Pertanyaan selanjutnya yakni, apakah ada
yang dikorbankan dalam pesta demokrasi tersebut?Ya, lingkungan alam
selalu menjadi korban dalam pesta demokrasi yang dilakukan di
Indonesia.Kampanye-kampanye politik dengan menggunakan alat peraga dan
media seperti spanduk, bendera dan gambar, yang selalu dipaku dan atau
ditancapkan dibatang-batang pohon,yang terletak dipinggiran jalan, agar
dapat dilihat oleh masyarakat umum. Kadangkala satu pohon ditancapkan
dua sampai tiga bahkan lebih media kampanye, sehingga menghilangkan
keindahan tanaman tersebut.Pohon-pohon dipinggiran jalan seperti hidup
dan tumbuh untuk menyuarakan kepentingan para politisi yang ingin menang
dalam pesta demokrasi tahun ini.Lingkungan menjadi meriah dengan
banyaknya alat peraga dan media kampanye. Akan tetapi disisi lain,
batang pohonlah yang menjadi tempat tepat untuk menancapkan media
tersebut.Sungguh sebuah pesta demokrasi yang ironi.Pesta yang tidak
memperhatikan tumbuhan yang berada disekitar tempat umum.
Para calon wakil rakyat berupaya
menunjukkan karakter diri dan visi mereka.Akan tetapi dalam karakter dan
visi tersebut terbersit sebuah perilaku yang menunjukan sikap anti
terhadap lingkungan dan ekosistem sekitar.Mereka berupaya menyuarakan
janji-janji kampanye yang pada umumnya berfokus pada peningkatan
kesejahteraan rakyat dan menciptakan keadilan sosial.Akan tetapi tidak
ada yang menyuarakan kelangsungan dan kelestarian lingkungan, tempat
dimana masyarakat tinggal.Perlombaan yang dilakukan dalam masa kampanye,
hanyalah sebatas janji-janji politis, yang berguna untuk menghipnotis
pada calon pemilih.Lingkungan diabaikan dan bahkan dikorbankan untuk
mencapai tujuan politis tersebut.
Jika dilihat cara menempatkan alat
peraga dan media kampanye, maka tampaklah secara eksplisit bahwa masih
banyak para calon wakil rakyat yang mengobarkan kampanye
anti-lingkungan.Alat peraga danmedia kampanye yang ditancapkan
dibatang-batang pohon, penggalian trotoar (jalur pejalan kaki) secara
serampangan untuk dipasangkan baliho besar dan bahkan ada tanaman yang
ditebang, karena menghalangi pandangan masyarakat pada media
tersebut,merupakan bentuk-bentuk kampanye anti lingkungan secara tidak
langsung.Kehidupan sosial tidak terlepas dari ekosistem dimana
masyarakat itu berada. Dengan demikian, jika ia memperjuangkan nasib
rakyat yang akan memilihnya, maka lingkungan tempat masyarakat tinggal
pun, harus diperhatikan dan dilestarikan. Bukannya dikorbankan untuk
kepentingan kampanye atau kepentingan politik individu.
Dengan menancapkan media kampanye
kebatang pohon, maka calon wakil rakyat telah menunjukan karakter tidak
mencintai lingkungan.Tanaman pohon yang berada diruang publik, merupakan
bagian dari kepemilikan bersama. Dan harus dijaga kelestariannya,
sebagai upaya menjaga kesejukan dan keindahan kota.Banyaknya media yang
ditancapkan dibatang-batang pohon, akan membuat keindahan dari
lingkungan menjadi pudar. Pohon-pohon dan tanaman lain yang ada
dipinggiran jalan seharusnya berfungsi pembawa keteduhan, dan bukannya
menjadi alat yang digunakan dalam kampanye politik.
Ada juga kampanye anti-lingkungan dalam
bentukpenggalian trotoar untuk ditanamkan baliho-baliho besar kampanye
politik.Trotoar merupakan fasilitas umum yang seharusnya tidak boleh
digunakan sebagai alat kampanye.Apabila ada calon wakil rakyat dan
partai yang menancapkan balihonya ditrotoar,maka perilaku tersebut
menunjukkan sikap yang lebih mementingkan diri sendiri dari pada
kepentingan rakyat.Dengan mengabaikan kepentingan pejalan kaki, maka
sang politisi telah salah dalam memperjuangkan nasib rakyat.
Kampanye anti-lingkungan berikutnya
ditunjukkan dengan penebangan tanaman dipinggir jalan agar tidak
menghalangi media kampanye yang terpajang disisi jalan.Tanaman-tanaman
dipinggir jalan selalu menjadi target para pemasang alat peraga dan
media kampanye.Para tim sukses maupun kader-kader partai tidak
segan-segan memotong tanaman apa saja yang menghalangi pandangan mata
masyarakat terhadap alat peraga dan media kampanye mereka. Penataan
terhadap pemasangan media-media kampanye tidak diatur secara spesifik
dengan berkoordinasi dengan dinas lingkungan hidup dan tata kota. Hingga
menyebabkan tanaman-tanaman yang sengaja ditanam oleh dinas terkait
ditebang seenaknya. Dengan menebang tanaman yang menghalangi media
kampanyelah mereka menunjukan siapa diri mereka, yang siap mengorbankan
apa saja bagi sebuah kemenangan kelompok atau individu.
Melihat perilaku ini, maka tampaklah
bahwa kampanye yang dilakukan bukanlah kampanye politik untuk merebut
kursi wakil rakyat.Akan tetapi kampanye politik untuk menunjukan sikap
anti-lingkungan.Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2013 tentang ketentuan
pemasangan alat peraga ditempat umum diabaikan.Perilaku yang secara
sadar ditunjukan ini, memperlihatkanrendahnyapemahaman visi dan
intelektualitas yang dimiliki oleh para calon wakil rakyat.Para calon
wakil rakyat hanya menciptakan slogan-slogan pro rakyat, akan tetapi
perilaku mereka tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Ekologi yang
merupakan tempat tinggal rakyat adalah jaminan keberlangsungan dari
kesejahteraan dan keadilan sosial. Apabila hal tersebut dirusak dan
diabaikan, maka akan terjadi ketimpangan dalam masyarakat.Sudah cukup
banjir dan bencana yang disebabkan oleh pembangunan tanpa memperhatikan
keseimbangan alam.Dengan mengobarkan kampanye terselubung
anti-lingkungan, maka sudah pasti penderitaan rakyat akan diteruskan
oleh wakil rakyat berikutnya. Selamat menyongsong pesta demokrasi dan
jadilah rakyat yang peduli dan cinta pada lingkungannya.
Posting Komentar