xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Belajar di Perguruan Tinggi


Pendahuluan
Perguruan tinggi merupakan tingkatan pendidikan puncak, dengan tujuan untuk memperkenalkan dan membentuk karakter berpikir serta meningkatkan keahlian pembelajar dalam bidang tertentu. Proses belajar dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah, memperkenalkan pada kemampuan-kemampuan dasar yang membantu seseorang untuk dapat survive dalam kehidupan social. Sedangkan di Perguruan Tinggi, orang tersebut dibentuk untuk mampu menjadi mandiri dan berperan lebih besar ditengah-tengah kehidupan social. Output dari perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi “tenaga ahli” yang siap untuk menggeliatkan dalam berbagai aktivitas social. Mereka yang berhasil melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang puncak tersebut, diharapkan mampu untuk menjadi pemimpin, penggagas, pengarah dan minoritas yang berkreasi bagi kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas.
   Untuk mendapatkan output yang sebagaimana digambarkan diatas, maka proses belajar di perguruan tinggi sangat berbeda dari tingkatan pendidikan lainnya. Kemandirian, kreativitas, inovasi dan sinergisme merupakan ciri dari proses belajar di perguruan tinggi. Para mahasiswa dibiarkan secara mandiri untuk menjalankan proses belajar yang mereka lakukan. Kebebasan dalam berpakaian, mengelolah waktu, dan mengelolah gaya belajar, menjadi tampilan khas belajar di perguruan tinggi. Namun pada sisi lain, kreativitas dan inovasi tetap ditonjolkan dalam masing-masing karakter untuk mendapatkan kualitas belajar yang optimal. Selain itu dalam melewati proses belajar ini, para mahasiswa juga harus melakukan berbagai interaksi yang sinergis dengan berbagai pihak yang berjejaring dengan kehidupan mereka. Hal inilah yang akan membentuk karakter mahasiswa nantinya.
   Memahami proses belajar di perguruan tinggi adalah langkah awal untuk mengenal dunia akademik yang menekankan pada kebebasan dan kemandirian. Dan dunia ini bukanlah dunia yang penuh dengan kompetisi, namun penuh dengan jaring-jaring sinergisme, yang secara langsung membentuk kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) orang-orang yang bergelut didalamnya. Belajar adalah proses mencari tahu dan perguruan tinggi merupakan ruang dialektika yang membantu proses belajar untuk mendapatkan kualitas tertinggi. Dengan belajar di perguruan tinggi, seseorang telah mengaitkan sebuah aktivitas yang bekualitas di tempat yang tepat, dalam mencari bentuk pengetahuan tertinggi.

Apa itu belajar ?
Belajar merupakan aktivitas yang tidak pernah ditinggalkan oleh manusia. Kebudayaan dan peradaban dibangun diatas proses ini. Aktivitas berpikir lewat mengingat, membandingkan, mencari tahu dan menganalisis, termasuk proses-proses yang harus dilakukan dalam belajar. Menurut Djmarah dalam bukunya psikologi belajar (1999), belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
   UNESCO mengkategorikan belajar berdasarkan tujuannya ada empat, yakni : learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukan), learning to live together (belajar untuk hidup bersama), dan learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu). Belajar untuk sekedar mengetahui sesuatu dan kondisi lingkungan sekitar merupakan tingkatan belajar yang paling rendah, namun menjadi dasar bagi seseorang untuk menuju tingkatan belajar berikutnya. Dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang, ia akan berupaya untuk melakukan sesuatu yang baru bagi dirinya dan lingkungan sekitar. Selanjutnya ia akan berkreasi dan beradaptasi dalam kehidupan masyarakat, yang akan mengarahkan dirinya untuk memiliki kualitas diri yang professional dan bertanggung jawab.
