xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

SUPPLY CHAINS MANAGEMENT (SCM) BATU MULIA KHAS NUSANTARA DI KOTAMADYA SALATIGA





Abstraksi
Batu mulia khas nusantara di Kotamadya Salatiga mendapatkan pasar yang sangat besar dan memiliki banyak konsumen militan. Padahal tidak ada produksi batu mulia khas Nusantara yang dilakukan di Salatiga. Hal ini menarik untuk dilihat proses Supply Chain Management produk tersebut dalam pasar di Salatiga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan triangulasi analisis pada data yang dikumpulkan dari dept interview, observasi dan data dokumentasi yang dimiliki para responden. Dari hasil penelitian dan analisa data didapatkan bahwa arus SCM batu mulia khas nusantara di Salatiga meliputi dua arus SCM, yakni dari supplier ke reseller dan berakhir di konsumen. Dan arus SCM ke dua, dari supplier ke konsumen, dan kembali ke reseller sebagai ahli dalam menambah kualitas nilai produk tersebut. Dari kedua pendekatan arus tersebut, tampak bahwa ada kesatuan proses SCM yang disadari oleh tiap rantai SCM, sebagai bagian dari menjaga kelangsungan pasar batu mulia di Salatiga. Arus SCM tersebut juga didukung oleh faktor pendukung lainnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan, namun terintegrasi dengan proses SCM. Faktor pendukung seperti, integrasi, keterbukaan dan sharing informasi, menjadi pendukung utama dalam proses SCM specialty goods batu mulia khas nusantara di Salatiga.

Kata kunci:Supply Chain Management (SCM), Specialty Goods, Batu mulia khas nusantara

PENDAHULUAN
Fenomena booming-nya batu mulia berdampak luas sampai ke pelosok nusantara dengan bermunculannya berbagai jenis batu mulia dari masing-masing daerah di Indonesia. Hal ini tak disangka sebelumnya akan memiliki efek seperti pemberitaan media massa, maupun lewat internet. Semua orang dari segala golongan dan profesi seperti terkena demam akan keindahan bebatuan alam tersebut. Batu mulia dalam pasar memiliki segmentasi konsumen tersendiri, yakni orang-orang yang menyukai dan bahkan mencintai barang tersebut. Keberadaan batu mulia sebagai specialty goods sudah disadari sejak lama. Namun sejak pertengahan 2014 produk ini mem-booming dan makin disukai oleh banyak orang. Berbagai event seperti pameran, kontes batu dan temu sesama pecinta batu mulia untuk saling berbagi informasi, sering diadakan diberbagai tempat. Di bulan Maret 2015 bertempat di Salatiga (Jawa Tengah) diadakan pameran batu yang juga menghadirkan banyak pengagum dan pencinta batu mulia dari beberapa daerah di Indonesia. Batu mulia telah menciptakan segmentasi pasarnya sendiri, dan memiliki konsumen yang melampaui berbagai profesi dan tingkatan umur (www.kabar17.com, 2015).
   Kondisi ramainya bisnis batu mulia juga terjadi di Kotamadya Salatiga. Banyak pedagang dan usaha pemotongan batu mulia yang menjamur di Salatiga. Walaupun ketersediaan produk yang akan dijual berasal dari luar kota Salatiga. Para reseller langsung bertemu dengan konsumen untuk berdiskusi dan menawarkan batu yang hendak dijual. Bahkan ada beberapa konsumen yang langsung bertemu dengan reseller untuk diminta bantuan mencarikan batu mulia yang diinginkannya. Kekuatan jaringan reseller di Salatiga mampu menghidupkan bisnis batu mulia di Salatiga, dengan menghubungkan produk dari supplier dan konsumen
   Supply Chain Management (SCM) merupakan bagian penting dalam memahami dan memenangkan persaingan pasar batu mulia. Apalagi segmentasi produk batu mulia yang merupakan specialty goods. Pemahaman akan produk, perancangan produk dengan ciri unik, hingga aktivitas pengiriman barang ke konsumen adalah tahapan-tahapan penting dalam aktivitas bisnis batu mulia. Supply Chain Management (SCM) memiliki kegiatan-kegiatan utama yaitu, merancang produk baru, merencanakan produksi dan persediaan, melakukan produksi, kegiatan pengiriman dan juga pengadaan bahan baku. Pengadaan bahan baku atau material merupakan aktivitas yang penting di dalam sebuah industri. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan input, berupa barang maupun jasa yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi maupun kegiatan lain dalam perusahaan (Pujawan, 2010). Oleh karena itu, prosedur kerja dalam pengadaan bahan baku haruslah memiliki struktur kerja yang jelas sehingga mampu efektivitas dan efisiensi kerja dapat terpenuhi. Dalam proses SCM batu mulia pada umumnya berjalan dalam proses bisnis. Ketersediaan barang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Kelangkaan barang seringkali meningkatkan harga barang tersebut, serta merta meningkatkan kepercayaan pada kualitas batu mulia tersebut.
   Produk batu mulia akhir-akhir ini mendapatkan tempat tersendiri dalam pasar khusus. Batu mulia dapat digolongkan dalam specialty goods. Menurut Kotler (2002) barang konsumen merupakan barang yang dikonsumsi oleh kepentingan konsumen sendiri dan bukan hanya untuk kebutuhan bisnis. Kotler (2002) menjelaskan bahwa untuk specialty goods merupakan barang-barang yang memiliki karakteristik dan atau identifikasi merek yang unik seperti mobil Lamborgini, pakaian rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan sebagainya. dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Adapun menurut Thaib dan Bactiar (2012) Proses bisnis adalah kumpulan proses kerja yang teratur untuk membuat suatu produk dan jasa yang memberikan manfaat atau nilai tambah bagi penggunanya. Proses bisnis dibentuk dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor utama dalam proses bisnis adalah efektivitas, efisiensi dan adaptabilitas. Menurut Thaib dan Bachtiar (2012), proses bisnis haruslah dirumuskan, direncanakan dan dirancang secara sistematis dan terstruktur sehingga mudah dilaksanakan, ditelusuri dan diperbaiki
   Ada pun pertanyaan penelitian untuk menjawab proses SCM batu mulia khas Nusantara di Salatiga, adalah : 1) Bagaimana proses Supply Chains Management (SCM) batu mulia khas Nusantara di Salatiga? 2) Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi Supply Chains Management (SCM) reseller batu Mulia khas Nusantara di Salatiga? 3) Apa saja faktor-faktor yang dapat menghambat Supply Chains Management (SCM) batu mulia khas Nusantara di Salatiga Dengan menjawab ketiga pertanyaan tersebut, maka penelitian ini akan memberikan manfaat: 1) secara praktis, penelitian ini akan memberikan pemahaman tentang pasar speciality goods batu mulia khas Nusantara, 2) mampu menemukan strategi SCM yang tepat, sehingga mampu menjaga pasar bagi produk-produk khas Nusantara, 3) menambah masukan bagi ilmu marketing untuk melihat keberagaman speciality goods di sekitar kita dan kepekaan dalam mengelolahnya untuk mendatangkan profitabilitas bagi perusahaan.

