xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Berpikir Kritis

Pendahuluan 
Berpikir kritis merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh masyarakat dalam dunia akademis. Salah satu misi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) adalah mendorong dan mengembangkan sikap serta pemikiran yang kritis-prinsipal dan kreatif-realistis, berdasarkan kepekaan hati nurani yang luhur dan dibimbing oleh Firman Allah. Berpikir kritis menjadi salah satu sikap yang perlu dikembangkan untuk menuju universitas scientiarum, minoritas yang berdaya cipta, pembina pemimpin, radar bagi masyarakat dan pelayan sepanjang masa. Dengan berpikir kritis, lingkungan akademik UKSW akan lebih bertanggung jawab secara ilmiah dan spiritual dalam menganalisis serta menciptakan perubahan ditengah-tengah masyarakat.
   Dalam lingkungan akademik yang selalu berdialektika dengan konteks lingkungan alam dan masyarakat, berpikir kritis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Menurut Immanuel Kant sang pelopor filsafat kritisisme, baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Kant berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan atau sintesis antara unsur-unsur a priori (unsur-unsur yang terlepas dari pengalaman, berasal dari ide) dengan unsur-unsur a posteriori (unsur-unsur yang melekat dengan pengalaman) (Dalam buku Ringkasan Sejarah Filsafat, K. Bertens, 2011). Menurut kant dalam mencari kebenaran pengetahuan, syarat yang harus dilakukan adalah bahwa bahan dari dunia luar diatur oleh indera dalam waktu serta ruang, dan hasilnya mencapai kesatuan lebih tinggi lagi berkat kategori-kategori akal budi, dan inilah kritisisme (dalam K. Bartens, Filsuf filsuf besar tentang manusia, 1991).
    Selain dalam dunia akademis, lingkungan kerja juga menuntut kemampuan berpikir kritis sebagai syarat mutlak dalam melihat kompetensi kandidat calon pekerja. Dengan berpikir kritis, seseorang akan mampu untuk berpikir analitis, strategik, holistic dan komprehensif. Hal ini akan mengarahkan para pekerja mampu untuk bersikap mandiri dan bertanggung jawab. Dengan kekritisan, seseorang mampu menganalisis kebutuhan diri dan kebutuhan perusahaan tempat dia bekerja. Seseorang dapat berpikir secara sitematik dalam sebuah system yang kompleks, apabila ia memiliki kemampuan berpikir kritis. Dalam buku system thinking, creative holism for managers (Jackson, 2003), berpikir kritis dan bertindak kritis merupakan salah satu pendekatan dalam memahami system yang kompleks dan holistic. Dengan demikian berpikir kritis menjadi syarat penting bagi individu dalam kompetisi di dunia global saat ini.
    Berdasarkan hasil survey di tahun 2015 yang dilakukan oleh Bloomberg, lembaga survei terkemuka didunia, terhadap 1.320 perekrut tenaga kerja di lebih dari 600 perusahaan di Amerika, untuk mengetahui keterampilan apa saja yang inginkan dan dibutuhkan oleh perusahaan? Dalam survei ini, menempatkan karakteristik lulusan dari 122 Universitas terbaik di Amerika sebagai pembanding. Pada hasil survei tersebut, diketahui bahwa untuk semua jenis industri membutuhkan kompetensi calon pekerja, lulusan perguruan tinggi, yang mampu berpikir analitis, mampu untuk bekerja secara bersama-sama, mampu berpikir strategik, memiliki kemampuan memecahkan masalah secara kreatif, memiliki kemampuan memimpin, dan memiliki kemampuan berkomunikasi. Kompetensi-kompetensi tersebut sangat dibutuhkan oleh perusahaan di Amerika, dan orang-orang dengan komptensi tersebut sangat ingin dimiliki oleh tiap perusahaan. Sedangkan untuk perusahaan yang lebih spesifik berkaitan dengan teknologi, lebih membutuhkan pekerja yang memiliki kompetensi, mampu berpikir analitis, mampu bekerja secara bersama-sama, memiliki kemampuan memimpin, mampu berpikir strategic, dan mampu berkomunikasi secara baik.
    Dari hasil survei yang dilakukan oleh Bloomberg, diketahui bahwa kompetensi berpikir analitis dan strategik itu sangat penting. Dan pisau bedah yang membantu seseorang untuk dapat berpikir analitis dan strategic adalah berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Krulik dan Rudnick (1999), bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi, yang dapat dilatih sejak dini. Berpikir kritis ini mengaktifkan kemampuan melakukan analisis dan evaluasi bukti, identifikasi pertanyaan, kesimpulan logis, memahami implikasi argumen (Friedrichsen, 2001). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kompetensi ini pertama kali digunakan dalam bidang matematika, namun pada perkembangan selanjutnya berperan sangat penting sebagai problem solving dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
   Dengan melihat pentingnya berpikir kritis bagi diri sendiri dan memenangkan kompetisi global, maka mengetahui dan memahami cara berpikir kritis itu sangat penting. Dalam tulisan ini, akan dipaparkan secara umum pemahaman tentang berpikir kritis, indikator dan atau ciri dari berpikir kritis, dan bagaimana cara meningkatkan kemampuan tersebut. Diharapkan dengan memahami secara umum poin-poin tersebut, maka setiap individu berani untuk menerapkan pemikiran kritis dalam lingkungan akademik, dan lingkungan sosial sekitarnya.

