xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

PERSONAL VICTORY


Pendahuluan

Pemimpin merupakan individu yang sebelum memimpin orang lain, ia telah berhasil memimpin dirinya sendiri. Atau dengan kalimat lain, bahwa pemimpin adalah orang yang telah memenangkan dirinya dan akan mengarahkan orang lain untuk menuju pada kemenangan bersama. Dengan demikian, kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan untuk mengendalikan kompetensi dari dalam diri untuk menuju pada sebuah cita-cita ideal.

   Karena dimulai dari dalam diri, maka proses menjadi pemimpin tidaklah mudah. Merubah dan memperbaharui diri merupakan sebuah proses yang sulit. Setiap orang sudah tebiasa dengan kebiasaannya sehari-hari yang menyebabkan ia telah berada dalam zona nyaman. Zona yang membuat ia akan berusaha bertahan dari perubahan. Zona nyaman ini, kadangkala bukan dibentuk oleh diri kita, akan tetapi dibentuk oleh situasi diluar diri kita. Kita nyaman dengan kondisi ketidak teraturan yang selama ini terjadi, karena dengan tidak teratur, maka kita bebas dalam bertindak. Kita nyaman dengan teman-teman sekitar kita, karena dengan adanya mereka akan memudahkan mendapatkan bantuan. Kita nyaman dengan gaji kita, karena cukup memenuhi kebutuhan sebulan. Kita nyaman dengan kedudukan kita, kita nyaman dengan cara berpakaian kita, kita nyaman dengan kebiasaan buruk kita, kita nyaman dengan pola kamar kita, dan masih banyak lagi zona nyaman, yang dengan berbagai alasan membuat kita hidup dengan kebiasaan, yang tidak mengarahkan pada cita-cita ideal yang kita harapkan. Zona nyaman menjadikan kita seseorang yang biasa-biasa saja, dan bukan menjadi seorang pemimpin. 

   Untuk menjadi seorang pemimpin, harus ada upaya untuk keluar dari kebiasaan nyaman dan memulai untuk mencari serta membentuk jati diri sejati. Mencari dan membentuk jati diri yang sejati, bukanlah dengan menjadi seperti yang diharapkan oleh orang lain, akan tetapi menjadi sesuatu yang ideal dengan memahami potensi diri dan mengembangkannya. Dengan demikian kita akan memenangkan diri kita sendiri dan siap untuk memenangkan orang lain. 

   Dalam memahami diri sebagai pemimpin yang melayani. Maka perlu disadari juga bahwa pelayanan bukanlah sebuah pekerjaan, akan tetapi sebuah tindakan yang lahir dari kesadaran untuk melayani. Menurut Greenleaf, ujian dalam pelayanan adalah pada saat memastikan bahwa orang-orang yang dilayani bertumbuh sebagai pribadi yang sehat, bijaksana, lebih mandiri dan memungkinkan diri mereka menjadi pelayan. Ujian tersebut dapat dilalui apabila dalam memimpin melibatkan seluruh faktor internal. Faktor internal tersebut merupakan hasil dari memenangkan diri sebagai pemimpin.

   Kemenangan diri atau pribadi dalam buku Stephen R. Covey, “The 7 habits of highly effective people”, terdiri dari tiga kebiasaan, yakni proaktif, memulai dari yang akhir dalam pikiran dan menentukan prioritas. Dengan melakukan tiga kebiasaan ini maka setiap orang akan menuju pada kemenangan diri. Ketiga kebiasaan ini merupakan keputusan hakiki dari dalam diri, dan tidak banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Setiap manusia memiliki kehendak bebas untuk mengarahkan dirinya. Dan arah tersebut untuk menjadi pemimpin. 

   Materi ini, akan mengarahkan seseorang untuk menjadi pemenang bagi dirinya sejati, dengan tidak berkaca pada orang lain atau kondisi diluar. Kemenangan sejati berada dalam diri setiap orang. Dengan memahami potensi diri, membangunkan dan mengembangkannya, akan membuat seseorang menjadi pemimpin yang ideal untuk diri sendiri dan orang lain. Mulailah memimpin orang lain dengan memenangkan diri sendiri. 

Siapakah Aku?