TINJAUAN PUSTAKA
Rantai Pasokan
Supply chain atau dapat diterjemahkan “rantai pasok “ adalah rangkaian hubungan antar perusahaan atau aktivitas yang melaksanakan penyaluran pasokan barang atau jasa dari tempat asal sampai ke tempat pembeli atau pelanggan (Assauri, 2011:280). Supply chain menyangkut hubungan yang terus-menerus mengenai barang, uang dan informasi. Barang umumnya mengalir hulu ke hilir,uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan informasi mengalir baik dari hulu ke hilir maupun hilir ke hulu. Dilihat secara horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply chain, yaitu supplier (pemasok), manufacturer (pabrik pembuat barang), distributor (pedagang besar), retailer (pengecer), customer (pelanggan). Secara Vertikal, ada lima komponen utama supply chain, yaitu buyer (pembeli), transpoter (pengangkut), warehouse (penyimpan), seller (penjual) dan sebagainya (Assauri, 2011:169).


Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management)
Supply chain management adalah hubungan timbal balik antara penyedia dan pelanggan untuk menyampaikan nilai-nilai yang sangat optimal kepada pelanggan dengan biaya yang cukup rendah namun memberikan keuntungan supply chain secara menyeluruh (Christopher : 2011)
   Menurut Heyzer dan Render (2011), Supply chain management yang mengikuti konsep supply chain management yang benar dan baik akan dapat memberikan dampak peningkatan keunggulan kompetitif terhadap produk, maupun pada sistem rantai pasokan yang dibangun perusahaan tersebut. Lebih lanjut Heyzer dan Render (2011) menyatakan bahwa, perusahaan perlu mempertimbangkan masalah rantai pasokan untuk memastikan bahwa rantai pasokan mendukung strategi perusahaan.
   Rantai pasok merupakan suatu proses proses yang dimulai dari pengumpulan sumber daya yang ada dilanjutkan dengan pengelolaan menjadi produk jadi untuk selanjutnya didistribusikan dan dipasarkan sampai pelanggan akhir dengan memperhatikan biaya, kualitas, ketersediaan, pelayanan purna jual, dan faktor reputasi. Rantai pasok melibatkan supplier, manufacturer, dan retailer yang saling bersinergis dan bekerja sama satu sama lain secara langsung maupun tidak langsung. (Tan & Leong : 2012). Rantai ini juga merupakan jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dengan tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Supply chain juga dapat dikatakan sebagai logistics network, dengan pemain utama adalah suppliers, manufacturer, distribution, retail outlets, dan customers. Artinya barang diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai cost dari sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan. ( Pujawan, I, N, 2005).




Dalam gambar 2, levy & Barton (2004) menunjukan model Supply chain management memiliki dalam 3 macam model. Diantaranya sebagai berikut : 1) Push-Based Supply Chain Dalam supply chain pull based, keputusan dalam memproduksi barang dan mendistribusikannya diprediksi dalam jangka panjang. Hal ini berdasarkan permintaan-permintaan sebelumnya yang sudah didata oleh pihak gudang. Karena sudah ada data statistik yang mendata permintaan dan menyetok barang sesuai dengan kebiasaan,oleh karena itu model supply chain pull based sangat rentan apabila ada perubahan permintaan pasar yang dapat membawa resiko : a. Tidak mampu memenuhi permintaan barang yang melonjak suatu saat. b. Apabila ada permintan menurun pada stok barang tertentu akan maka supply chain pada barang tersebut akan using dan hilang. 2) Pull-Based Supply Chain Supply chain based on pull, produksi dan distribusi barang dilakukan dengan koordinasi antara permintaan pelanggan. Dalam system supply chain yang murni pihak perusahaan tidak memiliki stok barang ,karena hanya 15 merespon apabila ada pesanan dari pelanggan secara khusus. Hal ini mengakibatkan ada kinerja proses aliran jasa dan informasi yang cepat antara permintaan dari pelanggan dan upaya pemenuhan dengan memilih pemasok yang baik dan cepat respon. Pada system ini perusahaan tidak memiliki masalah dengan inventory karena stok barang selalu habis dan dikirim ke pelanggan. 3) Push-Pull Supply Chain Merupakan kombinasi antara supply chain based on pull dan based on push. Dimana pada tahap awal dilakukan dengan cara push sedangkan tahap berikutnya menggunakan pull.

