Organisasi
merupakan sebuah sistem yang dibuat secara sadar dan sengaja oleh manusia,
dengan seperangkat aktivitas terstruktur untuk menggapai tujuan tertentu.
Manusia merupakan makluk sosial sekaligus individualistis. Keinginan-keinginan
dan tujuan pribadi yang kompleks, dan tidak dapat digapai secara personal,
dioptimalkan aktivitas ketercapaiannya lewat sebuah bentuk kerjasama yang
terencana dan sistematis. Hal inilah yang mempertemukan tujuan pribadi dengan
antar pribadi lainnya, dan bahkan membentuk sebuah tujuan dari sebuah sistem
kerja. Aktivitas terstruktur merupakan sebuah keadaan sadar dari tiap individu
untuk bekerjasama dalam sebuah sistem yang diberi nama organisasi, sebagai
bagian dari menjaga kelangsungan tujuan personal.
Pada
perkembangan selanjutnya, sistem organisasi diramalkan akan terus menempatkan
posisi manusia sebagai instrumen terpenting, ketimbang instrumen lainnya.
Walaupun dalam dunia teknologi informasi saat ini, sedikit demi sedikit
teknologi informasi mengganti peran manusia. Warren Bennis, dalam bukunya
dengan judul Organizing Genius: The
Secrets of Creative Collaborative, meramalkan di masa akan datang, dengan
kemajuan teknologi, posisi manusia akan kembali diposisikan secara tepat dalam
sebuah organisasi. Kompleksitas peran dan tujuan antar divisi, akan membentuk
sebuah perilaku sistem organisasi yang sinergis. Dan dalam perilaku organisasi
tersebut, manusialah faktor penting dalam ketercapaian tujuan organisasi. Tiap
individu berperan secara colaborative
untuk menggapai optimalisasi tujuan organisasi.
Perilaku individu dalam
organisasi pada hakikatnya merupakan ilmu perilaku itu sendiri, yang
dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi.
Kerangka dasar pengetahuan ini didukung paling sedikit dua komponen, yakni
individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari
perilaku tersebut. Kemajuan peradaban ditandai dengan semakin efektifnya
manusia untuk terlibat dalam sebuah organisasi. Organisasi sebagai kelompok
bentukan manusia, akan menjadi ruang bersosial dan berperilaku dalam kelompok. Pada
era modern, sebagian besar waktu manusia digunakan untuk bekerja dalam
organisasi, dalam bentuk intitusi apapun (keluarga, kantor, Gereja, maupun
organisasi formal maupun informal lainnya).
Teori
Organisasi
Pada mulanya sebuah organisasi muncul
sebagai upaya untuk menggapai tujuan-tujuan ekonomis. Teori organisasi klasik menempatkan
kinerja sistem organisasi berpusat pada aktivitas bisnis, dan masuk dalam
lingkup Manajemen Bisnis serta ilmu Administrasi. Untuk itu kinerja dalam
organisasi, selalu diukur dari dua instrumen penting, yakni efektivitas dan
efesiensi. Efektivitas terkait dengan pencapaian tujuan, sasaran dan target
dalam kerangka kinerja organisasi. Sedangkan efesiensi, berkaitan dengan optimalisasi
sumber daya yang ada, serta pengurangan pada hal-hal yang bersifat pemborosan
dan mengganggu kinerja organisasi. Rasionalitas dimanfaatkan untuk menggapai
kedua instrumen tersebut. Dengan efektivitas, maka akan tercipta ketercapaian
tujuan organisasi di masa sekarang dan masa akan datang. Sedangkan, dengan efesiensi
akan memangkas sistem kerja yang dapat menyebabkan kerugian besar.
