xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Manajemen & Pemimpin yang Melayani



Pendahuluan
Dalam setiap organisasi membutuhkan pengelolahan yang efektif dan kreatif, untuk mengarahkan segala potensi menuju pada sebuah perubahan yang diharapkan. Keberadaan sebuah organisasi merupakan upaya untuk mewujudkan keseimbangan tujuan antar individu dengan sebuah kondisi tujuan ideal dari organisasi tersebut. Dan untuk mencapai pada tujuan tersebut, maka sebuah situasi kerja yang efektif dibutuhkan, sehingga ketercapaian dari masing-masing tujuan dapat terwujudsecara optimal. Efektifitas adalah sebuah keharusan dalam pengelolahan sebuah organisasi. Selain dari pada itu, organisasi juga membutuhkan sebuah perubahan. Perubahan tersebut bukan hanya sekedar untuk terlihat tampak adanya pergerakan aktivitas. Namun perubahan yang menunjukan pergerakan roda organisasi secara positif menuju pada sebuah kondisi yang ideal. Perubahan yang tercipta berdampak secara internal dan eksternal organisasi. Dengan terciptanya perubahan, maka organisasi tersebut telah berhasil menjadi learning organization yang survive dan siap untuk menuju pada renewal organization.
   Dalam menciptakan perubahan, sebuah organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan yang tepat. Pemimpin dengan prinsip melayani adalah salah satu karakter yang mampu menunjang perubahan dalam organisasi. Melayani membutuhkan totalitas, komitment dan integritas dalam memimpin. Seorang pelayan memiliki karakter yang tepat dalam memimpin. Tokoh-tokoh seperti Nelson Mandela, Mahatma Gandhi, Mother Theresa, Abraham Lincoln, dan masih banyak lagi pemimpin didunia, menempatkan sikap melayani sebagai karakter mereka dalam memimpin. Tokoh-tokoh ini bukan hanya menciptakan perubahan bagi dunia sekeliling mereka, namun juga meninggalkan sebuah nilai-nilai luhur bagi manusia. Pemimpin yang melayani tidak hanya membuat perubahan secara organisatoris dalam kinerja mereka. Namun juga meninggalkan nilai-nilai ideal yang luhur bagi kehidupan manusia.

Manajemen 
   Secara umum manajemen adalah ilmu dan seni merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkomunikasikan dan mengawasi segala sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen merupakan sarana untuk mencapai tujuan organisasi, dengan cara mengoptimalkan berbagai sumber daya yang dimiliki. Adapun sumber daya yang dioptimalkan adalah berbagai sumber daya yang terdapat di internal dan eksternal organisasi. Aktivitas manajemen ini dilakukan oleh seorang pemimpin yang menerapkan peran sebagai seorang manajer dalam organisasi. Adapun aktivitas yang dilakukan dalam manajemen adalah :





   Keempat aktifitas tersebut sering disingkat dengan POAC (Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan, dan Pengawasan). Kegiatan perencanaan dilakukan pada awal aktivitas manajemen. Dalam kegiatan ini, sang manajer bersama para stakeholder didalam organisasi berusaha untuk menganalisis kondisi internal dan ekternal organisasi. Analisis tesebut bermanfaat untuk mengetahui berbagai potensi internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan dari dalam organisasi. Sedangkan analisis potensi ekternal, meliputi analisis terhadap peluang dan ancaman dari luar organisasi. Setelah melakukan analisis potensi tersebut, maka selanjutnya sang manajer dapat merencanakan program-program yang efektif untuk mewujudkan tujuan dari organisasi. Perencanaan program kerja organisasi juga meliputi perencanaan anggaran hingga rencana penerapan kegiatan untuk mewujudkan program tersebut. Setelah perencanaan program, maka berikutnya sang manajer harus melakukan pengorganisasian sebagai langkah awal menuju pada penerapan program kerja. Pengorganisasi meliputi pembagian struktur, kejelasan uraian tugas, aturan main dalam organisasi dan hal lainnya yang berkaitan dengan pengaturan suatu kondisi menuju pada pelaksanaan program. Setelah pengorganisasian, maka berikutnya adalah penerapan atau pelaksanaan program kerja. Pada tahap ini, sang manajer haruslah memanfaatkan berbagai sumber daya internal dan ekternal untuk memaksimalkan kinerja organisasi. Dan perlu difokuskan bahwa segala pelaksanaan program kerja haruslah sesuai dengan rencana program dan sesuai dengan aturan main organisasi yang telah ditetapkan. Penerapan program akan lebih optimal, apabila segala setiap orang yang terlibat dalam organisasi berprinsip pada efektfitas dan efesiensi. Efektifitas dalam pencapaian tujuan program, yang merupakan bagian kecil dari tujuan organisasi. Dan efesiensi dalam penggunaan sumber daya yang dimiliki. Setelah penerapan atau pelaksanaan, maka tahap berikutnya adalah pengawasan. Pada tahap ini, sang manajer harus fokus pada tindakan pengendalian dan evaluasi. Pengawasan dan evaluasi dapat dilakukan pada saat pelaksanaan program kerja dan atau pada akhir masa kerja sang manajer. Dengan pengawasan yang tepat, maka segala aktivitas organisasi akan bergerak searah dengan tujuan organisasi. Dalam aktivitas manajemen, keempat tahap ini haruslah berjalan secara melingkar, sehingga ia akan terus berputar menuju pada sebuah tujuan yang diharapkan. Secara garis besar proses aktivitas diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

