xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Pemimpin yang Melayani & Berdaya Cipta


Setiap organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang berperan untuk mengarahkan dan mengelolah aktivitas kehidupan organisasi tersebut. Dalam Lembaga Kemahasiswaan, pemimpin merupakan individu yang dipilih melalui proses demokrasi pemilihan, sehingga dianggap tepat dan mampu untuk mengarahkan seluruh potensi Lembaga Kemahasiswaan menunju pada tujuan ideal dari organisasi tersebut. Peran pemimpin dalam sebuah organisasi sangat berarti dalam menempatkan tujuan-tujuan pencapaian organisasi dalam jangka waktu tertentu, menggerakan seluruh elemen dalam organisasi untuk bekerja dan melayani untuk mencapai tujuan tersebut, serta menciptakan calon-calon pemimpin baru yang berpontensi untuk melanjutkan gerak organisasi berikutnya. Pemimpin juga sangat dibutuhkan dalam menggerakan organisasi, terutama dalam menggerakan fungsi manajerial, yakni perencanaan, pengorganisasian, pegimplementasian dan pengawasan (atau evaluasi). Dengan taat dalam menjalankan peran sebagai pemimpin dan pengaplikasian fungsi manajerial, maka diharapkan organisasi akan bergerak secara bertanggung jawab, sebagai akibat dari pola kepemimpinan yang berkompeten.
    Pemimpin merupakan sosok inspiratif yang dapat ditemui dalam diri siapa saja. Keberanian kepemimpinan seorang Che Guavara, pejuang revolusioner di Kuba, dapat ditemui dalam diri para pemuda yang berjuang memperjuangkan sebuah kebenaran abslout. Aksi yang dilakukan para mahasiswa pada tahun 1998 dalam menelurkan reformasi, merupakan sebuah keberanian dan semangat membara seorang pemimpin dalam upaya menciptakan perubahan. Mereka berani untuk berhadap langsung dengan moncong senjata dan tekanan militer, untuk memperjuangkan sebuah pemerintahan baru yang berpihak kepada rakyat di Indonesia. Keberanian seperti ini, kadangkala mengorbankan banyak nyawa, namun kebeneran merupakan satu-satunya tujuan dari perjuangan. Kepemimpinan seorang Nelson Mandela di Afrika Selatan, nampak juga dalam seorang pemimpin yanng memiliki integritas dan berpandangan jauh kedepan tentang sebuah tujuan. Nelson Mandela berani dan tegas dalam menegakkan kemajuan manusia di muka bumi. Banyak pemimpin yang memiliki jiwa seperti ini. Muhammad Hatta, Baharudin Lopa dan bahkan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) memiliki integritas, keberanian dan ketegasan seperti Nelson Mandela. Pemimpin seperti John F. Kennedy, yang piawai dalam menggunakan kecerdasan dan bijaksana dalam mengambil kebijakan, juga dapat ditemui di kebanyakan orang. Kepemimpinan seperti Soekarno, presiden Republik Indonesia pertama, yang dengan semangat membara menempatkan Pancasila sebagai dasar kemerdekaan bangsa Indonesia, juga dapat kita temui di dalam diri siapa saja. Pemimpin dan kepemimpinan merupakan satu kesatuan. Sosok seorang tokoh pemimpin menyatu dengan kepemimpin yang diterapkannya. Dan ini dapat dijumpai dalam diri siapa saja, yang menjadikan dirinya pemimpin, baik itu memimpin bagi diri sendiri maupun memimpin untuk mencapai tujuan organisasi tertentu.
    Sosok pemimpin sangat dibutuhkan dalam dunia yang semakin kompleks dan menglobal ini. Suatu masalah tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja, akan tetapi dari berbagai sudut pandang. Suatu solusi tidak hanya menyelesaikan sebuah masalah, namun berdampak juga bagi masalah lainnya. Kemajuan berpikir manusia semakin maju, dan akulturasi budaya serta pengalaman semakin kompleks, menyebabkan kondisi sekeliling memiliki multi korelasi yang rumit. Melihat kondisi ini, pemimpin haruslah lebih cerdas dan bijak dalam menyingkapi berbagai perubahan lingkungan organisasi. Budaya organisasi menjadi nilai yang mahal dan sangat sulit untuk diterapkan dalam organisasi. Setiap orang dalam organisasi berperilaku sesuai dengan tujuan dirinya, dan mengesampingkan tujuan organisasi. Yang akan tampak dalam kinerja organisasi adalah robot-robot organisasi, dan bukan organ-organ organisasi yang memiliki jiwa. Pemimpin harus berupaya untuk menjadikan sebuah organisasi menjadi organ yang hidup. Yang tidak hanya menjalankan fungsi organisasi, namun juga menjamin keberlanjutan organisasi secara kuantitas dan kualitas.