Memulai dengan bertanya “siapakah aku?”, maka kita akan masuk pada sebuah proses penemuan diri. Proses penemuan diri merupakan dasar untuk menuju pada kemenangan diri. Jawaban dari pertanyaan ini merupakan hasil refleksi yang dalam setiap diri manusia tentang siapa dirinya. Saya adalah anak bapak, saya seorang pegawai, saya tinggal di tempat yang jauh, saya berasal dari sebuah komunitas dan jawaban lainnya, bukanlah sebuah jawaban yang tepat untuk menjelaskan siapakah diri anda. 

   Diri sejati anda merupakan pusat pancaran hakikat ciptaan Tuhan yang hadir dengan potensi dan kekayaan yang luar biasa. Hakekat diri sejati sebagai manusia hadir dalam empat aspek, yakni aspek spiritualitas, aspek emosional, aspek intelektual dan aspek fisik. Keempat aspek ini membentuk diri anda menjadi manusia yang ideal dan sejati. 

   Aspek spiritualitas merupakan kecerdasan spiritual (SQ) yang telah ada dalam diri manusia. Spiritualitas bukan hanya berkaitan dengan kesadaran akan pemahaman tentang sesuatu yang transenden dalam kehidupan kita, akan tetapi juga keyakinan dalam diri untuk mencapai sesuatu. Membuat visi dan berusaha untuk mencapainya, visualisasi, imajinasi, dan daya khayal, merupakan bentuk-bentuk dari aspek spiritualitas. Aspek ini sangat penting dalam diri manusia, karena dengan spiritualitas, manusia menemukan panggilan hidupnya. Refleksi yang mendalam terhadap diri, merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan spiritualitas diri. Dengan spirit dari dalam diri, maka anda dapat mengarahkan ketiga aspek lainnya menuju pada sebuah kondisi ideal yang diharapkan oleh diri yang sejati. Mimpi-mimpi besar merupakan wujud dari dorongan spiritualitas, dan mimpi inilah, yang menjadikan diri kita siap untuk menjadi seorang pemimpin. Karena pemimpin harus bisa merumuskan visi ideal. 
   Aspek emosional (EQ), adalah kecerdasan berikutnya yang juga dimiliki oleh manusia. emosional merupakan potensi yang berkaitan dengan emosi, empati, simpati, perhatian, intensitas, kepedulian dan hal lainnya yang sejenis. Kecerdasan ini dikendalikan dari dalam bagian amigdala dalam otak kita. Menurut para ahli, dalam kemampuan berpikir manusia, kecerdasan emosi manusia hadir lebih dahulu dalam batang otak manusia primitif. Itu sebabnya kecerdasan emosional sesungguhnya menjalankan fungsi naluriah “primitif”. Sifat lainnya yang terliputi juga dalam aspek emosi adalah marah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu. Dengan kecerdasan emosional yang rendah, kita akan mengalami kesulitan dalam bergaul dan menempatkan diri dalam lingkungan sosial. Akan tetapi sebaliknya, kecerdasan emosional yang tinggi membuat kita mampu beradaptasi dalam lingkungan sosial dan bahkan mengarahkan serta mempengaruhi orang lain disekitar kita. 