   Selain dari pengertian belajar yang dideskripsikan diatas, adapun tujuan dari belajar adalah meningkatkan kompetensi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (ketrampilan) seseorang. Ada berbagai macam aktivitas yang dilakukan dalam belajar. Hal ini membuat proses belajar lebih mudah dan dinamis. Adapun beberapa aktivitas yang sering dilakukan dalam proses belajar, yakni : 1) Menggunakan panca indera untuk mengindera dan mengamati. Hal ini merupakan kegiatan belajar yang paling mendasar dan telah dilakukan sejak awal kehidupan manusia; 2) Membaca merupakan kegiatan belajar yang paling penting dan utama; 3) Mencatat dan menuliskan hal-hal penting dari sesuatu yang telah diamati dan atau dibaca, sangat diperlukan untuk memperkuat ingatan dan memudahkan untuk direproduksi kembali; 4) Mengingat dan menghafal adalah cara mudah untuk menyimpan kesan-kesan dalam memori; 5) Berpikir dan berimajinasi akan mampu melahirkan banyak karya yang bermafaat bagi kehidupan manusia; 6) Bertanya dan berkonsultasi tentang sesuatu yang belum diketahui merupakan kegiatan belajar yang harus dibiasakan; 7) Latihan dan mempraktekkan sesuatu yang telah dipelajari akan mampu menciptakan perubahan dalam diri. Dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar tersebut, maka setiap individu akan dirubah secara perlahan-lahan untuk menjadi manusia yang lebih maju dan berkualitas. Belajar membutuhkan suatu pengorbanan dalam menyingkapi lingkungan sekitar, sehingga membuat manusia lebih beradab dan berpengetahuan.
   Dengan memahami proses belajar, selanjutnya Moh. Surya dalam bukunya Hakekat Belajar yang diterbitkahhn oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, menggambarkan bahwa hasil belajar para murid tampak dalam : 1) Kebiasaan. Seperti: peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar; 2) Keterampilan. Seperti: menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi; 3) Pengamatan. Yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar; 4) Berfikir asosiatif. Yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat; 5) Berfikir rasional dan kritis. Yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why); 6) Sikap. Yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.; 7) Inhibisi. Yakni menghindari hal yang mubazir; 8) Apresiasi. Yakni menghargai karya-karya berkualitas; 9) Perilaku afektif. Yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
   Demikian belajar merupakan sebuah proses untuk mendapatkan hasil, yang mampu menambah kualitas kehidupan manusia. Baik itu secara individu, dalam menggapai cita-cita dan meningkatkan prestasi. Maupun dalam bersosial, dalam bentuk sebagai pemimpin maupun pencerah dalam masyarakat. Setiap individu memiliki kehendak untuk ditempatkan ditempat yang tepat dalam masyarakat, dan hanya lewat proses belajarlah kedudukan tersebut dapat dicapai. Untuk itu dengan melalui proses belajar yang tepat, maka akan mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Tipe-tipe belajar  
Sebelum masuk untuk mengenal dan memahami tipe-tipe dari belajar, maka terlebih dahulu memahami dua pendekatan yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan pertama adalah pendekatan pedagogi. Pendekatan ini sangat dekat dengan aktivitas kehidupan belajar di berbagai institusi pendidikan. Pedagogi merupakan upaya mentransfer pengetahuan kepada murid, yang dilakukan dengan sengaja dan sadar dan dioreintasikan pada tujuan tertentu. Dengan melakukan pendekatan ini, maka pengajar akan mengambil peran yang lebih besar dalam beraktivitas dalam kelas. Murid menjadi pasif dan menjadikan pengajar lebih dominan. Paulo Freire seorang tokoh dan teoritikus pendidikan terkenal dunia, berasal dari Brasil, menyebutkan pendekatan ini sebagai “Banking System”. Banking system dalam proses belajar tercipta, karena penentuan materi yang ingin dipelajari dan proses belajar berjalan secara kaku dan bersifat standar. Pendekatan kedua adalah andragogy. Pendekatan ini lebih mengedepankan tiap individu sebagai sumber informasi dan pengetahuan. Sehingga kebebasan dan kreativitas dalam menggunakan metode belajar lebih diutamakan. Konsep ini merupakan kombinasi dari unsur-unsur psikologi humanistik dan pendekatan sistem tentang belajar yang dikembangkan oleh Malcolm Shepherd Knowles. Knowles berkeyakinan bahwa proses belajar akan lebih optimal, apabila teknik dan metode pengajaran melibatkan individu yang belajar. Pengajar jangan memaksakan pandangan dan kemauannya kepada para murid, namun harus meletakkan tanggung jawab dari proses belajar kedalam tanggung jawab murid sendiri. Karenanya proses belajar haruslah ditentukan oleh murid sendiri. Murid menentukan kebutuhannya, merumuskan tujuan belajar mereka, serta ikut dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses belajar mereka. Pengajar hanya diperankan sebagai penunjuk jalan dan pengarah untuk mengoptimalkan aktivitas belajar. Andragogy menfasilitasi tiap individu menemukan hasil pembelajaran terbaru, lewat pengetahuan yang telah mereka miliki.