   Pada bagan proses tersebut, proses manajemen adalah tugas dari manajer. Sedangkan proses input melibatkan berbagai stakeholders dari organisasi. Input dalam organisasi meliputi berbagai Sumber Daya Manusia yang masuk dan ada dalam organisasi, metode yang diambil dan didapatkan dari pengalaman organisasi lainnya, modal berupa finansial dan lainnya, serta material. Hal-hal tersebut masuk kedalam organiasi, dan selanjutnya lewat proses manajemen, hal-hal tersebut diarahkan pada pencapaian secara optimal tujuan dari organisasi.
   Selain dari proses manajemen, seorang manajer dalam organisasi juga perlu memperhatikan jenjang struktur manajemen organisasi tersebut. Seorang manajer adalah pemimpin dalam organisasi. Untuk itu dalam menerapkan fungsi sebagai seorang manajer, ia haruslah paham tingkatan-tingkatan struktur manajemen, sehingga akan memudahkan dalam pengorganisasian. Fungsi lain dari memahami struktur manajemen adalah memudahkan sang pemimpin dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam organisasi tidak selalu dilakukan oleh pemimpin puncak. Akan tetapi juga dilakukan oleh pemimpin-pemimpin lain di tingkatan struktur tertentu. Adapun jenjang pengambilan keputusan dalam proses manajemen adalah :


   Dari gambar diatas, tampak bahwa hirarki pengambilan keputusan dalam organisasi paling tinggi adalah oleh top manajer. Top manajer memiliki jumlah keputusan yang lebih besar dari pada hirarki manajemen dibawahnya (midle manajer dan manajer lini). Hal ini disebabkan karena top manajer merupakan penanggung jawab roda organisasi secara keseluruan. Sedangkan midle manajer dan manajer lini adalah penanggung jawab organisasi berdasarkan jenjang struktur yang mereka tempati. Midle manajer bertanggung jawab mengawasi dan mengendalikan manajer lini dibawahnya agar kinerja mereka efesian dan efektif, serta merta mempertanggung jawabkan kinerjanya pada top manajer. Selanjutnya manajer lini adalah manajer pada tingkatan paling bawah yang akan bekerja dengan program serta pekerjaan yang lebih spesifik. Tanggung jawab dalam hirarki ini lebih spesifik dan mempertanggung jawabkannya secara langsung pada midle manajer. Dalam hal pengambilan keputusan, level ini paling sempit dalam pengambilan keputusan dan harus selalu berkoordinasi dengan level diatasnya.
   Dengan memahami fungsi, proses manajemen dan proses pengambilan keputusan dalam organisasi, maka seorang manajer telah memiliki pengetahuan yang matang tentang manajemen. Selanjutnya diperlukan karakter seorang pemimpin, untuk menuntun sang manajer dalam menggerakan roda organisasi.