Apa itu berpikir kritis ? 
Banyak orang beranggapan bahwa pada saat seseorang banyak bertanya dan melakukan protes, maka orang tersebut telah mencapai pemikiran kritis. Supaya kita tidak mengalami salah penafsiran terhadap metode ini, maka kita perlu memahaminya dari perpektif beberapa ahli. Menurut Eggen dan Kauchak (1996), ada beberapa pengertian dari berpikir kritis, yakni: (1) Sebuah keinginan untuk mendapatkan informasi. Informasi awal yang didapatkannya kurang memberikan fakta-fakta kebenaran, sehingga keinginan kuat untuk mendapatkan informasi tambahan merupakan salah satu pengertian dari pemikiran kritis; (2) Sebuah kecenderungan untuk mencari bukti. Bahwa informasi yang bersifat asumsi dan opini, tidak serta merta dipercayai. Pembuktian yang tertangkap oleh indera merupakan kekuatan dalam berpikir kritis; (3) Keinginan untuk mengetahui kedua sisi dari seluruh permasalahan. Memahami masalah dari berbagai sisi merupakan cara untuk lebih kritis dalam memahami substansi dari sebuah masalah; (4) Sikap dari keterbukaan pikiran. Berpikir kritis adalah berpikir terbuka terhadap berbagai peluang. Sehingga menggunakan berbagai sudut pandang dan kacamata adalah ciri dari berpikir kritis. (5) Kecenderungan untuk tidak mengeluarkan pendapat. Tidak secara cepat melakukan penilaian terhadap sebuah kondisi atau fakta; (7) Menghargai pendapat orang lain; dan (8) Toleran terhadap keambiguan. Berpikir kritis melihat berbagai macam kemungkinan makna yang dapat dipahami dalam memahami sebuah kebenaran. Secara sederhana didefinisikan menurut Beyer (dalam Wardhani, 2011), “Berpikir kritis adalah kumpulan operasi-operasi spesifik yang mungkin dapat digunakan satu persatu atau dalam banyak kombinasi atau urutan dan setiap operasi berpikir kritis tersebut memuat analisis dan evaluasi”.
   Dalam teori Hemisphere, yakni teori tentang belahan otak manusia, menyatakan bahwa manusia menurut fungsinya terbagi atas dua belahan. Yakni belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Belahan otak kiri mengarahkan pada berpikir konvergen, yakni berpikir secara terpusat dan mengarah pada berpikir kritis. Sedangkan belahan otak kanan mengarahkan pada berpikir secara divergent, yakni berpikir tersebar dan mengarah pada berpikir kreatif. Dalam berpikir kritis meliputi analisis, mengumpulkan data, memperhitungkan peluang, berpikir terpusat, dapat memutuskan sesuatu, obyektif dalam segala hal, pandai menggunakan kata-kata, menggunakan rasio, dan sistematik. Sedangkan berpikir kreatif meliputi, proses mencipta, membuat sesuatu yang baru, meluaskan data, menciptakan kemungkinan, tidak terarah, pandai menggambarkan sesuatu, subyektif, tidak sistematik dan selalu mencari hubungan.
    Dari berbagai pemahaman diatas, istilah ini dijelaskan dengan tepat oleh Alec Fisher (2009), bahwa berpikir kritis sebagai :
  1. Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang.
  2. Berpikir kritis memerlukan upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