Faktor Pendorong Supply Chain Management
Menurut Cahyono (2010 : 3) keunggulan kompetitif dari supply chain management adalah bagaimana ia mampu mengelola aliran barang atau produk dalam suatu rantai pasokan supply chain management, atau dengan kata lain bagaimana jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerjasama untuk memenuhi tuntutan konsumen. Adapun tujuan utama dari SCM adalah penyerahan atau pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen, mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain, mengurangi waktu memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi.
   David Bovet dalam Cahyono (2010 :5) mengindikasikan semakin meningkatnya bidang SCM disebabkan oleh enam faktor, yaitu : 1) Consumer demand, muncul akibat desakan konsumen yang sangat tinggi dalam semua tingkatan yang tentunya dapat memuaskan keinginan konsumen. 2) Globalisasi, yang diindikasikan dengan ketidakadaannya batas antar daerah maupun antar negara, dan perkembangan transportasi dan telekomunikasi, membuat adanya sistem SCM yang dapat memudahkan dalam mengakses keperluan perusahaan dan penyampaian produk perusahaan kepada konsumen akhir. 3) Competition, tingkat persaingan tidak hanya terjadi antara perusahaan dengan pserusahaan, namun lebih faktual lagi antar supply chain dengan supply chain yang lain. 4) Communication and technology information, semakin berkembang dengan pesatnya yang cenderung dapat mendukung pelaksanaan supply chain management. 5) Government regulation, tentang perdagangan bebas akan semakin berpengaruh terhadap aktivitas SCM. 6) Environment, dengan semakin meningkatnya tuntutan akan produk yang ramah lingkungan, mengkoordinasikan perusahaan untuk dapat mengakses berbagai sumber daya alam sebagai raw material secara lebih efektif.
   Menurut Pujawan (2005) ada beberapa cara yang bisa digunakan oleh supply Chain untuk memengaruhi pola permintaan, yaitu : 1) Promosi. Kegiatan promosi bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melalui iklan di di media cetak maupun di media elektronik. Kegiatan promosi sudah teruji efektifitasnya untuk meningkatkan volume penjualan selama periode tertentu. 2) Pricing. Kebijakan pricing memiliki tujuan yanng lebih luas dari sekedar promosi. Potongan harga yang diberikan untuk produk-produk yang tidak terjual pada akhir musim jual (seperti pakaian, produk elektronik, dan lain-lain) menyebabkan biaya persedian menurun, namun kadang juga membuat orang menunda keputusan pembelian ke akhir musim jual untuk mendapatkan diskon, yang berarti menimbulkan dampak negatif bagi supply chain. 3) Shelf management. Posisi dan cara penempatan suatu barang di supermarket sering kali berpengaruh terhadap penjualan barang tersebut. Barangnya yang letaknya tersembunyi, walaupun sebenarnya menarik bagi konsumen, tidak akan banyak laku karena tidak terlihat oleh calon-calon pembeli. 4) Deal structure meliputi persetujuan jual beli seperti boleh tidaknya produk dikembalikan, term pembayaran, perlindungan harga, garansi, dan sebagainya.
   Adapun menurut Utami (2006 : 127) suatu rantai pasokan yang efisien mempunyai dua manfaat untuk pelanggan yaitu : 1) Untuk memenuhi kepentingan dalam pemenuhan persediaan barang dagangan yang mempunyai sifat cepat habis, 2) Memenuhi kebutuhan pelanggan terhadap pilihan barang dagangan sesuai dengan apa yang pelanggan inginkan, serta dimana mereka mengingikannya. Tujuan-tujuan strategis manajemen rantai pasokan manajemen (supply chain management) perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang : Murah, Berkualitas, Tepat waktu, Bervariasi (Pujawan, 2005:29).

METODE PENELITIAN

Data Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian studi kasus (case study), yang memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu dan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber (Nawawi, 2003: 1). Adapun data diperoleh lewat beberapa studi, yakni: 1) data primer diperoleh dengan wawancara (indept interview) secara terstruktur dengan, A) 6 (enam) orang supplier batu mulia khas Nusantara, yang memiliki workshop batu mulia di Salatiga, yakni : daerah Tingkir, daerah Pasar Sapi, daerah Pasar Andong 1, daerah Pasar Andong 2, daerah Monginsidi, dan daerah Sayangan; B) 3 (tiga) orang reseller (Aldo, Ongki, dan Yuan) yang menjual batu mulia khas Nusantara di dalam kampus. Mereka langsung betemu dengan konsumen yang merupakan dosen, pegawai dan mahasiswa; C) 2 orang konsumen (Krisna dan Ferry) yang merupakan pengagum dan pengoleksi batu mulia khas Nusantara. 2) Data dokumentasi yang diperoleh dalam bentuk, tabel dan gambar jenis-jenis batu serta harganya dan template e-shop batu mulia khas nusantara lewat Facebook. 3) Observasi langsung yang dilakukan secara teliti dan sistematis untuk mendapatkan hasil yang bisa diandalkan. Observasi dilakukan dengan melihat secara langsung transaksi jual beli, penataan ruang workshop, dan proses pemotongan dan pembentukan batu.

