xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

MEMAHAMI UNTUK DIPAHAMI (Komunikasi yang Efektif)


Komunikasi merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini. Sebagai makluk sosial, komunikasi sangat strategis posisinya dalam aktivitas sehari-hari, dalam berinteraksi dengan orang lain. Kita dapat menyampaikan harapan, ide, memerintah, meminta pertolongan, dan bahkan menukar informasi hanya dengan satu cara, yakni komunikasi. Tanpa adanya komunikasi, kehidupan akan berjalan secara statis dan kosong. Ada 5 komponen penting yang harus diperhatikan dalam komunikasi, yakni pengirim pesan (sender), pesan yang diterima (message), bagaimana pesan itu dikirim (delivery channel), penerima pesan (receiver), dan umpan balik (feedback). Aktivitas komunikasi dilakukan manusia sebagai bagian dari interaksi dia dengan orang disekelilingnya, baik secara sadar maupun tidak sadar. Pada saat seseorang sedang jengkel dan tidak menceritakan kejengkelannya kepada orang lain. Namun dari mimik mukanya akan tampak kejengkelan sebagai pesan yang dirasakannya. Maka ia secara tidak sadar telah mengkomunikasikan perasaan dirinya sendiri kepada orang disekitarnya (lewat penampakan mimik wajahnya). Hal tersebut menunjukan bahwa, komunikasi tidak selalu dalam bentuk verbal, namun juga non verbal. Komunikasi non verbal, sering kita lakukan tanpa kita sadari. Misalnya, pada saat anda sedang kecapekan sehabis kerja. Pada saat itu anda tidak perlu menceritakan langsung kepada orang lain, akan tetapi dengan melihat gesture dan mimik wajah anda, orang disekitar anda akan menyadari bahwa diri anda sedang kecapekan. Itulah kekuatan dari komunikasi. Peran dari komunikasi dalam kehidupan kita sangatlah besar dan dilakukan dalam frekuensi yang banyak dalam kehidupan manusia.
     Ada 4 jenis ketrampilan dasar dalam komunikasi, yakni membaca-menulis dan berbicara-mendengarkan. Keempat ketrampilan ini sering kita gunakan dalam berhubungan dengan orang lain. Membaca, menulis dan berbicara merupakan tiga ketrampilan dalam komunikasi yang paling sering kita pelajari. Dari sejak masih bayi, kita diajarkan untuk bisa berbicara. Dari kata-kata yang sederhana hingga pada kata-kata yang kompleks maknanya. Pada saat kita mulai bersekolah, maka hal yang diajari selanjutnya adalah membaca dan menulis. Sekolah membantu kita dalam mengenal huruf dan angka. Pada saat kita dewasa, kita diajarkan untuk mengelolah ketiga ketrampilan tersebut secara optimal, sehingga mampu membuat kita survive. Survive dengan pekerjaan, karier, kehidupan keluarga, kehidupan sosial dan lainnya. Ketiga ketrampilan tersebut sering kita gunakan untuk menunjukan siapa diri kita dan apa yang kita mau atau inginkan. Pada saat melatih diri untuk menjadi seorang pemimpin pun, kita paling banyak diajarkan tentang public speaking, sebagai bagian dari komunikasi yang harus digunakan seorang pemimpin. Membaca, menulis dan berbicara merupakan upaya untuk mempengaruhi orang lain. Ketrampilan komunikasi paling terakhir yakni mendengarkan. ketrampilan ini paling jarang diajarkan dan dilatih. Mendengarkan merupakan ketrampilan yang lepas dari pendidikan dan pengajaran formal. Akan tetapi ketrampilan ini sangatlah penting untuk diaplikasikan sebelum seorang pemimpin berusaha menjalankan pengaruhnya terhadap orang lain. Bagaimana seseorang mampu mempengaruhi orang lain, tanpa mengetahui pengaruh apa yang harus diberikan? Dengan mendengarkan seseorang dapat mengetahui kebutuhan dan keinginan orang lain, dan selanjutnya mempengaruhi orang tersebut lewat memberikan kebutuhan dan keinginan yang diharapkannya. Mendengarkan memiliki pengaruh yang kuat pada saat semua orang berlomba-lomba untuk berbicara. Dengan hanya mendengarkan secara efektif, akan membuat seseorang menjadi pemimpin yang dapat mempengaruhi semua orang disekelilingnya.
     Stephen R. Covey dalam bukunya “7 Habits of Highly Effective People”, memasukan ketrampilan mendengarkan dengan empatik sebagai poin penting dalam berkomunikasi. Dengan mendengarkan seseorang akan lebih memiliki keutuhan, kekuatan dan keseimbangan. Covey menjelaskan, bahwa untuk mewujudkan kesaling bergantungan yang kuat, maka setiap orang harus mampu untuk bisa saling mendengarkan. Akan tetapi tidak hanya sekedar mendengar, namun ada keterlibatan aktif dari keseluruan diri dalam aktivitas mendengarkan. Ada empati dalam sebuah situasi mendengarkan. Dengan kondisi ini, akan membuat seseorang lebih mudah untuk memahami orang lain dan pada akhirnya ia akan dipahami.

