xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Globalisasi dan Pergeseran Budaya


  
Globalisasi menjadikan bumi semakin sempit dan waktu bergerak semakin cepat. Globalisasi membentuk sebuah global village. Ekspansi ekonomi yang menjadi tujuan awal terjadinya globalisasi, sekarang makin membuat globalisasi berdampak pada setiap bidang dalam kehidupan manusia, terutama budaya. Perkembangan media dan teknologi komunikasi juga menjadi salah satu faktor yang mempercepat berkembangnya globalisasi, meskipun pada awalnya tidak mendapatkan cukup perhatian. Integrasi, interkoneksi, dan bahkan interdependensi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan media dan teknologi komunikasi yang beroperasi lintas batas negara bangsa. Pasar-pasar ekonomi dikuasai oleh globalisasi, dan teknologi komunikasi membantu penyebaran nilai-nilai universal dari budaya dunia barat keseluruh negara diseluruh dunia tanpa batas. Globalisasi mengambil alih wilayah geografis, perputaran waktu dan nilai akan suatu budaya.
     Jejaring sosial yang merupakan salah satu hasil dari perkembangan globalisasi teknologi digunakan sebagai alat mempengaruhi, mengintimidasi, mencari tahu dan sekedar berbagi informasi dari berbagai belahan dunia dan bahkan daerah-daerah terisolir. Dengan semakin cepatnya arus informasi, membuat setiap orang dapat membuat strateginya sendiri dalam menguasai dunia atau ekspansi ke wilayah lain dimuka bumi. Lewat jejaring sosial seseorang dapat hadir dengan budaya orang lain dan bahkan identitas yang berbeda dengan karakter aslinya. Individu yang anti-sosial akan memiliki banyak teman dari berbagai latar belakang budaya dan negara. Jejaring sosial menciptakan sebuah keterbukaan, akan tetapi juga sekalian menciptakan topeng baru bagi peselancar didunia maya. Identitas menjadi tersamarkan lewat jejaring sosial. Jika anda memiliki jejaring sosial, maka anda akan lebih mengetahui bagaimana seseorang dapat beraktivitas tanpa menggunakan identitasnya dan kehilangan akan nilai-nilai budaya yang dimilikinya.
     Globalisasi memberikan kemudahan manusia dalam berinteraksi sebagai makluk sosial, akan tetapi disisi lain, mendistorsi identitas individual dan nilai dari sebuah budaya. Generasi muda saat ini menerima globalisasi sebagai salah satu bentuk kebebasan, keterbukaan dan ketidak terbatasan. Globalisasi memperkenalkan nilai-nilai yang universal dan modern. Teknologi menjadi media pendukung berkembangnya globalisasi diberbagai negara. Televisi, email, jejaring sosial, media internet dan lainnya, membuat globalisasi semakin tidak terbendung, dan juga memperkenalkan budaya baru bagi generasi saat ini, yakni budaya dunia. Segala bentuk identitas lokal ditinggalkan dan masuk menjadi sebuah global village. Semuanya menjadi satu dalam sebuah global village. Hal-hal modern yang digunakan di Amerika dan Eropa dengan cepat digunakan oleh masyarakat di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Bangsa-bangsa dibelahan dunia timur menjadi penikmat nilai-nilai barat yang mencuatkan globalisasi. Masyarakat di benua Asia dan Afrika menjadi pasar bagi globalisasi, yang semakin kehilangan budayanya sendiri dan diganti dengan nilai dari budaya global village (yang mana merupakan nilai dan budaya universal dunia barat). 
     Globalisasi memiliki keterkaitan dalam terjadinya pertukaran nilai, tradisi dan budaya yang tidak dapat ditahan dan dibendung oleh siapapun. Hal ini dikarenakan simbol-simbol yang dibawa oleh globalisasi lebih bersifat unniversal dan secara logis dapat diterima oleh budaya manapun, terutama oleh komunitas atau suku bangsa yang memiliki kekuatan spiritual (dan kekuatan "magis"). Globalisasi memungkinkan adanya pemaknaan baru akan nilai dan budaya asali dari sebuah suku bangsa, karena globalisasi menawarkan sebuah sikap toleran, terbuka dan universal.