Kepemimpinan yang melayani 
   Untuk menggerakan roda organisasi, fungsi manajemen harus juga diarahkan oleh karakter pemimpin yang tepat. Pemimpin memiliki kewenangan untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggotanya. Dalam aktivitas ini, setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Gaya memimpin Nelson Mandela adalah gaya memimpin dengan kerendahan hati. Gaya memimpin Mahatma Gandhi adalah memimpin dengan kebenaran. Gaya memimpin Mother Theresa adalah memimpin dengan kasih sayang. Para pemimpin tersebut telah memberikan paradigma baru dalam menjalankan kemimpinan. Pemimpin bukanlah seseorang yang selalu memerintah, namun juga adalah seseorang yang selalu memotivasi, bekerja tanpa lelah, berkomitmen dan tulus dalam bekerja. Karakter pemimpin seperti inilah yang pantas jika disandingkan dengan peran seorang manajer. Dan karakter kepemimpinan ini adalah karakter dari pemimpin yang melayani.
   Pemimpin yang melayani atau lebih dikenal dalam tipe kepemimpinan sebagai Servant leadership, merupakan suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari hati yang berkehendak untuk melayani. Adapun orientasi memimpin dariservant leadership adalah untuk melayani organisasi dan pengikut dengan standar moral spiritual. Para pemimpin yang melayani (servant leader) biasanya menempatkan kebutuhan pengikut sebagai prioritas utama dan memperlakukannya sebagai rekan kerja dan bukan sebagai bawahan, sehingga kedekatan interpersonal diantara keduanya sangatlah erat, karena adanya saling kebergantungan dalam melayani tujuan organisasi.
   Servant leadership merupakan suatu tipe kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dihadapi dalam berbagai organisasi. Krisis tersebut bentuknya seperti menurunnya kepercayaan anggota organisasi terhadap keteladanan dari sang pemimpin, dan juga ketidak mampuan sang pemimpin dalam bekerjasama dengan stakeholders lainnya dalam organisasi. Dengan servant leaders akan menciptakan perubahan organisasi yang bergerak secara positif dan optimis. Para anggota akan percaya dan yakin bahwa sang pemimpin mampu untuk menggerakan seluruh potensi organisasi menuju pada cita-cita bersama. Seorang pemimpin yang melayani memiliki perilaku :
  • Suka dan setia dalam mendengarkan berbagai pendapat (termasuk dari anggotanya) (altruistic calling)
  • Mampu memberikan keteduhan dan menyembuhkan perasaan emosional dari anggota atau orang-orang yang dipimpinnya (emotional healing) 
  • Bijaksana dalam mengambil keputusan (wisdom)
  • Lebih mengutamakan tindakan persuasif dari pada memberi komando/ memerintah (persuasive mapping)
  • Selalu mendorong dan memberikan teladan bagi orang-orang yang dipimpinnya, agar terus selalu berkembang didalam organisasi maupun diluar organisasi.
   Tipe ini juga cenderung untuk berusaha untuk membuat hal-hal yang mampu menjadikan para anggotanya memiliki komitmen terhadap organisasi. Komitmen tersebut dapat membantu membangun kepercayaan para anggota terhadap nilai-nilai organisasi, membangun loyalitas anggota terhadap organisasi dan kesediaan mereka untuk terlibat secara aktif demi kepentingan organisasi. Dengan demikian secara umum, dapat diambil kesimpulan bahwa tipe servant leadership mampu membangun komitmen yang kuat dari seluruh anggota organisasi.
Menurut Dennis (2004), konstruksi servant leadership meliputi :
  1. Kasih sayang. Karakteristik pertama dalam servant leadership adalah kepemimpinan yang mengasihi berdasarkan kasih sayang. Yang dimaksud dengan kasih sayang adalah melakukan hal-hal yang benar pada waktu yang tepat dengan alasan yang benar.
  2. Pemberdayaan. Hal ini menekankan pada mempercayakan kewenangan kepada orang lain yang menjadi anggotanya. Sehingga orang-orang disekitar sang pemimpin terus berkembang dan bertumbuh.
  3. Visi. Visi merupakan arah organisasi dan orang-orang yang dipimpin, akan dibawa oleh sang pemimpin. Visi pemimpin akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya lebih kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi.
  4. Kerendahan hati. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menjaga kerendahan hati dengan menunjukkan rasa hormat terhadap karyawan serta mengakui kontribusi karyawan terhadap tim.
  5. Kepercayaan. Seorang pemimpin karena karakternya mendapatkan kepercayaan dari orang-orang yang dipimpinnya, dan untuk itu juga ia harus memiliki kepercayaan akan potensi serta kemampuan dari orang-orang yang dipimpinnya, sehingga ia memiliki keluasan dalam memberikan kewenangan dan tanggung jawab.
   Dengan memiliki konstruksi diatas, maka seorang pemimpin akan memiliki kekuatan pengaruh terhadap anggotanya dengan ciri yang lain, yakni ciri seorang pelayan. Servant leader mampu mempengaruhi orang lain dengan karisma yang dimilikinya, dan sumber dari karisma tersebut adalan berakar dari konstruksi kepemimpinan yang dimilikinya.