   Setelah memahami dua pendekatan dalam proses belajar mengajar, maka masuklah kedalam tipe-tipe belajar. Menurut Robert M. Gagne, ada delapan tipe dari belajar. Yakni :
  1. Belajar isyarat (signal learning). Tipe ini berdasarkan pemahaman bahwa, tidak semua manusia memberikan reaksi spontan sebagai bentuk dari respon, terhadap stimulus yang datang dari luar dirinya. Untuk itu belajar isyarat sangat diperlukan untuk memahami cara memberikan reaksi sebagai bentuk respon spontan, terhadap stimulus yang datang. Contoh dari belajar tipe ini adalah, pada saat pengajar menggunakan bahasa tubuh (dengan mendekatkan jari telunjuk kebibirnya), sebagai isyarat kepada muridnya yang gaduh, agar diam dan tenang.
  2. Belajar stimulus respon. Tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang datang. Reaksi yang merupakan bentuk dari respon diberikan penguatan (reinforcement), sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contoh dari tipe ini adalah pada saat pengajar memberikan suatu pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu, yang kemudian ditanggapi oleh para murid. Dengan memberikan jawaban, maka para murid telah belajar memberikan respon yang tepat dalam menjawab pertanyaan pengajar. 
  3. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik, sehingga membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yakni, belajar menari atau senam, yang membutuhkan proses dan tahapan untuk mencapai tujuan dapat menari atau senam dengan gerakan yang indah. 
  4. Belajar asosiasi verbal (verbal association). Dalam tipe ini ada proses belajar menghubungkan satu kata dengan obyek yang berupa benda, orang atau kejadian, dan selanjutnya merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yakni membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan bantuan alat atau obyek tertentu.
  5. Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda-peda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya, seorang pengajar memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam beberapa kata-kata atau benda yang mempunya jawaban banyak versi, namun masih dalam satu bagian dalam jawaban yang benar.
  6. Belajar konsep (concept learning). Tipe ini adalah belajar mengklasifikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. Contohnya yakni, memahami sebuah prosedur dalam sebuah teori atau praktek.
  7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antar konsep, biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yakni, belajar tentang aturan dan norma.
  8. Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah, untuk memecahkan masalah. Sehingga terbentuk kaidah yang lebih tinggi dan holistik. Contohnya adalah seorang pengajar yang memberikan kasus kepada para murid, dan mendorong para murid untuk menyelesaikan kasus tersebut sebagai bentuk dari jawaban.
Tipe-tipe belajar tersebut, untuk membantu seorang pembelajar mencapai tujuan dari belajar. Menurut Benyamin S. Bloom Ada tiga domain belajar, yang dilihat berdasarkan tujuan dari belajar itu sendiri :
  1. Cognitive domain (domain kognitif). Merupakan domain yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual, atau secara logis dapat diukur dengan pikiran dan nalar. Domain ini terdiri dari : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguaraian (analysis), perpaduan (synthesis), penilaian (evaluation).
  2. Affective domain (domain afektif). Merupakan domain yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral, norma dan sebagainya. Domain ini terdiri dari : penerimaan (receiving/ attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), karakterisasi (characterization).
  3. Psychomotoric domain (domain priskomotorik). Merupakan domain yang berkaitan dengan aspek-aspek ketrampilan, yang melibatkan fungsi syarat dan otot (neuronmusclar system) dan fungsi psikis. Domain ini terdiri dari : kesiapan (set), meniru (imitation), membiasakan (habitual), adaptasi (adaptaion).