Pemimpin yang melayani 
Pemimpin yang melayani adalah pelayan dalam organisasi. Hal ini berbeda dengan pemimpin yang menjadi “pembantu” atau “pekerja” dalam organisasi. Namun pemimpin yang mengabdi dengan nilai-nilai pelayanan. Menjadi pelayan dalam organisasi tidak mudah, karena berkaitan dengan kemampuan untuk bekerja dengan hati dan otak, atau dengan kalimat yang lain “bekerja dengan kecerdasan emosional dan kecerdesan intelektual yang baik”. Dengan menggunakan kedua hal tersebut, diharapkan seorang pelayan tidak hanya menggerakan roda organisasi, akan tetapi juga mampu menciptakan calon-calon pemimpn selanjutnya.
    Dalam Amsal 1:7a, berbunyi “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan”. Hal inilah mengikat seorang pemimpin, agar dalam bekerja tidak hanya mengandalkan kebijaksanaannya, kecerdasannya, dan kemampuannya saja. Namun juga menempatkan sikap rendah hati, kemauan untuk belajar, kemauan untuk mau mendengarkan dan tidak sombong dalam segala hal. Takut akan Tuhan, menempatkan seorang pemimpin pada sebuah tindakan merendahkan diri, sebagai akibat dari tingginya kuasa Tuhan atas dirinya, terutama dalam menjalankan peran kepemimpinan serta fungsi manajerial. Seseorang yang mau merendahkan diri dan terus belajar dari proses yang dilaluinya akan menjadi seorang pemimpin yang disegani oleh musuh-musuh disekelilingnya, dan bahkan akan mendapatkan banyak sahabat-sahabat setia disekelilingnya. Dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki, tidak membuat ia semakin sombong dan menganggap remeh terhadap orang lain. Akan tetapi ia akan menggunakan berbagai potensi disekitanya, termasuk mungkin saja potensi yang dimiliki musuhnya, sebagai kekuatan untuk menjalankan roda organisasi. 
    Pemimpin organisasi bukanlah pemimpin untuk dirinya, namun untuk pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian teritegrasinya antara tujuan dan peran kepemimpinan sangat perlu untuk diperlukan oleh seorang pemimpn yang melayani. Mahatma Gandhi dalam menjalankan kepemmpinannya ia tidak terjebak berkompetisi dengan lawan politiknya, namun ia hanya fokus pada tujuan mulia kemanusiaan. Nelson Mandela tidak terjebak pada kekuasaan yang diberikan padanya, akan tetapi memberikan kesempatan bagi generasi muda Afrika Selatan lainnya, untuk meneruskan roda pemerintahan Afrika Selatan. Kedua tokoh dunia tersebut, terkenal bukan karena kecerdasan intelektualnya, akan tetapi karena terintegrasinya diri mereka dengan tujuan dan semangat pelayanan mereka. Menjadi pelayan bukanlah menjadi seorang budak, namun menyerahkan diri untuk mau melayani sebuah tujuan ideal.