Teknik Validasi Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen penting dalam penelitian. Karena peneliti dituntut untuk bisa langsung menvalidasi dan menganalisa data pada saat data didapatkan. Ditambah lagi teknik pengumpulan data lewat wawancara dan observasi yang dianggap banyak kelemahan. Karena dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol. Untuk menjamin validasi data yang digunakan, maka ada 2 (dua) teknik yang dilakukan oleh peneliti : 1). Peneliti melakukan serangkaian kegiatan pengamatan yang dibuat secara terstruktur dan berkesinambungan terhadap kondisi dilokasi penelitian, dalam hal ini transaksi jual beli batu Nusantara. Hal ini memungkinkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur di dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang dicari. Dengan demikian peneliti memahami aktivitas dan alur struktur SCM batu Nusantara di Salatiga. 2).Triangulasi data, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang terkumpul untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut. Untuk itu peneliti menjamin keabsahan data dengan cara sebagai berikut : a. Membandingkan hasil wawancara responsen satu dengan responden lainnya; b. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan di lokasi penelitian; c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan, seperti informasi di media sosial, media massa, dan bukti transaksi; d. Membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. Yang ingin diketahui dari perbandingan ini adalah mengetahui alasan-alasan apa yang melatarbelakangi perbedaan tersebut (jika ada perbedaan) bukan titik temu atau kesamaannya sehingga dapat dimengerti dan dapat mendukung validitas data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Dengan melakukan perbadingan serta penyesuaian berbagai bentuk data tersebut, maka peneliti mengetahui dengan tepat arus Supply Chains Management bisnis batu nusantara di Salatiga. Produsen dan konsumen para pelaku bisnis produk ini, tidak selalu hanya berasal dari Kota Salatiga. Namun juga berasal dari kota-kota sekitarnya, seperti Semarang, Boyolali, Magelang, Yogyakarta, bahkan ada yang dari Jakarta dan luar pulau Jawa. Rantai pasok dan rantai supply produk batu mulia memiliki peredasarn yang luas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para supplier, mereka menekankan bahwa bekerja dengan beberapa cara, yakni : Pertama, Mereka langsung ke daerah-daerah penghasil batu nusantara untuk membeli dari produsen sebagai pengumpul batu. Hal tersebut juga dilakukan oleh responden supplier lainnya. Mereka beberapa kali berkeliling ketempat-tempat penghasil batu nusantara seperti Purbalingga dan Banjar, untuk membelinya secara langsung. Namun disadari oleh para supplier ini, bahwa untuk pergi membeli secara langsung batu nusantara dari sumbernya membutuhkan waktu dan dana yang banyak.
   Cara kedua adalah dengan memiliki hubungan relasi yang baik dengan para produsen batu nusantara. Cara ini akan membantu para supplier, untuk tidak langsung terjun kelokasi penambangan/ pengumpulan. Namun dengan cara melakukan komunikasi lewat telepon dan atau media sosial. Memang tidak semua produsen menguasai alat komunikasi tersebut. Namun sejauh ini cara tersebut sangat membantu. Menurut reponden di daearah Sayangan, memiliki hubungan yang baik dengan produsen, akan membantu mendapatkan batu yang berkualitas baik. Berdasarkan pengalamannya, beberapa produsen datang langsung ke bengkel workshop-nya, untuk menawarkan batu yang telah mereka tambang. Dan hal ini memudahkan dirinya dalam mendapatkan batu yang diinginkan.
   Setelah mendapatkan batu yang diinginkan maka yang dilakukan oleh supplier adalah mendistribusikan batu-batu yang dimiliki ke reseller. Adapun cara mendistribusikannya, yakni : Pertama, Lewat menghubungi langsung para reseller yang telah mereka kenal. Para Reseller tersebut memiliki ruang workshop, yang dapat digunakan untuk mempertunjukan lempengan batu yang sudah dipotong oleh supplier. Kerjasama yang baik antara supplier dan reseller akan memudahkan pendistribusian produk ketangan konsumen. Seperti yang dilakukan oleh responden B, dikarenakan hubungan yang baik, antara dirinya dengan produsen, menyebabkan beberapa produsen dari luar Jawa percaya dan bersedia mengirimkan batu yang mereka tambang ke workshop yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan kepercayaan yang terbangun dari kerjasama yang telah dilakukan sebelumnya. Kedua, Ada beberapa supplier yang telah memiliki koneksi dengan para kolektor atau pencinta batu nusantara yang mana merupakan konsumen langsung. Disini supplier langsung mendistribusikan batu yang belum dibentuk ke konsumen yang telah dikenalnya. Dengan harga yang dapat ditawar, para konsumen dapat memperoleh batu dengan ukuran yang lebih besar. Cara ketiga adalah dengan melakukan pemasaran lewat media internet. Beberapa supplier memasang foto-foto batu-batu yang dimilikinya. Sehingga orang-orang dirantai selanjutnya, dapat melihat dan membeli langsung ke supplier.