Dalam pengertiannya
secara teori, konsep mengenai organisasi terus berkembang mengikuti perilaku
yang terkait didalamnya. Menurut Chester I. Barnad (1938), organisasi merupakan
sebuah sistem kerjasama antara dua atau lebih individu. Berikutnya dikembangkan
oleh Edwin B. Flippo dengan menyatakan bahwa, organisasi adalah sistem hubungan
antara sumber daya yang memungkinkan pencapaian sasaran. Berikutnya dalam buku
Gitosudarmo (2000), mengemukakan bahwa pengertian organisasi adalah suatu
sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur
dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan
Nawawi (2008), berpendapat bahwa organisasi dapat diberi pengertian dalam dua
sisi, yakni pertama, organisasi adalah
wadah berhimpun sejumlah manusia karena memiliki kepentingan yang sama. Dalam
sisi ini, struktur organisasi cenderung tidak berubah dan individu yang mengisi
struktur tersebut bersifat permanen. Kedua,
organisasi merupakan proses kerjasama sejumlah manusia, untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam sisi ini, efektivitas dan efesiensi merupakan instrumen
utama, dan cenderung interaksi antar individu dalam organisasi tidak pernah
dari waktu ke waktu. Dari konsep-konsep diatas, tampaklah bahwa organisasi
merupakan sebuah bentuk interaksi antar individu dengan tujuan tertentu.
Untuk memenuhi
pengertian diatas, maka menurut Max Weber dalam sebuah organisasi membutuhkan
prinsip-prinsip tertentu. Pertama, dalam
organisasi harus ada peraturan atau aturan yang jelas dan tegas. Hal ini
bertujuan untuk mengatur ketertiban dan kelangsungan dari kinerja organisasi. Kedua, terdapat ruang lingkup kompetensi
yang jelas. Individu dalam
organisasi, harus memiliki tugas atau pekerjaan yang dirumuskan secara jelas
dan tegas, serta memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan
yang diberikan. Ketiga, sumber dari
otoritas atau kewenangan adalah ketrampilan teknis, kompetensi dan keahlian.
Hal ini untuk membantu sistem promosi dalam struktur jabatan organisasi. Keempat, adanya pemisahan yang tegas
antara staf administrasi dan para pemilik modal. Hal ini untuk membantu
pembuatan keputusan yang rasional dan obyektif dalam organisasi. Kelima, adanya prinsip hirarki dalam
struktur organisasi, yang merupakan bagian dari garis komunikasi, baik secara
vertikal maupun horisontal. Keenam, adanya
tindakan pengadministrasian atau pengarsipan terhadap tindakan-tindakan,
keputusan, dan aturan-aturan secara tertulis.
Pada perkembangan
berikutnya, Frederick W. Taylor dan Henry Fayol, menempatkan prinsip manajemen
dalam pengelolahan organisasi. Prinsip dari perencanaan hingga evaluasi atau
pengawasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolahan
organisasi. Diantara bagian perencanaan dan evaluasi, ada aktivitas pembagian
kerja dan kewenangan, pelaksanaan, pembiayaan, pemberian upah, dan masih banyak
prinsip manajemen lainnya yang perlu diperhatikan secara seksama, dalam mengoptimalkan
kinerja organisasi. Pada perkembangan berikutnya, unsur manajemen memasukkan
unsur manusia sebagai instrumen yang penting, selain dari organisasi sebagai
sistem. Manusia sebagai pemeran utama, harus selalu dimotivasi dan diinspirasi
dalam kinerja organisasi. Perilaku manusia menjadi faktor penting dalam
mendukung kinerja sistem organisasi. Abraham Maslow membantu perubahan perilaku
dalam organisasi ini, dengan memperhatikan tingkat kebutuhan manusia, yakni
kebutuhan manusia dalam organisasi dalam memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan
untuk bersosialisasi dan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Organisasi
dikendalikan dengan rasionalitas dan kebijaksanaan.
Pada perkembangan
selanjutnya, teori organisasi berkembang menuju pada teori sistem. Organisasi
dipandang sebagai living system.
Organisasi dipandang sebagai hubungan antara elemen dalam organisasi dengan
lingkungan sekitarnya. Sistem merupakan suatu jaringan yang saling berhubungan,
dan jika ada ketidak berfungsian suatu bagian, maka akan mengganggu sistem
secara keseluruan. Perilaku dalam organisasi merupakan suatu kesatuan dari
bagian-bagian secara individual dan saling kebergantungan diantara
bagian-bagian dalam sistem tersebut.