Pola komunikasi dalam belajar  
Belajar mengajar merupakan sebuah interaksi yang bersifat normatif, karena merupakan sebuah proses yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Tujuan dari proses belajar mengajar adalah sebagai pedoman kea rah mana akan dibawa proses belajar mengajar. Proses ini akan berhasil, bila hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap-sikap dalam diri murid yang belajar. Sedangkan interaksi belajar mengajar dikatakan bernilai normatif, karena didalamnya ada sejumlah nilai. Pengajar dengan sadar berusaha untuk mengubah tingkah laku, sikap dan perbuatan murid, untuk menjadi lebih dewasa, pintar dan memiliki kecakapan, adalah sikap dan tingkah laku pengajar yang bernilai mendidik.
   Ada tiga bentuk komunikasi antara pengajar dan murid dalam proses interaksi belajar, yakni komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi. Pertama, Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah menempatkan pengajar sebagai pemberi aksi dan murid sebagai penerima aksi. Pengajar aktif dan murid bersifat pasif. Mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran. Kedua, komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah, pengajar sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Demikian pula halnya dengan murid, mereka bisa juga sebagai penerima aksi dan bisa juga sebagai pemberi aksi. Antara pengajar dan murid akan terjadi dialog dalam proses belajar. Ketiga, komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah. Komunikasi tidak hanya terjadi antara pengajar dan murid. Murid dituntut untuk lebih aktif dari pada pengajar. Dan pengajar juga dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi anak murid lainnya. Dalam interaksi ini, mengajar memiliki banyak corak, mulai dari proses yang didominasi oleh pengajar sampai pada kegiatan mandiri, yang dilakukan oleh murid. Proses ini sangat bergantung pada ketrampilan pengajar dalam mengelola kegiatan interaksi dalam belajar. Dengan interaksi yang tepat, maka proses belajar tidak akan mengalami kebosanan, kejenuhan dan akan menghidupkan suasana kelas yang menuju pada tujuan belajar.

Karakteristik belajar di Perguruan Tinggi  
Proses belajar di Perguruan Tinggi sangat berbeda dengan belajar di tingkat pendidikan lainnya. Tiga kegiatan utama di Perguruan Tinggi, yakni: Pendidikan/ pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian, menghantar tiap individu untuk mampu selalu berpikir bebas, kreatif dan inovatif. Proses perolehan pengetahuan di wilayah ini bersifat mandiri dan bebas dari intervensi apapun. Perguruan Tinggi merupakan ruang belajar yang menempatkan individu sebagai manusia bebas dalam memperoleh pengetahuan. Selain itu proses belajar juga disinergiskan dalam aktivitas-aktivitas belajar dalam kelas, penelitian dan bersosialisasi dengan masyarakat lewat berbagai aktivitas pengabdian. Di tempat ini, tiap individu tidak hanya mencari pengetahuan, namun juga menerapkan serta membentuknya. Di sini watak dan karakter individu dibentuk menjadi pribadi yang unggul secara intelektualitas, emosional dan spiritualitas.
   Konsepsi tentang dosen sangat berbeda dengan konsepsi tentang guru. Dosen merupakan sumber pengetahuan sekaligus fasilitator dalam mendapatkan pengetahuan. Ia tidak seperti guru di kelas yang hanya melakukan transfer pengetahuan. Namun juga membantu naradidiknya untuk menggunakan mengenal dan menggunakan berbagai metode yang tepat dalam memahami pengetahuan yang dipelajari. Dosen lebih sering menjadi mitra belajar dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuan yang dipelajari. Perguruan tinggi merupakan universitas magistrorum et scholarium, yang bermakna merupakan komunitas guru dan akademisi. Dimana guru merupakan bagian dari akademisi, yang terus melakukan proses belajar secara bersama-sama. Untuk itu dalam Perguruan Tinggi metode dialektika untuk mendapatkan pengetahuan yang absolut merupakan suatu bentuk keharusan yang wajib diterapkan oleh dosen dan mahasiswa.
   Konsepsi tentang buku sangat berbeda dengan saat belajar di bangku sekolah. Di Perguruan Tinggi, buku merupakan sumber belajar untuk memahami pengetahuan sebelumnya dan metode belajar yang ilmiah. Bagi para akademisi, buku merupakan alat yang dapat membantu mereka untuk menuju pada pengetahuan yang hakiki. Untuk itu memiliki banyak buku, bukanlah sebuah kesombongan intelektual, namun merupakan sebuah keharusan dalam memahami pengetahuan itu sendiri. Apabila di bangku sekolah, buku yang diberikan merupakan buku wajib. Maka di Perguruan Tinggi, para naradidik bebas memiliki buku-buku berkaitan dengan pengetahuan yang diperolehnya.