   Dari Supplier, arus SCM selanjutnya, yakni ke reseller. Reseller merupakan para penjual ulang produk yang telah dibeli atau dihasilkannya. Reseller dalam SCM batu nusantara, seringkali menjual kembali produknya dengan cara menambah nilai produk. Di Kota Salatiga ada 2 (dua) jenis reseller, yakni: 1) Reseller yang tidak memiliki workshop & 2) Reseller yang memiliki workshop. Untuk reseller yang tidak memiliki workshop, seringkali berjualan produk batu nusantara sudah dalam bentuk cincin, kalung atau gelang, dan ataupun batu nusantara dalam bentuk lempengan, melalui media sosial dan langsung dengan konsumen yang sudah dikenal. Para reseller jenis ini, seringkali berada didaerah-daerah kampus dan daerah ramai untuk berdiskusi tentang manfaat dari batu nusantara. Mereka mendekati para konsumen dengan cara, mendeskripsikan manfaat dari batu nusantara yang mereka miliki. Sehingga memungkinkan calon konsumen tertarik dan membelinya. Selain mereka menjual batu yang mereka miliki, mereka juga menerima pemesanan batu dari para konsumen yang sudah mereka kenal. Dengan demikian asas kepercayaan merupakan modal awal reseller jenis ini dalam memasuki pasar batu nusantara. Adapun beberapa mahasiswa juga terjun kedalam bisnis ini, dengan menjadi reseller. Mereka menggunakan media sosial Facebook dan Twitter untuk memperkenalkan batu nusantara yang mereka miliki. Serta berkomunikasi tentang keunggulan dan manfaat dari berbagai batu nusantara. Dengan pola komunikasi yang intens, akan mengarahkan reseller memahami perilaku konsumen dan sebaliknya konsumen memahami produk yang akan dibelinya. Selain itu ada juga reseller yang menggunakan toko-toko online untuk menampilkan produk yang mereka ingin jual. Toko-toko online seperti OLX, Lazada dan Bukalapak.com, sering menjadi workshop dari para reseller yang tidak memiliki workshop permanen.
   Jenis reseller kedua adalah mereka yang memiliki workshop dan bengkel batu nusantara. Workshop sangat membantu para konsumen untuk melihat secara langsung batu yang akan dibelinya. Sekaligus sang reseller bisa mendemonstrasikan beberapa percobaan untuk membuktikan khasiat dan atau keunggulan dari batu tersebut. Dengan melihat secara langsung bentuk, warna dan ukuran batu, akan memudahkan konsumen untuk cepat dalam mengambil keputusan untuk membeli batu tersebut. Selain memiliki workshop, reseller jenis ini juga memiliki bengkel batu nusantara. Fungsi bengkel, yakni untuk mendesain batu agar sesuai dengan estetika yang diinginkan konsumen. Dengan ketrampilan pengrajin dari reseller akan membantu konsumen untuk mendapatkan batu yang diinginkan, serta merta membentuknya menjadi benda estetik yang dapat digunakan oleh konsumen, baik itu dalam bentuk kalung, gelang maupun cincin. Reseller jenis ini mendapatkan dua jenis profitabilitas, yakni dari penjualan produk batu nusantara dan penjualan pengikat batu tersebut.
   Sebagian besar kinerja reseller dibantu oleh komunitas yang mereka buat. Mereka sadar bahwa sebagai specialty goods, batu nusantara haruslah diperkenalkan secara terus menerus dan berada dalam segmentasi yang tepat. Untuk itu membangun kekerabatan komunitas pecinta dan kolektor batu nusantara, akan sangat membantu kinerja para reseller. Didalam komunitas ada diskusi dan sharing tentang berbagai pengalaman serta informasi berkaitan dengan kualitas batu hingga harga. Sehingga penjual dan pembeli semakin terjaga kepercayaannya dan tidak menjaga kualitas batu nusantara. Kegiatan-kegiatan seperti pameran batu nusantara, diskusi batu nusantara dan seminar sangat membantu komunitas ini untuk berkumpul, bercekerama dalam hobby yang sama (sebagai pecinta batu nusantara) dan berbagi informasi keberadaan atau harga batu nusantara tertentu, yang sulit untuk didapatkan. Di Kota Salatiga pameran batu nusantara telah dilakukan 2 (dua) kali, yakni : Pameran Batu Akik dan Batu Mulia di Pasar Andong Salatiga tanggal 17 - 22 Maret 2015 dan Pameran Batu Akik Salatiga di Gedung Sabda Mulia tanggal 16 - 20 September 2015. Selain event besar seperti pameran tersebut, para pecinta batu nusantara di Salatiga, juga sering melakukan beberapa pertemuan untuk berbagi informasi dan pengetahuan tentang batu nusantara.
   Rantai supply terakhir adalah konsumen. Kebanyakan konsumen dalam segmentasi pasar ini adalah mereka yang telah menjadi kolektor dan pencinta batu nusantara. Akan tetapi di Salatiga, ada beberapa konsumen yang tertarik untuk memiliki batu-batu tersebut, karena informasi tentang khasiat atau manfaat yang dimilikinya. Konsumen batu nusantara kian hari makin meningkat, walaupun tidak secara sporadis dalam jumlah yang banyak. Menurut repsonden konsumen yang diwawancarai, meyakini bahwa batu Nusantara dicari oleh banyak orang, karena dipercaya memiliki manfaat dan juga memiliki nilai estetika yang tinggi. Selain itu. ada juga konsumen yang ingin memiliki batu nusantara karena ketertaikan dengan bentuk dan jenis batu tertentu.

