mampu hidup ditengah-tengah hiruk pikuk kota besar dan mengendalikan pembangunan yang berpihak pada rakyat dan ramah lingkungan. Perlu diingat juga, sebagai ibu kota negara, orang nomor satu di Jakarta, juga harus mampu bekerjasama dengan pemerintah pusat. Dengan demikian menjadi pemimpin daerah di ibu kota negara yang metropolis tidaklah mudah, namun memiliki tantangannya tersendiri berbeda dengan memimpin daerah lainnya di Indonesia.
     Masyarakat Jakarta sering beranggapan bahwa “Jakarta bukanlah Jawa”, walaupun Jakarta berada dipulau Jawa. Anggapan tersebut diasumsikan bahwa, karakteristik Jakarta tidaklah sama dengan karakteristik daerah lainnya ditanah Jawa, sehingga ada juga yang beranggapan bahwa jika sudah menaklukan Jakarta, maka akan mampu untuk “bermain” untuk menaklukan daerah lainnya. Untuk itu janganlah kaget jika orang Jakarta melihat orang Jawa sebagai orang “desa”, dan akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan di Jakarta. Jika orang desa ini, tetap dengan karakternya yang “kampungan”, maka ia akan terlindas roda kemajuan Jakarta yang bergerak sangat cepat. Situasi ini tampak juga dalam kampanye-kampanye pemilihan kepala daerah DKI Jakarta kemarin, beberapa lawan politik Joko Widodo berpendapat bahwa Jakarta tidak bisa dipimpin oleh orang luar Jakarta, apalagi hanya pernah memimpin sebuah daerah se-tingkat kabupaten/ kotamadya.
     Apakah memang Jakarta tidak dapat dipimpin oleh orang “desa”? Pilkada kemarin membuktikan, bahwa sebagian besar masyarakat Jakarta mempercayakan sosok “desa” yang sederhana-lah yang memimpin Jakarta selanjutnya. Orang desa tidaklah selalu kampungan, namun orang desa selalu memiliki nilai-nilai kepemimpinan yang berasal dari pembelajarannya di tempat ia berada. Kepemimpinan diajar dari lingkungan alam, keluarga dan solidaritas dalam masyarakat. Kepemimpinan dibentuk oleh karakter yang hadir dari sifat lugu, sederhana, terbuka dan mau berkorban untuk orang lain. Itulah sifat orang desa yang mampu menjadikannya pemimpin.
     Jika dilihat kembali kebelakang sejarah kota Jakarta, sudah delapan kali kota ini dipimpin oleh orang Jawa (khususnya Jawa Tengah), yang merupakan sosok “desa” dengan kekuatan karakternya dalam mengayomi masyarakat untuk bergerak maju menuju kesejahteraan. Gubernur pertama Jakarta, yakni Raden Suwiryo memimpin dengan keterbukaan dan penuh integritas, hingga ia dipercayai untuk memimpin Jakarta untuk kedua kalinya. Selain itu, sebagian besar gubernur Jakarta yang berasal dari Jawa Tengah lainnya juga dipercayai untuk memimpin ibu kota, karena pembawaannya yang terbuka, mau bekerja keras, memiliki integritas dan sikap mengabdi pada rakyat. Sosok-sosok yang berasal dari “desa” inilah yang berkotribusi membuat wajah Jakarta mengalami perubahan hingga saat ini. Jadi memungkinkan Jakarta dipimpin bukan oleh orang kota, namun orang daerah yang memiliki jiwa kepemimpinan dan mampu mengayomi masyarakat.    
     Pemimpin dari daerah memiliki karakter kepemimpinan yang melekat dengan local knowledge daerah tempat asalnya. Sosok Jokowi yang sederhana, memiliki integritas dan dekat dengan rakyat menunjukan melekatnya karakter kepemimpinan Jawa dalam dirinya. Hal ini juga dillihat dalam pemimpin-pemimpin yang berasal dari Jawa lainnya. Sosok lainnya seperti  Sutiyoso yang pada saat memimpin Jakarta, berupaya mencari solusi transportasi bagi masyarakat, sehingga dapat mengurangi kemacetan dan tidak menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan sarana transportasi murah di Jakarta. Hal ini membuat bang Yos (sapaan akrab Sutiyoso saat ini) menjadi pemimpin yang memperhatikan masalah rakyat dan menciptakan solusi sebagai pemecah masalah tersebut. Pemimpin yang melekat dengan rakyat merupakan ciri pemimpin yang kaya akan local knowledge.