   Konsepsi belajar di perguruan tinggi sering disebut dengan kuliah. Kuliah merupakan kegiatan tatap muka antara mahasiswa dan dosen untuk melakukan re inforce (penguatan) terhadap pemahaman yang telah dimiliki mahasiswa. Kuliah selalu diawali dengan penjelasan silabus dan kontrak belajar, yang berisikan komitmen tentang bagian-bagian pengetahuan yang akan didapatkan selama satu periode belajar (satu semester). Setelah silabus dan kontrak belajar disepakati, maka berikutnya suasana kuliah akan diisi dengan berbagai dialektika antar akademisi lewat ceramah, pemberian tugas individu, tugas kelompok, mini riset, diskusi dan lainnya. Kuliah menjadikan pengetahuan sebagai obyek belajar yang harus dibedah dan dianalisis.
   Konsepsi tentang nilai sangat berbeda dengan dibangku sekolah. Nilai di Perguruan Tinggi diberikan oleh dosen bertujuan untuk mengukur keberhasilan naradidik dalam mempelajari mata kuliah dan mengevaluasi keberhasilan mata kuliah itu sendiri. Untuk mengukur keberhasilan nara didik dapat diberikan evaluasi lewat tugas mandiri dan atau tugas kelompok, dapat dilakukan didalam kelas dan atau di luar kelas, dan lainnya. Dengan demikian nilai merupakan symbol prestasi perolehan pengetahuan dari nara didik.

Memahami kehidupan di Perguruan Tinggi  
Hal pertama yang perlu dilakukan saat awal perkuliahan adalah memahami system akademiknya. Setiap Perguruan Tinggi memiliki sistem akademiknya masing-masing yang berupa tata aturan segala proses akademik yang akan dijalani baik oleh dosen, mahasiswa, dan tenaga administrasi. Sistem akademik ini biasanya tertuang dalam suatu pedoman akademik yang secara berkala diterbitkan oleh Perguruan Tinggi. Pedoman akademik itu secara garis besar menjelaskana semua prosedur akademik yang berkaitan dengan pembelajaran, penelitian dan pengabdian sesuai dengan tridarma perguruan tinggi. Mahasiswa biasanya akan mendapat seperangkat pedoman akademik tersebut sebagai guideline selama menempuh perkuliahan. Sistem akademik di UKSW adalah system trimester. Dimana satu tahun terdapat tiga semester. Untuk mata kuliahnya ada mata kuliah wajib dan pilihan. Untuk itu mahasiswa perlu memahami system akademik dan topic-topik mata kuliah sehingga aktivitas belajar dapat dijalani secara strategis dan efektif.
   Selanjutnya perlu juga memahami lingkungan Perguruan Tinggi. Banyak hal yang harus dipahami berkaitan dengan lingkungan dan suasana Perguruan Tinggi. Susana kampus diamati dari fasilitas-fasilitas yang dimilikinya, cara menggunakan fasilitas tersebut dan waku penggunaannya. Selain itu juga perlu diperhatikan ruang interaksi antara mahasiswa yang memiliki perbedaan karakter individu serta budaya, dan juga masyarakat sekitar yang bersentuhan langsung dengan aktivitas mahasiswa. Lingkungan kampus dapat berupa lingkungan inter maupun eksternal. Lingkungan internal Perguruan Tinggi lebih banyak didominasi oleh kegiatan yang bersifat kurikuler, seperti kuliah dan pendukung kurikuler, seperti diskusi, penelitian, LK, dan lainnya. Sementara lingkungan eksternal Perguruan Tinggi lebih luas lagi mencakup aktivitas masyarakat dan pemerintahan secara sosial, ekonomi, politik, agama dan budaya. Lingkungan yang harus dikenal mahasiswa seperti lingkungan tempat kost atau asrama. Mahasiswa tentunya harus mampu mengenal lingkungan dan suasana Perguruan Tinggi dengan baik, agar dapat menghindarkan diri dari kegiatan yang tidak bermanfaat bahkan merugikan seperti narkoba, pergaulan bebas, dan kegiatan-kegiatan yang lain yang bersifat destruktif bagi mahasiswa.