Organisasi sebagai
sistem, didalamnya terdapat tiga sub sistem. Pertama, sub sistem teknis, yang merupakan aspek formal dalam
organisasi. Pada sub sistem ini dirancang peraturan yang berlaku, jenjang
hirarki, distribusi kewenangan dan susunan formal lainnya. Kedua, sub sistem sosial, yakni orang-orang saling berinterkasi,
baik secara horisontal maupun hirarki. Organisasi membuka keterlibatan
interaksi anggota dalam organisasi secara demokratis. Hal ini akan membentuk didalam
organisasi muncul bentuk-bentuk kelompok sosial yang tercipta secara tidak
sengaja dan spontan. Ketiga, sub
sistem kekuasaan. Individu dalam organisasi juga memiliki perilaku yang secara
jelas dalam menunjukan hubungan kekuasaan. Saat organisasi mulai bekerja, maka
tiap individu akan saling menunjukan arti penting dari tugas masing-masing,
kelebihan kedudukan jabatan yang diemban, kepribadian yang dimiliki, kecakapan
dalam membangun hubungan dengan pemegang kekuasaan tertinggi dan sebagainya,
yang keseluruan hal tersebut menunjukan kecenderungan bahwa setiap orang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan atau mengatur orang lain. Perilaku individu
ini bervariasi, tergantung dari kompetensi masing-masing dalam mempengaruhi dan
mengatur orang lain. Ketiga sub sistem tersebut tidak saling dipisahkan, namun saling
mempengaruhi, saling bergantung dan pada akhirnya menjadi bagian dari sistem
organisasi.
Dalam pandangan teori
sistem, suatu sistem dapat dipilah menjadi dua yaitu sistem tertutup (Closed system) dan sistem terbuka (open system). Suatu sistem tertutup
merupakan suatu sistem yang beroperasi tanpa adanya pengaruh dari
lingkungannya. Jadi sistem tertutup merupakan suatu unit yang tidak
mempertimbangan atau mengabaikan pengaruh-pengaruh dari luar. Sedangkan sistem
terbuka adalah sistem organisasi yang dipengaruhi dan mempengaruhi sistem
diluarnya. Dalam kinerjanya bisa terjadi over
lapping group maupun over lapping
role set. Hubungan antar sub-sub sistem dan sub diluar sistem dioptimalkan
untuk pencapaian tujuan organisasi.
Teori organisasi
berakhir pada teori kontigensi. Teori ini menitik beratkan pada hubungan antar
oganisasi dan dan lingkungannya. Hubungan tersebut bergantung pada situasi dan
konteks lingkungan saat itu. Dalam teori ini, para pelaku organisasi
mengembangkan kemampuan beradaptasi dan menyederhanakan proses pengambilan
keputusan.
Perilaku
Individu dalam Organisasi
Perilaku individu dalam organisasi
adalah menyangkut tingkah lau manusia dalam suatu sistem ornganisasi atau
kelompok tertentu. Dalam mencermati perilaku individu dalam organisasi, maka
menurut Duncan (1984), ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, aspek-aspek yang relevan yang
menjelaskan tindakan-tindakan manusia dalam organisasi, seperti aspek ekonomi,
psikologi dan lainnya. Kedua, aspek
terkait peran dalam melakukan pekerjaan dan penanggung jawab pelaksanaannya.
Untuk itu ada pengaruh dari struktur organisasi terhadap perilaku individu. Ketiga, kebutuhan manajer untuk menjamin
keseluruan tugas pekerjaan yang dijalankan. Ketiganya merupakan cara agar
usaha-usaha individu bisa berkoordinasi dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut
David A.Nadler (1970), perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari
integrasi antara individu dengan lingkungannya. Sebagai gambaran dari pemahaman
ungkapan ini, misalnya seorang tukang parkir yang melayani memparkir mobil,
seorang tukang pos yang menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang guru
mengajar, seorang perawat di rumah sakit, dan juga seorang manajer di kantor
yang membuat keputusan. Berbagai karakter yang diperlihatkan oleh individu
sesuai dengan tanggung jawabnya yang berbeda-beda. Dan perilakunya adalah
ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda.
Perilaku yang dibawa individu ke dalam sistem organisasi,
meliputi kompetensi, kepercayaan individu, pengharapan akan kebutuhan dasar,
dan pengalaman masa lalu yang dimilikinya. Perilaku yang bersifat individual
tersebut dibawanya kedalam lingkungan baru yang bernama organisasi. Disisi
lain, organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang memiliki karakteristik
juga. Karakteristik tersebut, seperti struktur hirarki, tugas pekerjaan, kewenangan
dan tanggung jawab, sistem kerja dan lainnya. Apabila perilaku individu
diintegrasikan dengan karakter organisasi, maka akan mewujudkan perilaku
individu dalam organisasi.