Pembahasan
Dalam penerapannya SCM batu Nusantara di Salatiga bergerak dalam 2 (dua) diagram gerak arus SCM batu Nusantara di Salatiga. Hal tersebut didapatkan berdasarkan hasil observasi, wawancara dan olah data pendukung (dokumen) oleh peneliti. Hal ini, sama dengan pemahaman Kalakota (2000), bahwa SCM atau rantai suplai merupakan sebuah jaringan yang rumit untuk menjaga arus dari sumber produksi hingga ketangan konsumen. Menurut Ringgo (2012), secara struktural memang terlihat sederhana. Akan tetapi proses aliran tersebut tidaklah merupakan sebuah aliran yang mudah untuk digambarkan. Akan tetapi hal tersebut haruslah tetap untuk digambarkan, sebagai bagian fundamental dalam memahami arus dari produksi hingga ke konsumen. Dengan mengamati dua diagram gerak arus SCM ini, maka dipahami bahwa SCM batu Nusantara di Salatiga bergerak dengan mengikuti pasar.

A. Diagram Gerak Arus SCM batu Nusantara di Salatiga 1




Dalam gambar 3, tampak bahwa gerak arus SCM batu Nusantara, dimulai dari Supplier yang merupakan pemegang kunci arus batu Nusantara di pasar, membeli langsung batu dari produsen batu nusantara. Produsen merupakan para pemilik dan pekerja yang bekerja menambang dan mengumpulkan batu nusantara di daerah penghasil batu. Kebanyakan supplier mengambil langsung batu nusantara dari tempat produsen dengan harga yang lebih murah. Dari tangan supplier, selanjutnya batu Nusantara dijual ke reseller. Selanjutnya reseller menambahkan nilai ekonomis pada produk batu nusantara tersebut. Kabanyakan reseller di Salatiga memiliki bengkel sebagai pengrajin batu nusantara. Di dalam bengkel, mereka membentuk, memoles dan mengikat batu nusantara pada cincin, kalung serta gelang. Setelah nilai ekonomis ditambahkan pada batu tersebut, reseller menjual produk batu nusantara tersebut ke konsumen.

B. Diagram Gerak Arus SCM batu Nusantara di Salatiga 2




Gambar 4 menunjukan gerak diagram SCM yang berbeda. Supplier membeli dan mengambil langsung batu Nusantara dalam bentuk bongkahan dari produsen. Dalam transaksi tersebut, seringkali supplier mendapatkan harga yang lebih murah dari pada harga didalam pasar batu Nusantara. Selanjutnya batu tersebut langsung dijual kekonsumen dalam bentuk lempengan lebih kecil, namun masih dalam bentuk lempengan batu.. Batu mentah yang berada ditangan konsumen tersebut, selanjutnya dibawah sendiri oleh konsumen ke bengkel pengrajin, yang merupakan milik dari reseller. Disana batu tersebut dibentuk dan diikat sesuai dengan keinginan konsumen.
   Kedua gerak arus tersebut berjalan sesuai dengan kebutuhan nilai kualitas dan estetika dari batu nusantara, yang diharapkan pasar.. Seluruh ikatan rantai dalam SCM terintegrasi dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas batu dengan nilai kualitas serta estetika yang menarik bagi kebutuhan pasar.



   Pada gambar 5 tampak bahwa untuk meningkatkan nilai produk dari batu nusantara, seringkali berjalan lebih pendek. Konsumen yang telah mendapatkan batu dari produsen, langsung mencari bengkel kreasi batu nusantara, dan mengkreasikan sendiri sesuai dengan estetika yang diinginkan oleh konsumen. Untuk menambah nilai produk seperti diatas, seringkali tiap ikatan dalam SCM memperhatikan trend yang berkembang di masyarakat. Kesedehanaan dan kemonojolan urat yang ditunjukan dalam batu nusantara tetap menjadi keunggulan yang diperhatikan pengrajin dalam memotong, memoles dan mengikat batu nusantara tersebut.
   Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, serta beberapa data sekunder dari berita-berita yang didapatkan oleh peneliti. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi SCM batu mulia di Salatiga adalah:








Adapun faktor-faktor pendorong SCM batu mulia khas Nusantara di Salatiga, antara lain:
1. Consumer demand. Dalam arus SCM batu Nusantara di Salatiga, keinginan konsumen sangat berpengaruh dalam menentukan arus pasok. Untuk itu menjaga hubungan dengan konsumen, merupakan cara dalam memahami keinginan dan kemauan dari konsumen.
2. Globalization. Keberadaan produsen diluar daerah dan konsumen yang datang dari mana saja, memungkinkan terciptanya sebuah jangkauan arus yang luas. Untuk akses dari sistem SCM haruslah mampu untuk menjangkau itu. Terintegrasinya sistem SCM batu Nusantara di Salatiga membuat akses tiap rantai dalam sistem tersebut semakin luwes dan tanpa sekat.
3. Communication and Technology Information. Era global membuat dunia semakin kecil. Berkembangnya e-shop dan berbagai aplikasi media online membuat para supplier tidak mengalami kesulitan dalam mengontrol arus pasok dari produsen hingga ke konsumen.
Selain dari ketiga faktor tersebut, faktor lainnya seperti competition, goverment regulation dan environment tidak mempengaruhi arus SCM batu Nusantara di Salatiga. Memang faktor lainnya seperti harga untuk mempengaruhi pola permintaan, sebagaimana diungkapkan oleh Pujawan (2005) juga sedikit mempengaruhi arus SCM di Salatiga. Akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi sangat besar. Karena sebagai specialty goods, batu Nusantara terus dicara oleh para kolektor dan pecinta batu tersebut.
   Selanjutnya ada beberapa faktor penghambat dalam SCM batu mulia khas Nusantara di Salatiga, yang ditemukan berdasarkan pengalaman para supplier yang menjadi responden, yakni: 1) proses pengambilan barang mentah dari daerah-daerah penghasil yang selalu mengalami kendala, karena jauh dan membuang banyak uang untuk transportasi serta akomodasi, 2) Kadangkala supplier dan produsen batu mulia sudah mendapatkan batu yang diinginkan, namun mengalami ketidak cocokan harga.

SIMPULAN
Penelitian ini menemukan dua pola aliran arus SCM batu mulia khas Nusantara di Salatiga. Gerak kedua aliran distribusi supplier merupakan pilihan berdasarkan kebutuhan akan produk yang diinginkan. Hal tersebut tidak serta merta menyebabkan putusnya mata rantai SCM. Namun menguatkan dan menambah peluang pasar baru dalam bisnis ini. Supplier, produsen, reseller, dan konsumen merupakan insividu-individu yang sudah saling mengenal. Hal ini dikarenakan keseluruan mata rantai SCM merupakan para pecinta batu mulia khas nusantara。
   Adapun faktor-faktor pendorong terciptanya kinerja SCM yang baik adalah saling sharing informasi, terbangunnya hubungan kekerabatan, terintegrasinya proses dan upaya untuk menjamin ketersediaan produk, menjadi pelumas yang semakin mengikat kinerja SCM. Sharing informasi antara supplier, produsen, reseller dan konsumen menjadi kekuatan pengoptimalan distribusi pasokan batu mulia khas nusantara di Salatiga. Dengan aktivitas ini, Supplier memahami keinginan dan kebutuhan pasar, serta mengetahui ketersediaan produk yang dimiliki produsen. Event seperti pameran dan diskusi menjadi ruang pertukaran informasi dan pengetahuan tentang harga, manfaat dan ketersediaan batu mulia dari daerah tertentu. Dengan demikian produsen di daerah pun memiliki jaminan bahwa produk yang dimilikinya dapat didistribusikan secara tepat dan tidak mengalami kerugian. Para konsumen pun tidak mengalami kesulitan dalam mencari informasi tentang produk batu yang diinginkannya. Terintegrasinya proses dan relasi antar variabel dalam SCM membuat terciptanya hubungan jangka panjang antar variable dalam rantai pasok batu mulia khas nusantara di Salatiga. Supplier, produsen, reseller dan konsumen saling memiliki kepercayaan dan keterbukaan terhadap berbagai informasi berkaitan dengan batu mulia khas nusantara.
   Adapun faktor penghambat arus SCM batu muliah khas Nusantara di Salatiga, yakni ketersediaan batu yang jauh dari kota Salatiga. Sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyediakan produk tersebut, dan biaya yang besar agar batu mulia tersebut sampai di pasar Salatiga.

Keterbatasan Penelitian
Posisi Salatiga hanya sebagai pasar batu mulia khas nusantara, tidak memiliki produk batu khas Salatiga. Seluruh produk batu mulia diambil dari luar kota Salatiga. Hal ini membuat kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas produksi batu mulia secara langsung dari produsen. Arus pasok dari produsen ke supplier pun diketahui dari hasil wawancara dengan supplier dan tidak mendapatkan informasi dari produsen yang berada di berbagai daerah diluar Salatiga.

Implikasi teoritis
SCM yang diterapkan dalam pasar produk batu mulia khas nusantara di Salatiga memperkuat pendapat Pujawan N (2005) yang melihat SCM sebagai logistics network. Artinya barang yang diproduksi bertujuan mencapai cost yang tepat dari system secara keseluruan dan mencapai service level yang diinginkan. SCM batu mulia bergerak dari tangan produsen hingga ke konsumen dengan jaringan yang terintegrasi untuk menjawab kebutuhan pasar. Jaringan ketersediaan produk sangatlah penting untuk diperhatikan oleh supplier.
   Apabila melihat model SCM yang ditawarkan Levi (2004), maka SCM batu mulia khas nusantara di Salatiga menerapkan model pull-based supply chain based on pull. Dimana ketersediaan dan distribusi produk dilakukan dengan koordinasi supplier dan konsumen. Waktu ketersediaan produk, kualitas produk dan harga yang cocok menjadi bagian pada saat koordinasi dilakukan. Sehingga dalam proses ini keinginan dan kebutuhan konsumen menjadi factor yang harus dijadikan bahan pertimbangan arus pasok produk.
   Faktor pendorong SCM memperkuat teori David Bovet yang mendeksripsikan indikasi dalam meningkatkan SCM. Namun untuk indikasi competition dan Goverment regulation tidak menjadi pendorong dalam SCM batu mulia khas nusantara di Salatiga. SCM sebagai speciality good memanfaatkan globalisasi dan teknologi informasi dalam menunjang arus pasok produk ke pasar di Salatiga. Competition tidak terjadi dalam pasar tersebut. Dan pemerintah tidak memberikan dukungan lewat regulasi, karena hanya menjadi kebutuhan segelintir orang.