   Aspek intelektual (IQ) merupakan kecerdasan yang selama ini paling sering digunakan oleh manusia. Sejak masuk kedalam jaman pencerahan, otak manusia digunakan lebih optimal dan ditempatkan dalam posisi puncak dari keempat kecerdasan manusia. Manusia memiliki potensi sel otak yang sangat luar biasa. Pada saat baru lahir, bayi memiliki sekitar 100 miliar sel dalam otak. Sel-sel tersebut membentuk hubungan pembelajaran yang disebut sinapsis dengan kecepatan tiga miliar per detik. Menurut Prof. Isaac Asimov, otak manusia memiliki 200 miliar sel saraf yang saling berhubungan dengan kemungkinan 100 triliun koneksi. Dengan demikian satu orang manusia dapat menghasilkan banyak sekali informasi dan ide dalam kehidupannya. Dengan kecerdasan intelektual, kita dapat merencanakan dan melaksanakan setiap aktivitas kita untuk menuju pada visi hidup diri. Dengan mengoptimalkan kecerdasan intelektual, kita juga akan lebih kreatif dan analitis.
   Aspek fisik (IP) merupakan aspek biologis dengan kemampuan untuk memanfaatkan semua organ fisik yang kita miliki. Tubuh kita juga memiliki kemampuan yang luar biasa, dan saling berhubungan satu sama lain. Kita memiliki organ dalam tubuh yang membantu kita untuk mengelolah berbagai sumber energi yang masuk dalam bentuk makanan, dan menjamin kelangsungan ketahana tubuh. Kita juga memiliki organ luar yang membantu kita untuk bekerja dan beraktivitas. Kita juga memiliki indera yang membantu kita dalam beradaptasi dan mengenal situasi diluar diri kita. Kita diciptakan dengan organ yang begitu sempurna. Kecerdasan fisik bukanlah berkaitan dengan kelengkapan organ tubuh yang kita miliki. Akan tetapi bagaimana kita mengoptimalkan organ tubuh yang kita miliki, hingga mampu mengerjakan hal-hal yang luar biasa bagi kehidupan kita. 
   Setelah memahami keempat aspek kecerdasan manusia yang ada dalam tiap-tiap diri kita, maka selanjutnya dalam mengenal diri, kita juga harus memahami citra diri kita. Bagaimana kita mendefinisikan diri kita sendiri. Setiap orang berbeda-beda dalam memandang dirinya sendiri. Cara memandang diri inilah yang membutuhkan refleksi mendalam terhadap diri. Seringkali kita terjebak dengan memandang diri kita secara negatif. Saya adalah pemalas, saya bodoh, saya jahat, saya berkekurangan, dan lainnya. Cara pandang seperti ini merupakan gambaran individu yang salah mendefinisikan dirinya. Dalam proses penemuan diri sejati, citra diri bertumbuh dari cara pandang yang negatif menjadi cara pandang positif terhadap diri. Citra diri positif dibangun diatas dasar kesadaran sepenuhnya tentang diri sejati dengan segala totalitas potensi dan talentanya. Saya adalah gambar Allah, saya adalah rekan sekerja Allah, saya adalah makluk penyabar, saya adalah pekerja keras, dan masih banyak lagi citra diri yang merupakan wujud dari diri sejati anda. Citra diri inilah identitas asali yang melekat dan menjadi hakekat dari diri anda. 

