xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Raport Merah Ujian Nasional


Kisruh pelaksanaan Ujian Nasional (UN) seharusnya membawa Menteri Pendidikan dan kebudayaan untuk berefleksi terhadap kinerja dan koordinasi yang dilakukannya selama ini. Ujian nasional yang tidak dilaksanakan secara serempak di seluruh Indonesia pada tanggal 15 April 2013, memberikan raport merah terhadap kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dan apabila institusi tersebut telah memiliki raport merah dalam memberikan jaminan terhadap pelaksanaan UN, apakah UN masih merupakan bentuk dari sistem evaluasi untuk melihat persamaan mutu pendidikan antar daerah? Padahal pelaksanaan sistem evaluasi tersebut tidak serempak dan melewati proses yang penuh ketidak siapan. Tanggung jawab Menteri Pendidikan dan kebudayaan bukanlah menjamin UN tetap jalan, akan tetapi menjamin evaluasi dalam mengukur persamaan mutu pendidikan antar daerah harus adil dalam proses, sehingga dalam pengukuran standar pendidikan tidak ada ketimpangan sana sini. 

    Ujian Nasional untuk Sekolah Menengah Atas telah dilaksanakan pada tanggal 15 April 2013 minggu yang lalu. Akan tetapi dalam proses kegiatan tersebut, tidak dilaksanakan secara serempak di seluruh Indonesia, karena sekolah-sekolah di 11 provinsi lainnya melaksanakan UN pada tanggal 18 April 2013. Keterlambatan sekolah lainnya dalam melaksanakan UN, disebabkan oleh keterlambatan mendapatkan material naskah soal yang akan digunakan dalam ujian. Akibat dari keterlambatan itu, maka banyak pihak meminta UN untuk ditiadakan serta meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mundur dari jabatannya. Karena tidak mampu melaksanakan tugasnya secara bertanggung jawab. Menjawab permintaan mundur tersebut, Menteri Muhammad Nuh meminta maaf kepada seluruh masyarakat dan menjamin akan melaksanakan UN sampai selesai. Akan tetapi itu kah jawaban yang diinginkan dari seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan? 
    Pada senin, 22 April 2013 UN direncanakan untuk dilaksanakan secara serempak ditingkatan Sekolah Menengah Pertama di seluruh Indonesia. Namun, menurut Menteri M. Nuh pada saat melakukan inspeksi dadakan di SMP Negeri 30 jakarta, tanggal 22 April 2013, dibeberapa daerah pelaksanan UN dilaksanakan dalam jam yang berbeda atau dimundurkan jam pelaksanaannya, karena naskah soal belum lengkap. UN SMP yang harusnya dilaksanakan serempak pada pukul 07.30 WIB, akan tetapi ada beberapa sekolah yang memulainya pukul 09.30 WIB. Di Manggarai (NTT), ujian dilaksanakan pukul 12.00, dikarenakan soal ujian baru akan tiba pukul 07.00 tepat pada hari pelaksanaan UN. Di Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur, ujian akan dilaksanakan pukul 15.00. UN pada tingkatan SMA yang sempat berjalan tidak serentak, terjadi juga pada UN ditingkatan SMP. Padahal dalam pendistribusian material naskah soal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga telah menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU. Lalu masihkan UN menjadi sebuah sistem evaluasi standar untuk mengukur persamaan mutu pendidikan? Padahal dalam proses pelaksanaannya telah terjadi ketidakmerataan waktu pelaksanaan. Sekali lagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan gagal dalam menjalankan tanggung jawabnya. 
    Ujian Nasional yang merupakan sebuah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional, serta persamaan mutu pendidikan antar daerah, telah kehilangan peran dan fungsinya pada saat terbengkalainya proses persiapan pelaksanaan UN. Sistem penilaian yang dijadikan standar untuk melihat kesinambungan pendidikan di Indonesia telah gagal untuk dilaksanakan. Dengan gagalnya proses pelaksanaan UN, maka serta merta hasil dari UN tidak dapat dijadikan sebagai standar untuk mengukur persamaan mutu pendidikan antar daerah. 
    Hasil UN tidak dapat dijadikan sebagai standar untuk mengukur persamaan mutu pendidikan antar daerah, karena ada kemungkinan kebocoran soal-soal bagi sekolah-sekolah yang terlambat melaksanakan UN. Kemungkinan soal bocor yang disebabkan oleh perbedaan waktu pelaksanaan ujian sangat mungkin terjadi, karena dengan kemajuan teknologi informasi komunikasi setiap orang dapat mengetahui soal-soal dari daerah lain. Apalagi ada soal-soal yang diperbanyak sendiri oleh pihak sekolah, sebagai akibat dari ketidak cukupan materi soal yang tersedia. 
    Jika standar ini yang dipaksakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai hasil evaluasi pendidikan tingkat nasional, maka institusi tersebut tidak tahu diri. Mengapa tidak tahu diri? Karena memaksakan hasil evaluasi dari sebuah proses yang gagal, sebagai suatu bentuk hasil penilaian terhadap standar persamaan pendidikan antar daerah. Siswa-siswa yang telah menyiapkan dirinya untuk mengikuti UN, diuji dengan sebuah proses yang penuh ketimpangan. Setelah itu dipaksakan untuk menerima hasil ujian yang lahir dari sebuah proses yang gagal dan kemungkinan penuh akan kecurangan. 

Tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 
    Siapakah yang bertanggung jawab terhadap gagalnya proses ini? yang harus bertanggung jawab terhadap gagalnya proses pelaksanaan Ujian Nasional adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad, Menteri M. Nuh telah meminta maaf dan bertanggung jawab untuk melaksanakan UN hingga selesai. Banyak pihak yang beranggapan bahwa, sudah seharusnya M. Nuh mundur dari posisinya sebagai Menteri, akibat dari kegagalannya. Akan tetapi sejak kapan di Indonesia, seorang Menteri mengaku salah dan mundur dari jabatannya sebagai sebuah bentuk dari tanggung jawab? Yang ada adalah meminta maaf dan memaksakan untuk tetap melanjutkan pekerjaannya. Menteri di Indonesia bukanlah seseorang yang memiliki jiwa kesatria dan bertanggung jawab. Seorang kesatria jika telah gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, maka ia akan mundur. Coba bandingkan dengan yang dilakukan oleh mantan Panglima Kodam IV/ Diponegoro, Mayjen TNI Hardiono Saroso, yang mengajukan pengunduran dirinya dari Panglima Kodam, sebagai wujud dari tanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan anak buahnya. Itulah pemimpin yang memiliki jiwa kesatria dan bertanggung jawab. 
    Pelaksanaan UN yang pelaksanaannya tidak serempak dan memungkinkan terjadinya kebocoran soal, membutuhkan pertanggung jawaban dari M.Nuh sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. UN merupakan standar evaluasi yang telah dilaksanakan tiap tahun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lalu mengapa tiap tahun pun, UN selalu memiliki raport merah dalam pelaksanaannya. Seharusnya, untuk sebuah kegiatan yang telah dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan tiap tahun, maka kegagalan atau ketidaksiapan dalam pelaksanaan UN akan dapat diminimalisir dan mungkin dihilangkan. UN sebagai bentuk evaluasi pendidikan di negeri ini, seharusnya diperhatikan secara serius dan dilaksanakan secara lebih berkualitas oleh kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga prestasi belajar dari siswa-siswa di seluruh Indonesia dapat teruji secara wajar, dan bukannya dipermainkan secara psikologis, akibat dari ketidak siapan pelaksana. 
    Jika raport merah ini terus didapatkan tiap tahun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka sudah seharusnya lembaga tersebut berevaluasi diri. Evaluasi diri untuk berupaya mendapatkan raport dengan nilai bagus pada tahun-tahun berikutnya. Raport merah menandakan ketidak siapan lembaga untuk melaksanakan UN pada tahun yang akan datang, kecuali dengan evaluasi yang telah dilakukan dengan secara mendalam, serta kesiapan dengan kualitas yang matang. Barang tentu, dalam proses persiapan dan pelaksanaan UN diperlukan pemimpin yang mampu untuk memimpin dan berkoordinasi dengan semua pihak, serta bertanggung jawab terhadap pendidikan di Indonesia. Raport merah membutuhkan tanggung jawab dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Posting Komentar

Posting Komentar