Indikator Berpikir Kritis
Ada beberapa kemampuan yang dikaitkan dengan konsep berpikir kritis, yaitu kemampuan-kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi informasi yang penting untuk menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi, merumuskan dan menyeleksi hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan yang valid dan menentukan kevalidan dari kesimpulan-kesimpulan. Seseorang yang berpikir secara kritis mengenai sebuah masalah tidak akan puas dengan solusi yang jelas atau nyata tetapi akan menangguhkan penilaiannya sambil mencari semua argumen, fakta-fakta, dan penalaran-penalaran yang relevan yang dapat mendukung pembuatan keputusan yang baik. Menurut Costa (1985), berpikir kritis menggunakan proses berpikir dasar untuk menganalisis pendapat dan menghasilkan wawasan yang lebih bermakna.
Adapun indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas belajar sebagai berikut :
  1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan. Orang yang berpikir kritis memahami pertanyaan, sebelum ia menjawab dan memberikan pernyataan.
  2. Mencari alasan. Orang yang berpikir kritis selalu memiliki banyak kemungkinan alasan, untuk melihat secara komprehensif sebuah masalah atau kebenaran.
  3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik. Individu yang berpikir kritis mengetahui, memahami dan sangat menguasau informasi yang dimilikinya.
  4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya. Individu yang berpikir kritis menjamin validitas dan kesesuaian sumber yang digunakan dengan topic atau isu yang sedang dibahas.
  5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. Tidak melihat masalah atau kebenaran dari satu sudut pandang, tapi menampung berbagai kemungkinan peluang yang ada.
  6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama. Selalu focus dengan ide utama, dan tidak menyebar kemana-mana.
  7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. Selalu berpikir mendalam terhadap sebuah ide dan turut mendapatkan pembuktian yang valid.
  8. Mencari alternative. Selalu berpikir out of the box. 
  9. Bersikap dan berpikir terbuka.
  10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu. Selalu memberikan evaluasi dan solusi berdasarkan bukti yang kuat.
  11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
  12. Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.
Sedangkan indikator yang berkaitan dengan konsep berpikir kritis, yaitu :
  • Kemampuan-kemampuan untuk memahami masalah
  • Kemampuan menyeleksi informasi yang penting untuk menyelesaikan masalah
  • Memahami asumsi-asumsi
  • Kemampuan merumuskan dan menyeleksi hipotesis yang relevan
  • Kemampuan menarik kesimpulan yang valid dan menentukan ke-valid-an dari kesimpulan-kesimpulan.
   Menurut Bridget Arend (2009: 5) berpikir kritis mengembangkan salah satu cara berpikir secara mandiri tentang penyelesaian masalah. Untuk itu sikap ini menuntut waktu dan kedisiplinan, serta kemampuan untuk mengembangkan dan menyatakan ide-ide penting dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan sebuah pemikiran yang kritis dan direncanakan. mengembangkan salah satu cara berpikir secara mandiri tentang penyelesaian masalah.
    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang berpikir kritis memiliki ciri-ciri: (1) Mampu menyelesaikan suatu masalah dengan tujuan tertentu, (2) Mampu menganalisis, menggeneralisasikan, mengorganisasikan ide berdasarkan fakta/ informasi yang ada, dan (3) Mampu menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah tersebut secara sistematik dengan argumen yang benar.

Cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis 
Untuk meningkatkan kemampuan cara berpikir kritis, ada beberapa model yang dapat diterapkan.
1. Model Alison King 
Menurut Alison King seorang pemikir kritis adalah seseorang yang mempunyai fikiran yang senantiasa ingin tahu (inquiry mind) dan atau seorang penanya yang baik (good questioner) (1995). Bagi seorang pemikir kritis, maka apa yang ditangkap oleh indera akan senantiasa dianalisis, dikaji, serta dicari kemungkinan-kemungkinan hubungan antara pengalaman tersebut dengan apa yang telah diketahuinya. Pemikir yang kritis akan selalu memunculkan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini: Apa itu artinya ? Apa hakekatnya ? Apakah ada cara pandang yang lain mengenai hal itu ? Mengapa ini terjadi ? Apa buktinya ? Bagaimana saya bisa yakin ?.Pemikiran kritis ditandai oleh pengajuan pertanyaan-pertanyaan semacam itu dan penggunaan pertanyaanpertanyaantadi untuk memahami dunia disekitar (King, 1995). Dalam model, individu dapat terus mengembangkan kebiasaan ingin tahu, sehingga mereka mampu belajar mengajukan pertanyan-pertanyaan yang merangsang pikiran menyangkut bahan-bahan yang mereka baca, dengar dan temui. Menurut King (1995) tingkatan berpikir yang terjadi pada seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkatan pertanyaan yang diajukan rekan belajar. Rekan belajar dapat mengajukan satu pertanyaan tertentu untuk menimbulkan proses berpikir. Untuk itu pertanyaan tersebut haruslah mampu untuk memprovokasi pemikiran (thought-provoking).

King (1995) mengajukan tiga cara untuk mengembangkan pemikiran kritis mahasiswa, yakni :
  1. Tanya jawab dengan teman secara timbal-balik. Setiap individu mempelajari secara bersama-sama satu topic. Lalu masing-masing individu akan mengajukan pertanyaan kepada individu lain, dan pada gilirannya individu itu akan menjawab pertanyaan dari individu lain.
  2. Pertanyaan-pertanyaan pembaca. Meminta tiap individu untuk melakukan tugas membaca topic tertentu, sebelumnya diberikan pertanyaan masalah (problem statement) yang telah disiapkan untuk didiskusikan.
  3. Penerapan untuk mahasiswa perorangan. Setelah individu belajar atau membaca suatu topic, mereka diminta memberikan pertanyaan sendiri, yang selanjutnya akan mereka cari tahu jawabannya sendiri.