Menjadi Proaktif
   Kita telah mengenal diri yang luar biasa dengan empat aspek kecerdasan, yang mampu menciptakan mimpi, mampu beradaptasi dengan lingkungan, mampu berpikir kreatif dan analitis, serta mampu untuk bekerja secara optimal. Kita juga telah memahami citra diri kita yang paling hakiki, bahwa kita adalah makluk positif yang mampu memberikan cahaya bagi lingkungan sekitar. Sekarang saatnya kita mengembangkan potensi tersebut dalam diri kita.

   Bagaimana mengembangkan dan mengendalikan segala potensi kita? Satu-satunya jawaban yakni, kita harus proaktif. Mungkin, kita sudah lama dalam bersifat reaktif. Sikap yang membuat hidup kita biasa-biasa saja, hidup yang mengalir mengikuti aliran lingkungan disekitar kita. Jika ada kegagalan yang didapatkan, maka itu merupakan sebuah takdir. Jika ada kesulitan yang kita alami, maka itu adalah bagian dari lika-liku hidup, jadi nikmati saja. Cara pandang seperti ini, membuat diri kita lebih banyak bersikap reaktif. Kita lebih banyak memberikan tanggung jawab keberlangsungan hidup kita kepada lingkungan diluar diri. Sikap seperti ini, akan menghilangkan peran dari kompetensi yang kita miliki.
   Apabila ada sebuah tindakan dari luar diri kita, maka kita langsung merespon, tanpa berpikir akibat dari respon tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap reaktif. Sikap yang hadir secara langsung, karena adanya respon dari luar. Sikap reaktif, kadangkala menempatkan kita dalam respon yang salah dan tidak mempertimbangkan citra diri kita sebagai manusia sejati. Untuk itu dibutuhkan sebuah sikap yang proaktif, yang hadir dari kesadaran citra diri. 
   Proaktif merupakan sikap aktif yang diberikan kompetensi tanggung jawab. Jadi seseorang bukan hanya aktif memanfaatkan segala kemampuan yang dimilikinya, akan tetapi memanfaatkan kemampuan tersebut sebagai akibat dari adanya tanggung jawab yang harus dipenuhi. Dengan demikian orang yang proaktif, bukan hanya selalu memiliki inisiatif, namun juga tanggung jawab. 
   Karena tanggung jawab tersebut, maka dalam merespon segala sesuatu, seseorang harus menggunakan empat anugerah yang diberikan Tuhan, yakni :
Kesadaran diri, Hati nurani, Daya imajinasi dan Kehendak bebas.
  • Kesadaran diri merupakan bentuk kesadaran akan citra diri. Citra diri sebagai Imago Dei, makluk penyabar, makluk cinta kasih dan lainnya. Dengan menyadari diri sebagai citra diri yang positif, maka seseorang akan memberikan respon yang tepat terhadap sebuah tindakan yang dialaminya. 
  • Hati nurani adalah kesadaran untuk mendengarkan batin agar mampu membedakan baik dan buruk, benar dan salah. Dengan hati nurani kita akan lebih merespon suatu tindakan dengan etis.
  • Daya imajinasi adalah kemampuan untuk membayangkan konsekuensi yang akan didapatkan dari respon yang akan diberikan, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
  • Kehendak bebas merupakan kebebasan untuk mengambil tindakan. Kehendak bebas ini merupakan sebuah tindakan “tanpa batas” untuk menentukan respon yang akan diberikan. 
Keempat anugerah tersebut harus digunakan oleh tiap orang sebelum memberikan repon terhadap sebuah stimulus yang datang dari luar. Dengan menggunakan keempat anugerah tersebut, kita bersikap proaktif terhadap segala stimulus. Kita tidak langsung bertindak reaktif, akan tetapi menggunakan empat anugerah untuk merespon stimulus tersebut. orang yang bertindak proaktif akan tampak lebih tegas, memiliki integritas, dan lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai masalah.
   Dalam bertindak proaktif, kita juga perlu memperhatikan “wilayah kekuasaan saya” dan “wilayah diluar kekuasaan saya”. “wilayah kekuasaan saya” adalah bentuk respon yang dapat saya berikan kepada stimulus yang datang. Sedangkan “wilayah diluar kekuasaan saya” adalah kondisi yang memang sudah ada, seperti warna kulit, orang tua, pendidikan, jabatan dan lainnya. Dengan memahami hal ini, ada akan akan mengetahui apa yang dapat anda kendalikan dan apa yang tidak dapat anda kendalikan. Yang penting adalah bukan yang terjadi terhadap anda, akan tetapi apa yang terjadi dalam diri anda. Anda mungkin tidak dapat mengendalikan keadaan, cara anda dibesarkan, keterbatasan-keterbatasan anda, dan orang lain, akan tetapi anda dapat mengendalikan diri anda terhadap tindakan yang datang terhadap anda. Respon kitalah merupakan cerminan dari citra diri kita. 