Menurut
Kast dan James (2002), perilaku adalah cara bertindak, ia menunjukkan tingkah
laku seseorang. Pola perilaku adalah mode tingkah laku yang dipakai seseorang
dalam melaksanakan kgiatan-kegiatannya. Dikatakan bahwa proses perilaku serupa untuk
semua individu, walaupun pola perilakunya mungkin berbeda. Ada 3 asumsi yang
saling berkaitan mengenai perilaku manusia,
yakni: 1) perilaku itu disebabkan (caused),
2) perilaku itu digerakkan (motivated),
3) perilaku itu ditunjukan pada sasaran. Ketiga unsur ini saling terkait dalam
modal dasar perilaku individu dan berlaku kepada siapa dan kapan saja. Setiap
individu berperilaku ketika ada ransangan dan memiliki sasaran tertentu. Perilaku
ke arah sasaran, timbul karena ada ransangan dan semua perilaku ada
penyebabnya.Yang pokok dalam proses ini adalah jarak jurang (gap) antara kondisi sekarang dengan
kondisi yang diinginkan dan perilaku
yang timbul untuk menutup jarak jurang (gap)
itu.
Untuk
memahami jarak jurang (gap) tersebut,
maka pemahaman akan sifat-sifat manusia adalah penting untuk dianalisa. Adapun
sifat-sifat dasar manusia menurut Thoha (2007). Pertama, manusia berbeda perilakunya, karena kemampuannya tidak
sama. Hal ini menyebabkan banyak individu ingin memiliki banyak hal, namun
memiliki ketercapaian kehendak yang berbeda. Disebabkan oleh kemampuan tiap
orang yang berbeda. Disini dengan memahami kemampuan tiap individu, maka kita
akan mampu mengatur perilakunya sesuai tujuan organisasi. Kedua, manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda satu dengan
lainnya. Dengan memahami hal ini, maka tiap individu dapat ditempatkan secara
tepat dan digerakan berdasarkan
tujuannya sendiri-sendiri. Ketiga, orang
berpikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana ia harus bertindak.
Cara untuk menjelaskan bagaimana seseorang membuat pilihan di antara sejumlah
besar rangkaian pilihan perilaku yang terbuka baginya, adalah dengan mempergunakan
penjelasan teori expectancy. Teori
ini didasarkan atas proposisi yang sederhana yakni bahwa seseorang memilih
berperilaku sedemikian karena ia yakin dapat mengerjakan untuk mendapatkan
sesuatu hasil tertentu. Keempat, individu
memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan
kebutuhannya. Kelima, seseorang itu
mempunyai reaksi-reaksi akfektif, seperti senang atau tidak senang. Perasaan
senang dan tidak senang ini akan menjadikan seseorang berbuat yang berbeda
dengan orang lain dalam rangka menanggapi sesuatu hal.
Dengan
melakukan analisa terhadap prinsip-prinsip diatas, maka organisasi
memperhatikan kebutuhan individu saat masuk dalam organisasi. Memahami
kebutuhan individu, akan menjadi alat kontrol yang tepat untuk memperlakukan
individu-individu tersebut secara tepat dalam aktivitas organisasi. Perilaku
individu dalam organisasi, dapat membentuk nilai-nilai organisasi dan berakhir
pada mengakarnya budaya organisasi. Budaya kerja, budaya komunikasi, dan budaya
lainnya, terbentuk dengan sendirinya pada saat tiap individu menunjukan
kontribusinya dalam organisasi.
Sebagai
sebuah sistem, organisasi adalah organ yang hidup dan terus bertumbuh.
Organisasi tidak dirancang untuk mematikan kelangsungan tujuan idealnya. Namun
organisasi dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan ideal dimasa yang akan
datang. Dengan memahami kehidupan organisasi dan perilaku individu didalamnya,
maka kita menciptakan lingkungan sosial bagi manusia yang lebih baik di masa
depan. Lingkungan yang saling menghidupkan sub-sub sistem didalamnya.
Ut Omnes Unum Sint.
(Disusun
dan disampaikan oleh Ricky Arnold Nggili, dalam kegiatan Leerschool days, Minggu 30 Juni 2019, di
Yayasan Bina Darma Salatiga)
Posting Komentar