   Selanjutnya mahasiswa harus mengenal dan memahami diri sebagai dasar dalam berinterkasi dengan lingkungan luarnya. Sebelum mahasiswa menempuh segala aktivitas di Perguruan Tinggi, mahasiswa harus terlebih dahulu memahami kekuatan dan kelemahan dirinya yang akan mendukung dan menghambat proses perkuliahan. Hal-hal yang perlu dipahami adalah : tujuan serta dasar pemilihan fakultas; kemampuan ekonomi baik secara pribadi maupun ekonomi orang tua; dan gaya belajar. Mahasiswa harus mengetahui sejauhmana kemamuan ekonomi untuk mendukung sampai akhir kuliah. Gaya belajar perlu dipahami karena dalam kegiatan akademik seperti perkuliahan gaya belajar mahasiswa sangat menentukan keberhasilannya. Pemahaman tentang kekuatan dan kelamahan diri akan sangat bermanfaat dalam perencanaan dan perjalanan kuliah.
   Setelah memahami lingkungan Perguruan Tinggi dan diri individu, maka perlu merumuskan strategi keberhasilan kuliah. Hal ini dimulai dari menetapkan waktu proses belajar di Perguruan Tinggi, kurang lebih empat tahun. Mahasiswa harus merancang perkuliahan yang diambil secara strategis, sehingga waktu tersebut tidak terlewati. Selain merancang waktu, juga perlu memperhitungkan biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari. Mahasiswa harus mengetahui biaya-biaya yang sangat penting dalam mendukung proses belajar (seperti membeli buku, dan lainnya) dan biaya keseharian (termasuk didalamnya menjaga kesehatan. Dengan pengelolahan biaya yang tepat, akan membantu proses belajar secara efesien. Dan terakhir adalam merancang aktivitas mahasiswa, yang didalamnya ada aktivitas kurikuler dan pendukung kurikuler (seperti ber- LK dan aktivitas lainnya). Dengan merancang aktivitas di Perguruan Tinggi serta memperhatikan lingkungan Perguruan Tinggi, diharapkan mahasiswa mampu lulus dengan tujuan yang optimal.

Penutup  
Kesempatan untuk kuliah di Perguruan Tinggi tidaklah dimiliki oleh semua orang. Untuk itu harus dapat dimanfaatkan oleh setiap mahasiswa. Kesempatan ini harus dipahami sebagai berkat dalam proses mengenal dan memahami pengetahuan dijenjang pendidikan. Dengan perencanaan yang matang dalam perkuliahan akan membantu para mahasiswa memproyeksikan masa depannya. Dengan memahami gaya belajar mahasiswa, interaksi dengan dosen, serta sesama mahasiswa, dan masyarakat Sekitar, menimbulkan ruang belajar yang terbuka dan mandiri. Dukungan belajar dari lingkungan akademis membantu membentuk sosok mahasiswa yang kreatif dan bertanggung jawab.
   Perguruan tinggi bukanlah menara gading yang menjauhkan mahasiswa dengan masyarakat. Namun merupakan ruang yang mempertemukan antara pengetahuan dengan masyarakat. Untuk itu belajarlah dengan bertanggung jawab, sehingga masa depan bangsa ini tercerahkan dan menuju pada keadaban yang religius.


Daftar Pustaka
  • Djamarah, Syaiful Bahri. (1999) Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
  • Leahy, Louis. (2001) Siapakah Manusia. Yogyakarta : PT Kanisius
  • Lunadi, AG. (1993) Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
  • Nggili, Ricky Arnold. (2015) Belajar Anywhere. Jakarta : Guepedia
  • Surya, Moh. (1992) Hakekat Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  • Sudjana. (2005) Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production
  • Soetopo, Hendyat. (2005) Pendidikan dan Pembelajaran, Teori, Permasalahan, dan Praktek. Malang : UMM Press
  • Slameto. (1995) Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta 

(Makalah ini dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, S.Si-teol.,MM, dalam Program Intensif Bimbingan Belajar di Perguruan Tinggi Fakultas Teologi UKSW tanggal 18 Juli 2016)
Posting Komentar

Posting Komentar