Memulai dari yang akhir dalam pikiran anda
   Setelah mengetahui potensi luar biasa yang kita miliki dan menyadari akan citra diri kita serta bagaimana memberikan respon berdasarkan citra diri. Maka selanjutnya kita akan memahami bagaimana kita menjalani kehidupan kita. 
   Kita sering melakukan aktivitas sehari-hari lepas dari visi hidup kita, lepas dari refleksi “untuk apa kita hadir dalam dunia ini”. Aktivitas yang kita lakukan hanyalah sebuah rutinitas dalam pemenuhan akan hidup sehari-hari dalam lingkaran kehidupan bermasyarakat. Kita seperti sebuah titik didalam lingkaran besar, yang tidak memberikan peran apa-apa. Titik tersebut berwarna hitam, sama dengan titik lainnya. Lalu apa perbedaannya? Kita tidak mengetahui perbedaannya, karena kita telah masuk dan berbaur dengan titik-titik lainnya. Dalam bagian ini akan dibahas, bagaimana kita menjalankan kehidupan dengan sekaligus menjalankan peran kita didalam dunia ini. 
   Kita perlu maju hingga bagian akhir untuk mengetahui apa visi kita. Untuk apa saya hadir kedunia ini? Apa peran saya? Jawaban-jawaban tersebut dapat kita terima diakhir kehidupan kita. Coba anda bayangkan, apakah anda ingin meninggalkan dunia ini dengan menjadi orang biasa, ataukah anda ingin meninggalkan dunia ini dengan menjadi orang yang luar biasa. Orang yang akan tetap dikenang dan pengalaman hidupnya akan terus diceritakan sebagai bagian dari inspirasi bagi kehidupan orang lain. Pada bagian ini, dalam bukunya Stephen R. Covey menggambarkan dengan baik, agar anda mampu menulis pidato pemakaman anda sendiri. Orang seperti apa saya? Apa yag telah saya lakukan? Dan apa kontribusi saya bagi orang lain? Dengan menuliskan pidato pemakaman tersebut, anda akan diajak menvisualisasikan diri anda untuk memahami visi pribadi anda. 
   Dengan memahami visi hidup anda, maka anda mampu menempatkan arah hidup anda secara benar. Visi merupakan gambaran mental, apa yang ingin anda ciptakan secara fisik. Membuat gambar mental ini haruslah secara benar dan tepat. Karena gambaran mental dalam bentuk visi tersebut merupakan blue print, yang nantinya menjadi pegangan anda dalam menjalani atau me-manage aktivitas anda sehari-hari untuk mewujudkan blue print tersebut. Cara paling efektif dalam melihat tujuan akhir kita adalah dengan merumuskan visi dan misi diri kita. Visi merupakan sesuatu yang ingin kita wujudkan dimasa datang. Visi menghubungkan kekinian dan keakanan, untuk itu visi mengarahkan kita kedepan. Sedangkan misi adalah pilihan tentang cara yang dipergunakan untuk mewujudkan visi tersebut. karena itu misi berkaitan dengan apa yang harus dikerjakan secara konsisten dan berkelanjutan guna mewujudkan visi. Visi merupakan bentuk dari ciri kepemimpinan dalam menempatkan arah yang tepat dan benar, sedangkan misi adalah manajemen untuk melaksanakan sesuatu secara benar sehingga mengarah pada visi.
   Untuk merumuskan pernyataan visi dan misi pribadi, maka kita memulainya dari pusat lingkaran pengaruh kita. Stephen R. Covey menyebutnya sebagai “lensa yang kita gunakan untuk melihat dunia” hal-hal tersebut merupakan apapun yang ada dipusat kehidupan kita, yang menjadi sumber rasa aman, sumber pedoman, sumber kebijaksanaan dan sumber daya kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sumber rasa aman, yakni menggambarkan perasaan diri berguna, diterima dan dihargai. Sumber pedoman adalah sumber arah didalam menjalani kehidupan yang mengatur apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Sumber kebijaksanaan adalah cara pandang hidup yang memberikan keseimbangan dan pengertian tentang bagaimana berbagai bagian dan prinsip dalam hidup kita berlaku dan saling berhubungan satu sama lain. Sumber daya adalah kekuatan dan potensi untuk mencapai sesuatu, dan sebagai energi vital untuk membuat pilihan dan keputusan. 
   Dalam merumuskan visi dan misi, maka ada tujuh langkah yang harus dilakukan :