Pemimpin yang berdaya cipta  
    Toynbee menyebutnya “Creative minority” atau “minoritas yang berdaya cipta”. Berdaya cipta dalam minoritas merupakan ciri yang melekat dalam diri seorang pemimpin. Menjadi mayoritas seringkali menenggelamkan aktivitas organisasi pada rutinitas dan mekanisme semu organisasi, seringkali menjadi seorang pemimpin menjadi robot organisasi. Kepemimpinan hilang jiwa dan rohnya. Kreativitas dapat tercipta apabila setiap pemimpin selalu berpikir melampaui keadaan yang ditemuinya dalam keseharian aktivitas organisasi. Isilah yang sering digunakan akhir-akhir ini adalah berpikir “out of the box”. Seorang pemimpin (CEO) perusahaan mobil berani mengambil peluang untuk memimpin di industri pesawat terbang. Seorang pemimpin di organisai etnis berani mengambil peluang memimpin di Lembaga Kemahasiswaan, dengan budaya dan aktivitas organisasi yang berbeda. Orang-orang seperti ini tidak akan menerapkan cara yang sama dalam memimpin, akan tetapi berani untuk mencoba cara-cara yang baru dan menemukan terobosan-terobosan strategis untuk mewujudkan tujuan kepemimpinannya.
    Pemimpin yang berdaya cipta adalah pemimpin yang mampu untuk menggerakan dirinya diluar kebiasaan organisatoris untuk mencapai sebuah tujuan, serta selalu siap menciptakan pemimpin-pemimpin baru dalam organisasi yang dipimpinnya. Banyak organisasi yang dipimpin oleh orang-orang yang haus akan kekuasaan. Sehingga banyak waktu periodesasi kepemimpinan diambil alih oleh satu orang pemimpin saja. Hal ini akan menyebabkan kemandekan pergerakan organisasi. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mampu keluar dari berbagai keadaan dan menemukan terobosan strategis untuk mewujudkan tujuan organisasi. Pemimpin yang berdaya cipta, yakni pemiimpin yang menjadikan dirinya sebagai penggerakan serta merta menyiapkan lintasan gerak untuk orang lain bergerak. Dengan demikian akan tercipta keberlanjutan kepemimpinan.

Berpikir dan bertindak holistik  
    Holistik berpadanan dengan kata “whole” yang berarti keseluruan. Holistik juga diterapkan dalam ilmu kesehatan sebagai bagian dari proses penyembuhan. Pemimpin yang berpikir dan bertindak holistik adalah pemimpn yang yang mampu berpikir dan bertindak dengan melihat secara menyeluruh potensi dalam organisasi, sehingga berpedan penting bagi pertumbuhan organisasi. Keseluruan dalam makna yang lain mengandung arti kesatuan. Kesatuan gerak, pola pikir dan tujuan. Pemimpin haruslah mampu meyakinkan seluruh elemen dalam organisasi untuk juga bertindak secara menyeluruh. Korelasi antar divisi atau antar bagian, komunikasi antar bidang, dan tindakan lainnya yang menunjukan interaksi sangat dibutuhkan dalam sebuah tindakan holistik.
    Untuk mampu berpikir dan bertindak secara holistik, maka pemimpin haruslah memiliki kemampuan untuk menganalisis berbagai potensi organisasi. Potensi yang dimaksud, bukan saja potensi yang dapat dikontrol, namun juga potensi yang tidak dapat dikontrol. Potensi yang aktif maupun potensi pasif. Berbagai potensi ini dapat membantu dalam pengoptimalan kinerja organisasi. Kadangkala konflik dianggap sebagai bagian yang dapat merusak kinerja organisasi. Padahal, jika dilihat secara holistik, konflik bermanfaat untuk menyatukan seluruh elemen dalam organisasi dengan tujuan organisasi. Dengan sudut pandang yang menyeluruh, akan mengarahkan pemimpin pada sebuah tindakan yang bijaksana dan tidak mengorbankan siapa saja dalam organisasi.

Penutup  
    Pemimpin tidak harus menjadi puncak struktural, namun juga bisa dengan mengendalikan diri sendiri. Pemimpin yang mampu untuk melayani dan berdaya cipta merupakan pemimpin yang berasal dari proses pengendalian diri yang tekun dan bertanggung jawab. Seluruh peran dan fungsi kepemimpinan ditempatkan sebagai alat dan cara dalam menuju sebuah tujuan, serta sifat pelayan dan kreatif merupakan penggerak yang tepat untuk menggerakan peran dan fungsi kepemimpinan tersebut.

Pustaka
  • Bass, B.M., Avolio, B.J (1994). Improving Organizational Effectiveness through Transformasional Leadership. Thousand Oaks : Sage.
  • Danim, S (2003). Kepemimpinan Transformasional. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta. 
  • Samuel S. Lusi (2013). The Great Transformation Starts from You. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

(Materi disusun dan disampaikan oleh Ricky Arnold Nggili, S.Si-teol.,MM dalam kegiatan sharing cadre goes to campus program Aksi & Pelayanan GMKI Cabang Salatiga, di SC GMKI Cabang Salatiga, tanggal 9 Oktober 2015)
Posting Komentar

Posting Komentar