2. Model Carol Wade 
Wade berpendapat bahwa menulis merupakan salah satu cara yang lebih baik dibandingkan diskusi dalam mengembangkan pemikiran kritis (1995). Menulis makalah mempunyai keuntungan bagi seseorang, diantaranya (a) Seseorang dapat mengetengahkan dua atau lebih pendapat yang bertentangan, (b) Seseorang dapat merevisi kembali dan menyempurnakan gagasan-gagasan yang telah disampaikan dalam tulisan terdahulu, (c) Seseorang memiliki waktu untuk melakukan refleksi dan pertimbangan yang hati-hati untuk menyampaikan pendapatnya. Seseorang yang berfikir kritis harus mampu melakukan delapan kegiatan, yakni :
  1. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan memiliki kemauan untuk ingin tahu. Misalnya, Seseorang membaca sebuah buku pada bab pertama dan melihat sekilas daftar isi, maka selanjutnya individu tersebut diminta mengajukan tiga pertanyaan yang akan dijawab setelah ia membaca buku tersebut.
  2. Merumuskan problem. Berpikir kritis mengharuskan seseorang untuk mampu memahami bahwa cara tiap individu dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan atau problem-problem akan mempengaruhi bisa-tidaknya pertanyaan atau problem tadi diselidiki secara empiris dalam mendapatkan solusi atau jawabannya.
  3. Menguji bukti. Individu dilatih untuk memahami bahwa tidak semua pendapat yang bersifat psikologis itu mempunyai kedudukan yang setara. Ada sejumlah pendapat yang didukung oleh bukti-bukti dan alasan-alasan yang kuat, sementara ada sejumlah pendapat yang semata-mata spekulatif atau berdasar bukti yang lemah. Dalam hal ini, seseorang misalnya diminta menyediakan tiga bukti baik dari buku bacaan maupun materi lain yang mendukung pendapat mereka.
  4. Menganalisis asumsi-asumsi dan bias-bias. Seseorang diminta untuk mengidentifikasi asumsi-asumsi yang mendasari pendapat orang lain maupun diri sendiri.
  5. Menghindari penalaran emosional. Individu yang mempunyai pandangan yang bertentangan dengan individu lainnya, diminta untuk tidak terlalu emosional mempertahankan kebenaran pendapatnya. Disamping itu, kita perlu memahami bahwa intensitas komitment seseorang terhadap pendapatnya sendiri belum tentu ada sangkut-pautnya dengan kebenaran atau validitas pendapat tersebut.
  6. Menghindari penyederhanaan yang berlebihan. Penyederhanaan yang berlebihan meliputi cara berpikir “ini atau itu” serta membuat generalisasi yang berlebihan dari data atau sampel yang terbatas.
  7. Mempertimbangkan interpretasi lain. Seseorang diminta untuk memikirkan penjelasan lain selain penjelasan pertama yang tampak jelas untuk menerangkan gejala, kejadian atau hasil penelitian. Disamping itu, ia juga diminta memahami bahwa fakta-fakta yang diajukannya tidak lalu secara otomatis mengakhiri perdebatan mengenai isu-isu yang sedang dibicarakan.
  8. Bersifat toleran terhadap ketidakpastian. Seseorang perlu memiliki sifat toleran terhadap ketidakpastian dalam psikologi. Individu diminta mengidentifikasikan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab di dalam buku bacaan atau penyampaian materi tertentu.
   Kedelapan kriteria di atas dapat disampaikan kepada setiap orang sebagai panduan dalam membuat makalah atau dalam mengikuti penyampaian materi pada umumnya. Jika makalah tersebut mengalami kekurangan, maka akan diberikan masukan dan direvisi oleh individu tersebut.

3. Model yang dikembangkan di Alverno College 
Model ini berlandaskan pada rumusan berpikir kritis sebagai “kecenderungan dan ketrampilan untuk melakukan aktivitas dengan skeptisisme reflektif yang terfokus pada pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau dilakukan” (Halonen, 1995). Rumusan ini mengandung unsur-unsur penting bagi pemikiran kritis yaitu kecenderungan (propensity) dan ketrampilan (skill) serta potensi yang semakin meningkat dari si pemikir untuk bertindak (action). Model berpikir kritis dianggap sebagai riset terapan dalam konteks akademis. Berpikir kritis lebih merupakan satu kondisi (state), suatu pendekatan yang banyak dipengaruhi oleh psikologi kognitif. Pendekatan state menggambarkan pemikiran kritis sebagai tindakan-tindakan yang bersifat diskrit serta lebih menekankan pada demonstrasi pikiran. Pendekatan yang berdasarkan pada state menganggap berfikir kritis sebagai satu kemampuan yang bersifat multidimensional. Model ini memberi dukungan kepada peningkatan ketrampilan berpikir kritis melalu jalur pelatihan formal.
   Model yang dikembangkan di Alverno College menggabungkan kegiatan berpikir kritis dengan metode instruksional tradisional. Model ini menekankan pada penyempurnaan ketrampilan berpikir kritis seperti dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Dalam hal ini, individu harus memperoleh ketrampilan-ketrampilan khusus secara diskrit (tidak berkesinambungan) lewat rancangan kurikulum yang berfokus pada pengembangan ketrampilan berpikir kritis. Rancangan kurikulum berpikir kritis dapat mencakup (a) Elemen-elemen kognitif, yang terbagi menjadi ketrampilan berpikir dasar, ketrampilan berpikir tingkat tinggi, dan ketrampilan berpikir kompleks, (b) Elemen-elemen kecenderungan (propensity), seperti afeksi, sikap, kesiapan fisiologis, dan metakognisi.