Komunikasi Empatik
    Kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain dalam berkomunikasi bukanlah sesuatu yang mudah. “Mengerti” bukanlah hanya dengan cara mendengarkan. Akan tetapi melalui sebuah proses penyerahan diri untuk mau mendengarkan. Untuk itu proses saling mengerti akan tercapai, apabila pihak-pihak yang berkomunikasi mau untuk saling mendengarkan.
    Menurut Covey, berusaha mengerti orang lain, merupakan bentuk komunikasi yang paling tertinggi. Dalam berkomunikasi unsur paling penting bukan tentang apa yang kita tulis dan atau sampaikan, namun pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada orang lain. Dalam berkomunikasi harus melibatkan integritas diri kita. Kita tidak dapat berpura-pura dalam berkomunikasi. Jika anda ingin memenangkan orang lain, maka anda harus menghadirkan totalitas diri anda pada saat anda sedang berkomunikasi. Mendengarlah dengan totalitas diri anda, dan berbicaralah dengan integritas anda.
    Dengan berusaha mengerti orang lain terlebih dahulu, dan baru dimengerti merupakan sebuah bentuk komunikasi yang empatik. Dengan memahami dan mengerti orang lain, kita telah membangun kepercayaan dan keterbukaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama dan sinergisme. Berusaha mengerti orang lain berarti situasi dimana memudahkan seseorang untuk menyampaikan pesan. Dengan kemudahan dalam menyampaikan pesan, maka akan membuat sipenerima pesan lebih paham dan mengerti akan situasi ril dan sipemberi pesan.
    Berusaha untuk mengerti orang lain merupakan dasar dari komunikasi empatik. Kita berusaha memahami karakter, peran dan maksud dari orang lain. Covey menekankan enam hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan komunikasi yang empatik.
    Pertama, berusahalah benar-benar memahami orang lain. Dengan berusaha memahami orang lain, seseorang akan menghadirkan dirinya seutuhnya dalam sebuah aktivitas komunikasi. Ia tidak akan memaksakan ide dan argumentasi dirinya terhadap apa yang dialami oleh orang lain. Akan tetapi ia akan mendengarkan lewat pesan verbal maupun non verbal, tentang keberadaan dan keinginan orang lain. Seseorang tidak bisa berpura-pura dalam mendengarkan dengan tujuan untuk memahami orang lain. Pada saat berpura-pura mendengarkan, maka yang terjadi adalah sebuah kesalah pengertian dan pemahaman akan maksud yang disampaikan atau ingin dikomunikasikan oleh orang lain.
    Kedua, lakukanlah kebaikan dan sopan santun. Pada saat berkomunikasi, orang lain akan merasaka kehadiran si pendengar dari kebaikan yang dilakukan dan sikap yang ditunjukannya. Kebaikan dan sopan santun pada saat mendengarkan orang lain, merupakan unsur yang sangat kecil, namun dapat memberikan dampak yang besar. Hanya dengan perilaku sopan santun, dapat membuat orang lain merasa dirinya diterima dan berarti dalam aktivitas komunikasi yang dilakukan. Kebaikan dalam mendengarkan tidak akan tampak lewat bantuan yang diberikan, namun akan tampak dari sikap mendengarkan. Seseorang akan memberikan kebaikannya, lewat perasaan dan sentuhan yang dilakukan pada saat proses mendengarkan. Lewat cara demikianlah seseorang akan lebih terbuka dan bebas untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan.
    Ketiga, Memenuhi komitmen atau janji. Komitmen merupakan poin paling besar pada saat melakukan komunikasi empatik. Orang-orang yang sedang melakukan komunikasi harus memiliki komitmen pada saat mereka melakukan komunikasi. Komitmen tersebut untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Untuk itu komunikasi tidak hanya dilakukan sebagai sebuah rutinitas, namun memiliki tujuan tertentu. Dengan mewujudkan tujuan tersebut, maka para komunikan telah memenuhi komitmen atau janji mereka. Apabila dalam berkomunikasi, ada salah satu pihak yang melanggar atau tidak memenuhi komitmen yang diharapkan, maka tujuan dari komunikasi tidak akan tercapai. Komitmen tersebut dapat juga dalam bentuk, komitmen untuk saling mendengarkan dan saling memberikan dukungan atau kekuatan. Dan apabila dalam bekomunikasi ada yang menarik diri dari komitmen tersebut, maka komunikan yang lainnya akan merasa disakiti dan tidak meneruskan komunikasi yang dilakukan.
    Keempat, menjelaskan harapan. Dalam berkomunikasi, seseorang harus mampu untuk menjelaskan harapan-harapan dia secara detail dan spesifik. Dengan menjelaskan harapan-harapannya, maka orang lain mengetahui apa yang diinginkan dan berupaya untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut.
    Kelima, meminta maaf dengan tulus. Pada saat berkomunikasi, ada kesalahan-kesalahan kecil yang secara sadar maupun tidak sadar mungkin telah dilakukan. Untuk itu meminta maaflah dengan tulus, dan jangan berpura-pura. Dengan ketulusan dalam meminta maaf, akan membuat pihak lain merasa dihargai dan dihormati. Sehingga ia mendapatkan jaminan dalam memberikan atau menerima informasi pada saat berkomunikasi
    Keenam, Integritas. Poin paling besar dalam berkomunikasi adalah integritas. Integritas merupakan pondasi dalam berkomunikasi. Anda harus hadir dengan karakter anda pada saat melakukan komunikasi. Tindakan pura-pura atau bermain peran tidak dapat dilakukan pada saat melakukan komunikasi. Dengan kehadiran penuh totalitas diri anda pada saat mendengarkan, membuatkan orang yang berkomunikasi dengan anda mengenal siapa rekan bicaranya dan dengan tujuan apa ia hadir. Integritas lebih dari sekedar berkata jujur pada saat berkomunikasi. Integritas akan membangun kepercayaan dari semua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Dengan demikian, komunikasi yang dilakukan akan lebih terbuka, terarah dan mengalir tanpa beban.