Implikasi praktis
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian ini, terdapat sebuah permasalahan yang perlu disikapi. Bahwa ketersediaan produk merupakan salah satu kunci dalam menjamin optimalnya distribusi SCM batu mulia. Produsen yang berasal dari luar kota Salatiga, menyebabkan ketergantungan terhadap kemampuan supplier dalam menyimpan produk batu mulia hingga ada konsumen yang membelinya. Distribusi produk ini di kota Salatiga sangat bergantung dengan kemampuan supplier untuk menjaga ketersediaan tersebut. Dengan menjaga ketersediaan produk, maka supplier menjamin keberadaan pasar batu mulia khas nusantara di Salatiga di masa akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

  • Alifah, Widiati. 2003. Strategi Promosi Akademi Kesejahteraan Sosial (AKS) Ibu Kartini Semarang dalam Rangka Meningkatkan Jumlah Mahasiswa Baru. (Tesis Program S2). Salatiga : Program Pascasarjana. Universitas Kristen Satya Wacana (Tidak Dipublikasikan)
  • Assauri, Sofjan. 2011. Strategic Management, Sustainable Competitive Advantages. Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 
  • Arnaldo, Levy & Bohari Muslim. 2015. Ragam Pesona Batu Nusantara. Jakarta : Wahyumedia 
  • Convelo G. Cevilla, dkk., 1993, Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia press 
  • Cahyono, Budhi. 2010. Peningkatan Performa Perusahaan Melalui Integrasi Supply Chain Pada Industri Kecil Di Semarang. Jurnal Ekonomi Bisnis Ekonomi-Universitas Islam Sultan Agung : Semarang 
  • Christopher, Martin. 2011. Logistics and Supply Chain Management Fourth Edition. London. Prentice Hall. 
  • Gunasekaran, A. 2004. Virtual Supply Chain Management. Journal of Production Planning and Control 
  • Heizer, J. & Render, B. 2011. Operations Management. Tenth Edition. Pearson, New Jersey, USA. 
  • Imam Suprayogo, 2001. Tobroni, Metode Penelitian Sosial Agama cet. 1. Bandung : Remaja Rosdakarya. 
  • Irmawati. 2007. Pengaruh Manajemen Rantai Pasokan Terhadap Kinerja di PTPN VIII Gunung Mas Bogor, Skripsi pada Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor : Bogor 
  • Julian,P,Ulaen. 2004. Analisis Peningkatan Kualitas Proses produksi Meubel (Studi kasus pada Defmel,Leilem). 
  • Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi Milenium, Jakarta : Prehallindo 
  • Levy, Michael & Barton A. Weitz. 2004. Retailing Management 5th edition. Mc Graw-Hill co : New York 
  • Mardalis, 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara 
  • Moleong, L. Y, 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi revisi. Bandung: PT Penerbit Remaja Rosdakarya. 
  • Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif, Cetakan ke-7. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. 
  • Pujawan, I Nyoman. 2010. Supply chain management: Edisi Kedua. Surabaya : Guna Widya 
  • Pujawan, N., (2005), Supply Chain Management. Surabaya : Penerbit Guna Widya 
  • Regina, Devi. 2012. Analisa Pengaruh Supply Chain Management terhadap Keunggulan Bersaing dan Kinerja. Diakses lewat: Perusahaan.http:// studentjournal.petra.ac.id/index.php/akuntansi.../753.Di akses tanggal 9 september 2014. Hal. 230-238. 
  • Soeratno, 1995 Metodologi Penelitian. Yogyakarta : UUP AMP YKPN. 
  • Sutrisno Hadi, 1987. Metodologi Research. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM. 
  • S. Nasution, 1996. Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara. 
  • Stanton, William, J. 2000. Prinsip Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta : Erlangga. 
  • Tan, Wisner, J. D, K-C., & Leong, G. K. 2012. Principles of supply chain management: a balanced approach (3rd edition). Mason, Ohio: South-Western Cengage Learning 
  • Thaib dan Bachtiar. 2012. Strategic Focus Business Process Design. Alomet and Friends : Jakarta 
  • Utami, Christina Whidya. 2006. Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta: Salemba Empat. 
  • Wuwung, S. C. 2013. Manajemen Rantai Pasokan Produk Cengkeh pada Desa Wawona Minahasa Selatan. Jurnal Emba. ISSN 2303-1174,Vol 1No. 3 Juni. Diakses tanggal 17 Juni 2014. Hal 230-238. 
  • Whitten, Jeffrey L., Lonnie Bentley, and Kevin Dittman. 2001. Systems Analysis and Design Methods. Mc Graw-Hill co : New York 

(Tulisan ini disusun oleh Ricky Arnold Nggili & Rudolv Ronald Katayane, dimuat dalam : Jurnal Manajemen Teori dan Terapan (JMTT)  | Journal of Theory and Applied Management Vol. 10. No. 2 Agustus 2017, by Department of Management, Faculty of Economics and Business, Universitas Airlangga)

Link: http://e-journal.unair.ac.id/
Posting Komentar

Posting Komentar