     Dunia akan bergerak berdasarkan nilai universal, tanpa simbol yang membatasinya. Budaya daerah akan menjadi sebuah peninggalan yang akan tetap dilestarikan, akan tetapi nilainya sudah tidak lagi diadaptasikan dalam era globalisasi. Menjaga kelestarian budaya akan menjadi "gaya hidup" dan bukan menjadi tanggung jawab sebagai generasi selanjutnya dari sebuah suku bangsa. Daerah-daerah seperti Tibet akan lebih terbuka dalam menerima nilai barat, sehingga melunturkan sedikit demi sedikit budaya sendiri. Jeans, makanan fast food, lagu rock dan classic menjadi gaya hidup masyarakat diberbagai wilayah dibelahan dunia timur, yang du;unya tertutup terhadap dunia luar. Globalisasi menyatukan seluruh budaya didunia menjadi budaya global. 
     Hanners (dalam Piotr Sztompa, “The sociology of social change”) menggambarkan adanya empat kemungkinan yang akan terjadi sehubungan adanya penyatuan budaya di masa mendatang. Pertama, homogenisasi global, dimana budaya barat akan mendominasi di seluruh dunia. Seluruh dunia akan menjadi jiplakan gaya hidup, pola konsumsi, nilai dan norma serta gagasan dan keyakinan masyarakat barat. Pada kondisi ini, keunikan kultur lokal (pribumi) akan lenyap karena dominasi kultur barat. Kedua, kejenuhan yang merupakan versi khusus dari proses Homogenisasi global. Tekanannya adalah pada dimensi waktu. Perlahan-lahan, masyarakat pinggiran akan menyerap pola kultur barat, makin menjenuhkan mereka. Dalam jangka panjang, setalah melewati beberapa generasi, maka, bentuk, makna dan penghayatan kultur lokal akan lenyap di kalangan masyarakat pinggiran. Ketiga, kerusakan kultur pribumi dan kerusakan kultur barat yang diterima. Bentrokan antara kultur pribumi dan kultur barat, semakin merusak nilai kultur barat yang diterima. Mekanisme pertama adalah menyaring produk kultur yang barat yang canggih dan hanya menerima yang bernilai murahan. Penyebabnya adalah, masyarakat pribumi kurang siap untuk menerima kultur barat yang canggih dan selera kultur mereka masih rendah. Di pihak penyalur, ada kecenderungan dumping, artinya menjual kelebihan produk kultural bermutu paling buruk ke daerah pinggiran. Mekanisme kedua adalah adanya penyalahgunaan nilai kultural yang diterima, disesuaikan dengan cara hidup lokal yang sudah mapan. Keempat, kedewasaan, yaitu penerimaan kultur barat melalui dialog dan pertukaran yang lebih seimbang daripada penerimaan sepihak. Masyarakat pribumi menerima unsur barat secara selektif, memperkayanya dengan nilai lokal tertentu, dalam menerima gagasan barat, masyarakat pinggiran memberikan interpretasi lokal. Akibatnya akan terjadi peleburan atau amalgamasi antara unsur kultur yang datang dan yang menerima. Kultur global berperan merangsang dan menantang perkembangan nilai kultur lokal. Akan terjadi proses spesifikasi kultur lokal. Unsur lokal dan unsur impor dipertahankan dan perannya ditingkatkan oleh pengaruh kultur barat. 
    Globalisasi menyebabkan wajah dari budaya lokal berubah menjadi budaya global. eksistensi dari identitas berbagai suku bangsa akan dikesampingkan dan kekurangan kesempatan untuk meregenerasi. hal ini memungkinkan pada masa mendatang, suku-suku bangsa tidak mengenal asal muasal identitas dan nilai yang menjadi karakternya. Dan bahkan dapat lebih parah mengarah pada punahnya budaya suku-suku bangsa. 
1 komentar

1 komentar

  • Anonim
    Anonim
    11 Maret 2013 pukul 13.46
    globalization don't have identity
    Reply