Dalam komunikasi empatik, kita melibatkan juga mendengarkan secara empatik. Mendengarkan secara empatik yakni mendengarkan secara mendalam yang diikuti dengan pernyataan akan pengertian kita tentang apa yang diekspresikan oleh rekan bicara. Saling mengerti dan memahami antar kedua pihak merupakan proses yang dibimbing oleh respon empatik. Dengan mendengarkan secara empatik, akan membawa kita pada penjelajahan perasaan sesuai dengan irama serta arah yang kita tentukan sendiri. mendengarkan secara empatik akan menghasilkan pengertian dan pemahaman yang lebih dalam.

Keuntungan dalam memahami orang lain

Dengan memahami orang lain, maka kita mendorong berlangsungnya sebuah proses sebagai berikut:

  1. Hasrat dan keinginan orang lain untuk mempertahankan posisi atau sikapnya akan berkurang. Seseorang akan berupaya mempertahankan keinginannya dalam berbicara. Ia akan berusaha untuk menjadi pemenang atau orang yang dominan dalam berkomunikasi. Dengan memahami dan mengerti orang lain, akan membuat hasrat untuk mempertahankan posisi dan menjadi dominan berkurang. Ia akan lebih terbuka dan mau untuk berkomunikasi secara efektif.
  2. Mereka akan lebih terbuka. Keterbukaan merupakan kondisi ideal dalam sebuah komunikasi. Dengan empati, akan membuat setiap orang terbuka dan mengalir dalam menyampaikan pesan yang diharapkan.
  3. Kedudukan dan posisi mereka tidak lagi menghalangi mereka untuk melihat lebih jelas nilai-nilai yang mereka miliki, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk menciptakan pilihan-pilihan lainnya yang tersedia. Tidak lagi ada pimpinan dan bawahan, atau raja dan rakyat. Yang ada adalah keterbukaan dalam melihat nilai-nilai yang dimiliki dan saling berbagi untuk menjadi manusia yang lebih ideal. 
  4. Ada kesempatan untuk bersama-sama mempertimbangkan berbagai pilihan lain yang ada. Dengan saling memahami, akan menciptakan kesempatan untuk melihat pilihan ketiga yang berada diluar pilihan-pilihan yang ada.
Bentuk respon dalam berkomunikasi
Adapun respon yang sering dilakukan dalam komunikasi adalah :

  1. Menilai. Dalam diri manusia selalu ada anggapan bahwa pengalaman hidupnya merupakan hal yang paling berarti. Dan pengalam tersebut seringkali digunakan untuk menilai dan mengadili orang lain. Dalam berkomunikasi, respon ini seringkali kita berikan terhadap rekan bicara kita. Kita berusaha menilai informasi yang diberikan. Dengan menilai dan mengadili informasi yang diberikan, akan membuat rekan bicara hati-hati dalam menyampaikan informasi dan memunculkan sikap saling mencurigai. Penilaian dapat kita berikan kepada rekan bicara kita, namun jangan berlebihan hingga mengadilinya secara langsung.
  2. Menyelidiki. Respon ini sering kita berikan pada saat membicarakan subyek yang tidak ada pada saat komunikasi terjadi (atau kata lain pada saat “bergosip”). Keinginan untuk menyelidiki lebih dalam, hingga pada hal-hal yang bersifat pribadi, akan membuat rekan bicara membangun tembok tinggi dalam berkomunikasi. Komunikasi empatik bukanlah sebuah situasi investigasi. Akan tetapi situasi untuk saling bisa menerima dan memberi. Untuk itu hindarkan diri untuk menyelidiki lebih dalam rekan bicara, apabila ada informasi yang tidak ingin ia berikan. Pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menyelidiki harus disusun berdasarkan keterbukaan rekan bicara dalam memberikan pesan sebelumnya. 