Servant Leader yang Memimpin
   Apabila seorang pemimpin memiliki jiwa melayani, maka ia akan melakukan fungsi manajerial dengan mengedepankan kepemimpinannya. Banyak para pemimpin terjebak dengan peran sebagai seorang manajer, dan tidak memahami dirinya sebagai seorang pemimpin. Dengan menggabungkan dua peran ini, maka seseorang bukan saja menjadi pemimpin bagi dirinya, akan tetapi mengarahkan orang lain juga menjadi pemimpin disekitarnya.
   Manajemen bukanlah hanya sebuah ilmu untuk mengendalikan, akan tetapi juga merupakan seni dalam memimpin. Dengan memiliki potensi sebagai seorang pelayan, maka sang pemimpin mampu membangun visi masa depan dari organisasi, serta merta mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk bergerak bersama menuju pada suasana ideal tersebut. Disitulah seni dalam melakukan proses manajemen. Pemimpin tidak membutuhkan pengikut, namun memiliki orang-orang yang terberdayakan untuk bekerja secara mandiri dan bertanggung jawab. Dan hal tersebut dapat dibentuk oleh servant leader. Servant leader mampu menguasai dirinya untuk bekerja sebagai satu kesatuan sebagai pemimpin dalam memainkan dua fungsi, yakni fungsi manajer dan pemimpin. Fungsi manajer untuk mengoptimalkan sumber daya organisasi guna pencapaian tujuan organisasi. Sekaligus fungsi pemimpin yang menciptakan pemimpin-pemimpin lainnya disekitar dirinya.

Penutup 
   Dalam organisasi yang sedang krisis maupun berkembang, servant leader dapat menjadi jalan keluar untuk membawa organisasi tersebut menuju pada kondisi ideal. Proses manajemen yang dilakukan akan memiliki jiwa dan tidak hanya akan bergerak secara mekanik. Para anggota dalam organisasi akan terberdayakan, disela-sela ketercapaian tujuan organisasi. Untuk itu sebagai mahkluk spiritual, pemahaman diri yang benar sebagai pemimpin yang melayani haruslah menjadi kekuatan dan sekaligus peluang, dalam melakukan perubahan untuk organisasi maupun bagi lingkungan sekitar organisasi. Pemimpin yang berkarisma adalah pemimpin yang memiliki jiwa melayani dalam menjalankan fungsi manajerial.

Daftar Pustaka
  • Budihardjo, A. (2004). Mengenal Organizational Citizenship Behavior (OCB). Forum Manajemen Prasetya Mulya Tahun ke-XVIII, No.82 April 2004.
  • Greenleaf, R. K. (2002). Servant Leadership A Journey Into The Nature of Legitimate Power & Greatness. 25th Anniversary Edition. Paulist Press; Marwah New Jersey.
  • Maxwell, C. (2001). Mengembangkan Kepemimpinan di Sekeliling Anda. Jakarta : Mitra Media.
  • Musakabe, H. (2001). Pemimpin dan Krisis Multidimensi, Etika dan Moralitas Kepemimpinan. Yayasan Citra Insan Pembaru.
  • Musakabe, H. (2004). Mencari Kepemimpinan Sejati, di Tengah Krisis dan Reformasi. Jakarta : Penerbit Citra Insan Pembaru.
  • Sopiah, S. S. (2002). Perilaku Organisasi. Penerbit Andi. Jogjakarta.
  • Steers, R. M, & Porter, L. M. 1983. Motivation and Work Behaviour. New York : Mac Graw Hill Book Inc.

(Materi disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, Si.Si., MM, dalam program Pembekalan Pengutusan Kader ke medan layan (Program Bidang Akspel GMKI Cab. Salatiga), di Yayasan Bina Darma - Salatiga, tanggal 13 Juni 2015)
Posting Komentar

Posting Komentar