  1. Meditasi dan refleksi. Kita tidak terbiasa untuk melakukan meditasi dan refleksi pada jaman sekarang ini. Hal ini dikarenakan banyaknya teknologi yang tersedia, dan kemudahan hidup yang disuguhkan. Akan tetapi untuk mampu menemukan visi dan misi diri, maka kita harus belajar dan mampu untuk melihat kedalam diri, dan ini hanya dapat dilakukan melalui meditasi dan refleksi. 
  2. Menetapkan nilai-nilai. Nilai-nilai adalah ketentuan yang baik dan bermanfaat serta dianggap penting. Ada nilai yang universal dan mutlak seperti, ketulusan hati, kejujuran, cinta kasih dan lainnya. Akan tetapi ada juga nilai kontekstual yang nisbih (seta tidak mutlak dan relatif), seperti keindahan, kenyamanan, dan sebagainya.
  3. Menemukan keistimewaan diri. Kegemaran dan bakat adalah indikator yang baik dalam menemukan keistimewaan diri. Hal ini dapat dijadikan keunggulan. Akan tetapi hindarkan diri dari membanding-bandingkan dengan orang lain. 
  4. Menentukan akan menjadi apa. Setelah menemukan nilai-nilai dan keistimewaan dirinya, maka selanjutnya menentukan karier atau profesi yang menjadi tujuannya. 
  5. Menentukan untuk memiliki apa. Keputusan mengenai apa yang dimiliki berkaitan erat dengan keputusan untuk mau menjadi apa. Hal ini dikarenakan, dengan memiliki apa yang diinginkan, maka akan menunjang profesi atau karier untuk menjadi apa. 
  6. Menuliskan rumusan visi dan misi. Menuliskan rumusan visi dan misi merupakan sikap proaktif untuk bertanggung jawab terhadap diri sejatinya. Setelah kelima tahap dijalani, maka seseorang harus mampu menuliskan rumusan visi dan misinya, serta berkomitmen terhadap hal tersebut. 
  7. Merenungkan dan memperbaiki ulang visi dan misi. Setelah menuliskan rumusan visi dan misi, maka kita harus melakukan penghayatan kembali terhadap rumusan tersebut. kita harus kembali melihat redaksional dan nilai yang tertuang dalam visi dan misi tersebut. Dalam memperbaiki, kita akan lebih menempatkan visi dan misi yang lebih bermanfaat dalam menjalankan peran bagi diri kita. 
Setelah merumuskan visi dan misi. Maka selanjutnya anda menentukan sasaran aktivitas anda. Sasaran yakni apa yang akan dihasilkan pada suatu waktu tertentu yang mengarah kepada perwujudan tujuan. Karena terukur, maka sasaran tersebut harus jelas, seperti saya akan melanjutkan studi kejenjang pendidikan yang lebih tinggi pada tahun depan, saya memeriksakan kesehatan setiap 3 bulan sekali, saya akan berolah raga seminggu 2 kali, dan banyak aktivitas lainnya yang terukur sebagai sasaran dalam mewujudkan tujuan diri anda.
   Dalam menentapkan sasaran haruslah SMART (Specific, Measurable, Atainable, Relevant, Timely). Sasaran harus fokus pada hal tertentu dan dapat dirumuskan secara rinci; sasaran dapat diukur tingkat keberhasilannya; sasaran harus dapat diwujudkan atau dicapai; sasaran harus sesuai kebutuhan dan terkait dengan tujuan; sasaran ada batas waktu untuk menyelesaikannya.
   Setelah menetapkan visi, misi dan sasaran aktivitas. Maka berikutnya adalah melaksanakan peran dalam kehidupannya. Kita harus fokus pada peran yang mengarah pada pencapaian visi dan misi. Tidak semua peran harus dimainkan dalam kehidupan. Sesuai dengan visi dan misi, maka sebaiknya peran utama tidak lebih dari tujuh peran yang berfokus pada hal-hal berikut :
  1. Kehidupan keluarga. Peran sebagai anggota keluarga, atau kepala keluarga
  2. Pekerjaan dan karir. Peran sebagai mahasiswa, karyawan atau sebagai professional
  3. Kehidupan rohani. Peran sebagai orang yang bertumbuh secara rohani, sehingga sehat secara spiritual 
  4. Peran perkembangan intelektual. Peran sebagai orang yang harus tetap belajar seumur hidup, sehingga sehat secara intelektual
  5. Peran fisik. Peran sebagai orang yang harus sehat secara fisik
  6. Peran kehidupan bermasyarakat. Peran sebagai anggota masyarakat, bergereja dan berbangsa sehingga sehat secara sosial/ emosional
  7. Pengembangan minat. Peran sebagai seseorang dengan bakat dan talenta khusus
Dengan menjalankan ketujuh peran tersebut, maka akan tercipta keseimbangan dana memberikan perhatian pada masing-masing peran. 