LOCAL KNOWLEDGE PEMIMPIN JAWA
Banyak pemimpin yang berasal dari Jawa telah berhasil memimpin dan menorehkan kemajuan pembangunan dalam memimpin diberbagai daerah bahkan di negara ini. Hal apa yang membuat para pemimpin dari Jawa lebih berhasil ? yang pasti para pemimpin ini tidaklah menerapkan pola kepemimpinan yang mereka pelajari dari luar negeri atau negara lain. Para pemimpin dari Jawa, termasuk Joko Widodo melekat erat dengan budaya dan falsafah Jawa. Sejauh mana pun mereka merantau, budaya dan falsafah Jawa tetap tercermin dalam karakter dan sikap orang Jawa. Hal ini yang membuat local knowledge dari Jawa ini, mampu memimpin serta membuat perubahan dalam masyarakat.
     Kepemimpinan bukanlah hal yang baru dalam dunia orang Jawa. Kepemimpinan telah hidup dalam keseharian dan pola tata karma budaya mereka. Salah satu yang penting dalam kepemimpinan orang Jawa adalah ajaran Hasta Brata. Hasta Brata merupakan implementasi perwatakan dari alam, yang telah dimiliki oleh Prabu Rama Wijaya dan Sri Bathara Kresna. Ajaran ini diajarkan kemasyarakat Jawa lewat media pewayangan. Kekuatan yang telah dimiliki oleh kedua raja tersebut, memungkinkan mereka memimpin dengan adil, berwibawa, arif dan bijaksana. Diharapkan orang Jawa dalam memimpin berpedoman pada ajaran tersebut, sehingga masyarakat menjadi sejahtera dan daerah yang dipimpin mengalami kemajuan.
     Hasta Brata merupakan delapan langkah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam memimpin. Delapan langkah yang mewakili perwatakan alam tersebut, yakni bumi, api, angin, air, samudera, bulan, matahari dan bintang. Pertama, Bumi menggambarkan sifat pemimpin yang teguh, penuh integritas dan rendah hati. Kedua, api mencerminkan pemimpin yang berani mengambil keputusan, memotivasi dan tegas dalam menegakan keadilan. Berikutnya adalah Angin, yang menggambarkan pemimpin haruslah tinggal dalam rakyat serta memihak pada rakyat dan mampu mencari solusi terbaik bagi rakyat. Keempat, Air merupakan perwujudan pemimpin yang lemah lembut, tidak berpihak dan mengusahakan untuk kesejahteraan rakyat. Kelima, Samudera yang mencerminkan pemimpin memiliki keluasan hati dan pikiran dalam menampung aspirasi rakyat dan menerima masukan dari bawahan. Pemimpin haruslah sabar dan mau untuk menerima perbedaan. Keenam, Bulan menggambarkan pemimpin haruslah menjadi semangat, rasa aman dan kepercayaan bagi rakyat. Ketika terjadi krisis atau permasalahan melanda, maka pemimpin mampu meyakinkan masyarakat untuk mampu keluar dari persoalan tersebut. Pemimpin harus menjadi pedoman dan sumber arah bagi rakyat. Ketujuh, Matahari, melambangkan seorang pemimpin harus mampu memberi dorongan bagi bawahan dan rakyat untuk berkarya bagi daerah. Pemimpin haruslah menjadi sumber energi bagi rakyat, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dan terakhir adalah Bintang, yang menggambarkan seorang pemimpin haruslah menjadi pedoman bagi rakyatnya. Ia haruslah memiliki cita-cita yang tinggi bagi daerah yang dipimpinnya, dan berdiri kokoh dalam mewujudkan cita-cita tersebut.     
     Local knowledge pemimpin yang berada dalam Hasta Brata, mencerminkan bahwa alam dapat menjadi contoh yang dapat diteladani oleh seorang pemimpin berdasarkan falsafah Jawa. Nilai-nilai dalam Hasta Brata merupakan nilai-nilai idealis seorang pemimpin, akan tetapi jika  seorang pemimpin memiliki nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya maka kepemimpinan yang dilakukannya akan lebih efektif dan efesien. Hastra Brata mengarahkan sosok pemimpin yang mampu menginspirasi, memotivasi dan mengayomi masyarakat. Dan pemimpin seperti inilah yang diharapkan oleh masyarakat diberbagai daerah di Indonesia saat ini.
     Dengan memahami Hasta Brata dan mengaplikasikan dalam kehidupannya, maka memungkinkan sosok seperti Joko Widodo mampu untuk memimpin kota metropolitan seperti Jakarta. Sosok Jokowi yang sederhana, tegas dan selalu berpihak pada rakyat, merupakan ciri pemimpin yang menerapkan Hasta Brata dalam kehidupannya. Karakter pemimpin yang berkarisma dan dipercayai oleh masyarakat plural. Pemimpin seperti Joko Widodo, yang berhasil menunjukan betapa pentingnya nilai-nilai dalam local knowledge untuk diterapkan dalam memimpin sebuah masyarakat menuju cita-cita bersama. Mungkin suatu saat akan muncul pemimpin dari daerah lainnya, yang menunjukan karakter pemimpin berdasarkan ciri local knowledge asal pemimpin tersebut, sehingga semakin menunjukan keberagaman nilai pemimpin di Indonesia.

Ricky Arnold Nggili
Posting Komentar

Posting Komentar