  3. Menasehati. Memberikan nasehat dan bersikap seperti orang yang lebih dewasa, adalah bentuk respon lain yang sering diberikan pada saat melakukan komunikasi. Hal ini akan membuat rekan bicara seperti anak kecil dan belum memiliki banyak pengalaman. Sikap seperti ini akan membatasi kita dengan rekan bicara, dan membuat komunikasi menjadi terbatas, serta akan didominasi oleh perilaku ceramah yang kita lakukan (untuk menasehati). Nasehat akan diberikan apabila rekan bicara membutuhkan respon tersebut dan itu akan tampak dari pesan verbal dan non verbal yang diberikan rekan bicara. 
  4. Menafsirkan. Berusahalah untuk tidak menafsir pesan yang diberikan oleh lawan bicara. Kesalahan yang terjadi berulang kali dalam menafsirkan, menunjukan kurangnya totalitas diri dalam berkomunikasi. Biarkanlah rekan bicara yang menjelaskan secara spesifik dan detail pesan yang ingin disampaikan, sehingga tidak terjadi kesalahan pemaknaan dan pemahaman. Apabila ada kesalahan penafsiran, tanyakanlah secara langsung.
Menyampaikan ide untuk dimengerti
Setelah kita mendengarkan secara empatik, dan membuat kita paham serta mengerti. Maka sebagai pemimpin, hal tersebut belumlah cukup. Pemimpin harus mampu memiliki kemampuan mengkomunikasikan ide dan visinya untuk dimengerti orang lain. Menyampaikan ide dan visinya juga membutuhkan totalitas dan integritas diri. Kita harus melibatkan seluruh karakter diri kita dalam mengkomunikasikan pesan ingin kita sampaikan.
    George Ninan dan Anita E. Mellott menjabarkan bahwa komunikasi yang baik meliputi : body language, personal space, tone voice, touch dan time. Body language yakni penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi, sehingga pesan yang disampaikan lebih dapat diterima secara utuh. Kesatuan antara pesan yang disampaikan secara verbal dengan pesan dalam bahasa tubuh, membuat orang lain yang menerima pesan dapat memahami maksud dari si pemberi pesan. Personal space yakni batasan jarak pribadi yang digunakan dalam berkomunikasi. Dari batasan jarak pribadi, kita akan memahami keterbukaan dan sikap tertutup dari si pemberi pesan. Ia dapat memberi pesan dengan tangan terbuka , sebagai signal ketulusan dalam memberikan pesan, dan ataupun dengan melipat tangan didekat dada sebagai batasan dalam memberikan pesan. Banyak signal yang dapat dipelajari dalam memahami personal space. Tone voice adalah irama nada yang digunakan pada saat menyampaikan pesan. Tinggi-rendahnya nada bicara menyiratkan makna tertentu, yang ingin disampaikan oleh pemberi pesan. Dan terakhir adalah waktu (time). Pemberi pesan harus memperhatikan waktu pada saat berbicara, sehingga tidak terkesan terburu-buru ataupun kehilangan inti pesan yang ingin disampaikan. Mengelolah waktu pada saat berbicara sangat penting bagi pemberi pesan. Dengan menguasai sikap dalam memberikan pesan, maka si pembicara dapat menyampaikan isi pesan secara menyeluruh dan dimengerti oleh orang lain.
    Dalam menyampaikan ide, perlu juga diketahui kontribusi indera dalam menangkap ide tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Muzert mengidentifikasikan bahwa masing-masing indera memberikan kontribusi yang beragam terhadap hasil pembelajaran dan pengertian. Perasa memberikan kontribusi 1%, peraba 1,5%, pencium 2,5%, pendengar 11% dan penglihatan 84%. Kontribusi indera penglihatan lebih besar. Untuk itu karakter pembicara dan cara menyampaikan ide haruslah efektif, sehingga mampu mempengaruhi penerima pesan secara optimal. Apabila si penyampai ide, mampu mengkombinasikan antara bahasa verbal (lewat kata-kata) yang tepat dan bahasa tubuh yang efektif, maka efek daya tangkap pendengar akan mencapai 94%. Dan ini akan menjadi sebuah bentuk komunikasi yang efektif. Dengan menyampaikan ide secara efektif, maka pesan yang kita berikan telah dipahami oleh penerima pesan. Dan pada saat pesan tersebut telah dipahami, maka kekuatan pengaruh dari sang pemimpin akan lebih besar terhadap sang penerima pesan.