4. Model dari Underwood dan Wald 
Berpikir kritis dalam psikologi manusia akan mencakup (a) kemampuan mengevaluasi jaringan-jaringan kesimpulan, asumsi sebab-akibat, definisi operasional dan rancangan penelitian, (b) keyakinan untuk mendengarkan intuisi pribadi mengenai apa yang penting, serta (c) kepekaan untuk mengenal serta mengevaluasi tujuan orang lain yang berlatar belakang yang berbeda. Ringkasnya, antara berpikir dan berperasaan tidak dipilah-pilah (Underwood & Wald, 1995).
   Untuk mencapai tujuan tersebut maka metode yang tepat ialah konferensi. Sebuah konferensi digambarkan oleh Underwood dan Wald (1995) sebagai “kelompok-kelompok kecil mahasiswa bertemu dengan dosen untuk secara bebas berdiskusi, memberi tantangan, mempertahankan interpretasi terhadap bahan kuliah ….. mahasiswa ditantang dalam kuliah mereka untuk belajar bagaimana berpikir dan bukan apa yang dipikirkan”.
   Adapun ciri-ciri khas sebuah konferensi adalah sebagai berikut :
  • Dosen memberi tugas mahasiswa untuk membaca bacaan yang mampu di pahami dan menantang. Sumber-bacaan dipilih sumber primer, misalnya sebuah artikel penelitian empiris dari satu jurnal terkemuka. Sumber bacaan primer akan mendorong mahasiswa memfokuskan pada proses penelitian dan tidak hanya pada produk penelitian. Dengan demikian maka mahasiswa akan belajar mengevaluasi metodologi penelitian disamping kesimpulan-kesimpulan penelitian (Underwood & Wald, 1995).
  • Pada hari-hari pertama perkuliahan, dosen perlu mengkomunikasikan kepada mahasiswa cara mahasiswa harus berlaku di dalam kelas, yakni: mahasiswa perlu berbagi gagasan secara bebas dengan sesama mahasiswa namun dengan dukungan argumen yang dipikirkan secara matang, mahasiswa perlu menghargai dan responsif terhadap gagasan-gagasan mahasiswa lain, mahasiswa perlu berbicara/ berkomunikasi kepada semua subyek belajar dalam kelas.
  • Pada umumnya di dalam kelas mahasiswa akan lebih banyak berbicara dibandingkan dengan dosen, namun demikian dosen tetap butuh persiapan untuk mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan mahasiswa dan merumuskan jawaban-jawaban yang produktif. Perilaku bertanya mahasiswa dapat dibentuk oleh dosen lewat beberapa cara. Misalnya, Seorang dosen dapat mengajukan pertanyaannya sendiri sehingga akan menjadi model bagi mahasiswa. Jika pertanyaan mahasiswa kurang jelas, maka dosen dapat menyederhanakan pertanyaan tersebut. Cara lain adalah meminta mahasiswa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan tertulis. Salah satu metode mambuat pertanyaan tertulis ialah metode yang dikembangkan oleh King (lihat di metode King).
  • Dosen perlu memiliki kemampuan mengelola dinamika kelas. Dosen harus mampu menciptakan suasana kuliah yang beriklim penuh penerimaan, toleransi dan saling menghargai.
Peran dosen dalam mempersiapkan kelas, buku bacaan, silabus dan mahasiswa sangat penting dalam metode ini. Dalam berdiskusi atau memberikan pertanyaan, mahasiswa satu dengan yang lain tidak saling mematahkan pendapat, tapi saling membangun. Dalam mengkritisi bukanlah tindakan saling menyerang, namun saling menghormati.

