xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

The World Around Money

Judul buku : The world around money
Penulis : Ricky Arnold Nggili
Halaman :105
ISBN :978-602-6967-05-3
Penerbit : Spasi Media - Jakarta

SINOPSIS :

Manusia mengalami pengembangan peradaban sangat luar biasa. Kinerja otak yang luar biasa menempatkan manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan yang sempurna dan mampu membuat perubahan bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Perubahan dalam kehidupan manusia dapat diamati dalam bentuk fisik maupun non fisik. Fisik, lewat perkembangan pertumbuhan tulang dan tubuh, sedangkan non fisik dapat diamati lewat berbagai produk pemikiran manusia yang membuatnya dapat survive dalam dunia. Produk pemikiran manusia, bukan saja untuk menciptakan berbagai alat guna pemenuhan kebutuhan, akan tetapi juga menciptakan berbagai cara pandang baru terhadap sebuah alat atau benda. Dengan cara pandang yang baru tersebut juga menempatkan perilaku yang berbeda dari manusia terhadap alat atau sebuah benda. Konsep dan benda “uang” merupakan sebuah bentuk dari kreasi pengembangan pemikiran manusia.

  “Uang” merupakan sebuah kata yang paling sering didengar dalam aktivitas kehidupan manusia. Apapun bentuk aktivitas tersebut, berujung pada pemenuhan kepemilikan akan uang. Setiap orang bekerja untuk mendapatkan “uang” yang berlimpah agar bisa sejahtera dan hidup dalam berkelebihan. Uang menjadi obyek dari tujuan dari aktivitas setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun dari tiap-tiap individu manusia. Uang menjadi pusat dari setiap upaya dan usaha manusia. Hal ini dikarenakan dengan adanya uang, maka seseorang akan mendapatkan pandangan yang baik dari orang lain; mendapatkan kebebasan dalam melakukan aktivitasnya; mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan; dan akan mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupannya lebih lanjut. Uang menjadi alat ukur dari keberhasilan seluruh aktivitas manusia. Sebagai pengantar dalam buku ini akan membahas sejarah tentang uang. Uang dari jaman pra sejarah, hingga perkembangannya menjadi uang digital, dan bahkan uang nisbih (atau yang dikenal “kartu kredit”).



Uang sebagai alat kekuasaan

Pengakuan kekuaaan merupakan salah satu bentuk dari berkuasanya uang di dunia. Uang menjadi alat untuk mengintimidasi, hal ini dapat dilihat pada sejarah uang dalam bangsa Yunani kuno. Mereka memaksa rakyatnya untuk tunduk pada nilai uang yang telah ditetapkan kerajaan, dan apabila ada yang melanggar akan mendapatkan hukuman potong tangan. Uang sebagai alat pembayaran dipaksakan nilainya agar dapat diterima dan digunakan dalam masyarakat. Dengan tujuan menjaga nilai uang dan peredaran uang di masyarakat, pemerintah melakukan penghukuman yang keras. Uang menjadi obyek yang dilindungi dan diberikan kuasa untuk menguasai pasar perdagangan.

  “Uang” memberikan manusia berbagai keterbatasan dan kebergantungan. Manusia bisa menaklukan alam dan menciptakan sumber daya generasi baru bagi kehidupannya, akan tetapi pada waktu yang sama manusia, dapat hanya bergantung pada uang. Jika kita lihat sekeliling kita, maka banyak cara hidup yang menunjukan bahwa uang memainkan peranan lebih besar, dari pada kinerja otak kita. Pada saat lahir manusia telah diberikan otak yang luar biasa, yang berguna untuk membantunya untuk menjalani kehidupan. Akan tetapi ketika ia berkembang, ia menyerahkan hidupnya untuk bergantung pada uang sebagai alasan bahwa uang mampu menjamin keberlanjutan dan keberlangsungan hidup.
  Manusia tidak lagi berpikir untuk langsung menuju pada tujuan, akan tetapi menciptakan ruang bagi uang untuk mencapai tujuan tersebut. Para politisi dengan intelektualitas yang luar biasa dalam bidang politik, seharusnya mampu menunjukan kepiawaiannya dalam berpolitik. Akan tetapi dengan adanya ruang uang tersebut, maka kepiawaiannya diganti dengan kepiawaian uang dalam berpolitik. Uang mengganti strategi-strategi canggih dan rumit dalam berpolitik, dan memudahkan pencapaian tujuan, walaupun dengan cara yang tidak etis. Uang menjadi jalan pintas bagi otak dalam bekerja. Kekuasaan dapat dibeli dengan uang, ketimbang melewati proses demokrasi yang panjang. Uang merubah cara pandang terhadap kehidupan kekeluargaan. Karena persaingan yang ketat, membuat setiap orang memanfaatkan segala peluang untuk dapat maju dan berkembang. Dengan uang, setiap orang dapat menciptakan keluarganya sendiri. Keluarga yang dapat dibeli dan dibayar dengan uang. Orang-orang yang memiliki banyak uang akan mendapatkan kemudahan dalam menjaga kekerabatan kekeluargaan. 

Pada dunia tanpa uang, akan ada kesadaran
Dalam dunia tanpa uang, keempat kompetensi tersebut dapat berkembang secara sempurna. Uang membatasi perkembangan kompetensi tersebut, untuk itu perlu dibangun kesadaran untuk menghilangkan uang dari pikiran dan kebergantungan manusia. Tanpa uang, kompetensikompetensi tersebut dapat dilatih dan dikembangkan kemampuannya. Untuk melatih dan mengembangkannya manusia perlu terlebih dahulu membangkitkan kesadaran akan kesempurnaan dirinya. Dalam dunia uang, manusia sudah terbiasa dengan kenyamanan dan kehidupan santai. Segala sesuatu dapat diselesaikan dengan uang. Nah, dalam dunia tanpa uang, peran uang dihilangkan. Manusia harus secara pribadi menyadari kompetensi dirinya, dan berupaya untuk mengembangkannya. Kesadaran diri sebagai makluk yang luar biasa akan membantu manusia dalam pengembangan kompetensi yang sudah ada dalam dirinya.
  Seseorang melakukan sebuah pekerjaan, karena ia memang senang dan mampu untuk mengerjakannya. Hingga suatu saat pekerjaan tersebut menjadi profesi yang berharga bagi dirinya. Untuk melakukan pekerjaan dan profesi, ia melibatkan etos kerja yang tinggi. Etos itulah yang merupakan bentuk dari tanggung jawab dan kepuasannya dalam bekerja. Tidak ada lagi yang mampu membeli dirinya untuk memanipulasi pekerjaan atau aktivitas kerjanya dengan uang dan benda lainnya.
  Hubungan kekerabatan sering kali memiliki ikatan yang lebih kuat, dari pada bentuk pemberian lainnya. Dalam hubungan kekerabatan, uang, kekayaan, kepemilikan dan benda lainnya tidaklah penting. Yang penting adalah kehadiran, keikutsertaan, perasaan sepenanggungan, dan bentuk partisipasi lainnya, yang bukan hadir dari simpati atau empati, akan tetapi keluar dari perasaan keterikatan sebagai satu keluarga besar. Kekerabatan menjadi pengikat yang lebih kuat dari keterbatasan uang.


1 komentar

1 komentar

  • Anonim
    Anonim
    28 Maret 2016 pukul 17.18
    Ringan tulisannya. enak membacanya. Mantap..
    Reply