Penutup
Sebuah ide, visi dan tujuan tidak akan dapat dilaksanakan, apabila tidak berlangsungnya sebuah komunikasi yang efektif. Dengan menerapkan komunikasi yang empatik, maka pemimpin telah berupaya memahami terlebih dahulu, dan kemudian dipahami. Pemimpin haruslah memiliki pengaruh, dan pengaruh itu didapatkan dari pemahaman dan pengertian yang tepat tentang sebuah visi serta kebutuhan dari orang-orang yang dipimpinnya. Covey telah menempatkan seorang pemimpin menjadi pemimpin yang melayani dengan integritas. Pemimpin yang tidak saja hanya bisa mengarahkan, namun juga mengenal serta mengerti setiap permasalahan yang dihadapinya. Komunikasi empatik menjadikan seorang pemimpin mampu menjadi penyembuh bagi setiap penyakit dan permasalahan yang dihadapi para pengikutnya.

 
Daftar Pustaka
  • Anwar Arifin, “Komunikasi dalam teori dan praktek”, 1977, Penerbit Armico : Bandung
  • A. W. Wjaya, “Ilmu komunikasi”, 2000, Penerbit Rineka Cipta : Jakarta 
  • J. Rakhmad, “Psikologi komunikasi”, 1993, PT Remaja Rosdakarya : Bandung 
  • Stephen R. Covey, “The Seven Habits of Highly Effective People”, 1989, Simon and Schuster : New York

(Tulisan ini dibawakan Ricky Arnold Nggili sebagai materi dalam Latihan Menengah Kepemimpinan Mahasiswa (LMKM) Lembaga Kemahasiswaan Universitas (LKU) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), tanggal 25 Januari 2014, di Kampoeng Java (Muncul) Kab. Semarang)  


Link tulisan terkait : 
Posting Komentar

Posting Komentar