Menentukan prioritas
   Dengan menentukan prioritas, maka akan membantu kita dalam mengembangkan diri dalam mencapai visi dan misi pribadi. Bagian ini menitik beratkan pada pengaturan aktivitas, serta menentukan aktivitas mana yang merupakan prioritas. Diharapkan dengan menerapkan aktivitas secara efesien, maka anda akan selalu menfokuskan diri pada hasil yang dicapai. 
   Pengaturan aktivitas berkaitan dengan manajemen waktu, sangat dipengaruhi oleh prinsip Pareto. Vilfredo Pareto menemukan bahwa 80% dari waktu yang digunakan manusia, hanya memberikan hasil 20%. Sebaliknya, orang yang mengatur waktunya dengan baik dan sistematis, hanya menggunakan waktu 20% dan memperoleh hasil 80%. Untuk itu ada baiknya, kita mengikuti tipe yang kedua, menggunakan 20% waktu untuk memperoleh hasil 80%. Akan tetapi jangan sampai hal tersebut, membuat kita mengabaikan proses yang berujung pada hasil yang kurang baik. Dalam pengaturan waktu yang efesien, tetap berpatokan pada efektifitas hasil. Seorang pemimpin yang efektif adalah yang selalu mau mendahulukan hal-hal yang utama, serta mampu memutuskan apa-apa saja yang harus diprioritaskan. Sebagai pemimpin harus mampu menentukan skala prioritas.
   Tidak semua tugas, harus dikerjakan oleh pemimpin. Pendelegasian adalah salah satu cara untuk memberikan tanggung jawab kepada orang lain, untuk membantu menyelesaikan tugas kita. Ingat, yang didelegasikan kepada orang lain adalah tugas, dan bukan tanggung jawab. Tanggung jawab tidak dapat didelegasikan. Dalam mendelegasikan ada lima langkah yang harus diperhatikan :
  1. Tentukan skala prioritas setia tugas. Bila menghadapi kesibukan pekerjaan maka hal yang perlu dilakukan adalah menentukan pentingnya dan urgensinya dari masing-masing pekerjaan, serta batas waktu untuk menyelesaikannya. 
  2. Menentukan tugas-tugas mana yang dapat didelegasikan. Ada banyak hal yang bisa didelegasikan: pekerjaan biasa yang berulang (rutin), keputusan atas hal-hal yang kecil/ biasa, pekerjaan yang paling banyak menyita waktu, dan pekerjaan dimana anda tidak terampil untuk mengerjakannya sendiri. 
  3. Pelajari kemampuan staf anda yang paling tepat melaksanakan masing-masing tugas. Ada pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh siapa saja, tetapi ada pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan khusus. Andalah yang menentukan siapa yang paling tepat menyelesaikan sesuatu pekerjaan.
  4. Delegasikan tugas. Pastikan bahwa orang yang akan menerima tugas mempunyai waktu yang cukup. Berikan rincian pekerjaan, tetapkan tujuan hasil akhir yang harus dicapai, tetapkan batas waktu, dan yang lebih penting berikan kewenangan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
  5. Kendalikan (awasi) pekerjaan yang didelegasikan. Berikan bantuan yang diperlukan. Aturlah pengawasan yang baik dan teratur serta mintalah selalu umpan balik dan laporan hasil pekerjaan. 
Pendelegasian bermanfaat untuk memberdayakan semua pihak. Pendelegasian mampu memberikan peluang bagi orang lain untuk berlatih dan berkembang. Serta membangun semangat kelompok dikalangan orang-orang yang dipimpin. 
   Dengan menentukan skala prioritas dan menerapkannya, maka kita akan lebih sukses dalam mengembangkan diri kita masing-masing. Tidak harus semua tugas dilakukan dalam menjalani peran kita, akan tetapi dengan pendelegasian tugas, kita akan terbantukan dalam mencapai tujuan, serta orang lain mengalami pengembangan diri.

Penutup
   Kemenangan diri merupakan langkah awal dalam memenangkan orang lain dan lingkungan sosial yang lebih besar. Jangan pernah bermimpi menjadi pemimpin, apabila diri sendiri belum dimenangkan. Memenangkan diri dimulai dengan menemukan citra diri, membangun sikap proaktif, menentukan visi dan misi serta menentukan skala prioritas. Dengan menjalani hal tersebut, maka kemenangan atas diri sendiri berada ditangan anda, dan anda akan bebas dari kendali lingkungan luar. Jika anda sudah bisa menguasai diri anda, maka selanjutnya anda mampu dan siap untuk menguasai lingkungan sekitar anda. 

Selamat menjadi pemimpin. 


(Tulisan ini dibawakan Ricky A. Nggili sebagai materi dalam LDKM Fakultas Ekonomika & Bisnis (FEB) UKSW tanggal 16 & 30 Nov' 2013 dan Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP) UKSW tanggal 22 Nov' 2013)

Link:




Posting Komentar

Posting Komentar