Penutup 
Kemampuan berpikir kritis merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap orang terkhususnya masyarakat akademik. Oleh sebab itu cara berpikir kritis perlu diajarkan dengan berbagai pendekatan dan metode dalam aktivitas formal maupun non formal. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan, mengingat bahwa saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja bisa memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia. Dengan kemampuan berpikir kritis, seseorang dapat menjadi penguasa dan pengelolah informasi tersebut, untuk tujuan tertentu. Kritis membawa seseorang menjadi manusia yang rasional sekaligus empiris.

Daftar Pustaka :
  • Angelo, T. A. 1995, Classroom Assessment for Critical Thinking. Teaching of Psychology. Vol. 22
  • Arend, Bridget. 2009, Encouraging critical thinking in online threaded discussions. The Journal of Educators Online, 6/1
  • Berterns, K. dkk. 1991, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, PT. Gramedia : Jakarta
  • Bertens, K. 2011, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius : Yogyakarta
  • Cooper, J. L. 1995. Cooperative Learning and Critical Thinking. Teaching of Psychology, Vol. 22
  • Costa. A. L. 1985. Developing Mind: A Resource Book for Teaching Thinking (ed). Alexandria: ASDC.
  • Eggen, P. D., & Kauchak D. P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and Thinking Skills. 3th Edition. Allyn & Bacon : Boston
  • Friedrichsen, P.M. 2001. A Biology Course for Prospective Elementary Teachers. Journal The American Biology Teacher, Vol. 63(8): 562-568.
  • Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Erlangga : Jakarta
  • Halonen, J. S. 1995. Demystifying Critical Thinking. Teaching of Psychology, Vol. 22
  • Halpern, D. F. 1996. Thought and Knowledge: An Introduction to Critical Thinking. Lawrence Erlbaum Associates, Publisher, Mahwah : New Jersey.
  • Halpern, D. F, & Nummedal, S. G. 1995. Closing Thoughts About Helping Students Improve How They Think. Teaching of Psychology, Vol. 22
  • King, Alison. 1995. Inquiring Minds Really Do Want to Know: Using Questioning to Teach Critical Thinking. Teaching of Psychology, Vol. 22
  • Krulik, S. dan Rudnick J.A. Innovative Tasks to Improve Critical and Creative-Thinking Skills. . (Dalam Developing Mathematical Reasoning in Grade K-12.Stiff. L.V dan Curcio FR. Ed. 1999 Yearbook NCTM, Reston, Virginia)
  • Mayer, R., & Goodchild, F. 1990. The Critical Thinker. Wm. C. Brown Publishers, Dubuque
  • Jackson , Michael C. 2003, System Thinking, Creative Holism for Managers, John Wiley & Sons, LTD, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex : England
  • Numedal, S. G., & Halpern, D. F. 1995. Introduction: Making the Case for “Psychologists Teach Critical Thinking”. Teaching of Psychology, Vol. 22
  • Tannen, D. 1999. The Argument Culture: Stopping America’s War of Words. The Ballantine Publishing Group, New York.
  • Underwood, M. K., & Wald, R. L. 1995. Conference-Style Learning: A Method for Fostering Critical Thinking With Heart. Teaching of Psychology, Vol. 22
  • Wade, Carol. 1995. Using Writing to Develop and Assess Critical Thinking. Teaching of Psychology, Vol. 22, No. 1
  • Wardhani, P.P. (2011), Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Matematika. http://furahasekai.wordpress.com/2011/10/06/kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-matematika/, (29 Nopember 2012)

(Materi disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, S.Si-teol.,MM, dalam talkshow FTI Day's 2016, di Lapangan Basket UKSW, tanggal 26 Agustus 2016, pukul 08.45 - 10.00 WIB)

Link tulisan terkait:memahami-berpikir-kritis & critical-writing-sebuah-pendekatan
1 komentar

1 komentar

  • Ravidin
    Ravidin
    16 Juli 2017 pukul 14.50
    mas,kenapa blogger mas tidakdijadikan untuk pajang iklan mas?
    Reply