xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Oikumenisme dan Nasionalisme


Judul Buku: Oikumenisme dan Nasionalisme : Kajian hermeneutik kritis terhadap historisitas gerakan oikumene pemuda Kristen di Indonesia

Penulis : 
Semuel S. Lusi; Ricky Arnold Nggili; Roberto D. Buladja; Eliaser Wolla Wunga; Malfreth Adi Lobo; Nestorius Labada; Broery Doro Pater Tjaja; Defli Yuandika Ruso

Penerbit : 
BPK Gunung Mulia

Tahun terbit : 
2019

Jumlah halaman : 
240 halaman

Pengantar:

Hubungan antara generasi saat ini dan sejarah mengalami ancaman krisis terkait kontinuitas dan sustainabilitas dari sejarah. Generasi saat ini. tidak saja berjarak secara generasi, melainkan juga secara psiko-teknologis yang menyebabkan jurang penjarak makin menganga lebar dan menceruk dalam. Generasi-generasi pendahulu seakan kehilangan metode, juga akhirnya nyaris kehilangan kesempatan, untuk mengkomunikasikan sejarah masa lalu sebagai ‘tongkat estafet’ bagi generasi kini untuk merintis sejarah masa depan. Sebuah kontinuitas yang terganggu. Maka, generasi milenial dikhawatirkan kehilangan jejak masa lalu, menjadi a-historis, yang berpotensi memposisikan mereka seperti ‘gerombolan alien’ yang terlempar di dunia antah berantah. Mereka memiliki ‘orang tua biologis’ namun diskontinuitas narasi, seperti berada di panggung pementasan fragmen tanpa skenario sebagai panduan akting. Lalu menerima peran berdasarkan konstruksi narasi yang diterima dari sumber polilog atau yang diimajinasikan sendiri tanpa rujukan ke ribuan serial di belakangmya.
   Hidup dalam konteks kekinian Indonesia yang hari-hari ini banyak diwarnai tsunami informasi lepas kontrol, intrik kekuasaan yang jauh dari nalar sehat, produksi narasi yang menyamarkan bahkan membelokkan kebenaran, dengan muara pada eksperimentasi ideologi kekuasaan primordial. Gelimang ‘fakta’ post truth berkelindan memenuhi wacana public menenggelamkan realitas (kebenaran). Disitulah terbuka lanskap bagi berbagai permainan kekuasaan. Upaya kolonialisasi ruang publik politik oleh eksponen-eksponen primordial terutama berbasis agama mencuat intensif dan terbuka. Padahal masyarakat Indonesia yang sangat plural ini dibangun dari dialektika deliberasi yang intens, melewati klimaks-klimaks tesa-antitesa dari ragam bentuk faham lokal maupun mondial, baik yang berbasis religius maupun sekular. Lewat komunikasi delibaratif yang sengit para founding parents kita mencapai sintesa ideologi Pancasila yang disepakati sebagai dasar negara. Namun, pasca proklamasi sejarah bangsa ini terus diwarnai ujian ideologis yang tak henti. Gerakan kiri (komunisme) mulai menggoyang sejak awal kemerdekaan, yaitu 1948 dilanjutkan di 1965. Lolos dari gangguan kaum kiri yang hendak memakasakan sistem komunisme, bangsa ini kembali dihadapkan pada gerakan ekstrim kanan yang memaksakan sistem khilafah.
   Generasi milenial, khususnya pemuda Kristen yang terlanjur mengalami keterputusan narasi memerlukan referensi untuk menghadapi hiruk pikuk politik, termasuk pula ambiguitas yang melanda Gereja sebagai efek dari kegamangan mengelola perubahan. Dua pilar bangunan filosofis pemuda Kristen, yaitu Nasionalismme dan Oikumenisme (gereja) menghadapi tantangan. Sementara generasi penerus ini kerap tersandera dalam belenggu sindiran dan tuduhan sebagai ahli waris kolonial, yang berpotensi pada pengabaian kontribusi kesejarahannya demi kepentingan-kepentingan pragmatis yang manipulatif. Miskin narasi untuk membangun apologi, mereka bisa saja tidak dapat berbuat apa-apa kecuali berpura-pura tuli pada sarkasme dan satire yang menghujam dan menyudutkan ke peran-peran marginal. 
   Apa yang terjadi itu sesungguhnya akibat dari ketidaktahuan sejarah. Ketidaktahuan yang disebabkan adanya diskontinuitas lantaran ‘perbedaan bahasa’ dengan generasi pendahulu. Bisa juga karena kelalaian para pendahulu mentransfer informasi terkait modalitas masa lalu. Padahal lembar-lembar sejarah generasi perintis tertulis dengan tinta emas dan tertimbun di dasar tumpukan-tumpukan arsip di museum perjalanan bangsa. Catatan-catatan yang tidak mudah terhapuskan kabut zaman lantaran jejak-jejaknya terpatri kuat dan menonjol di setiap etape perjalanan sejarah bangsa. Itulah jejak historis, jejak yang rentan pada polusi peradaban. 
   Kesadaran untuk mengenali asal usul dan sejarah pergerakan perjuangan bangsa maupun sejarah pergerakan oikumene serta kontribusi pemuda Kristen didalamnya menjadi sebuah kebutuhan zaman. Sebelum terlalu dalam tertimbun dan tenggelam ditumpuk lumpur dan debu zaman, sejarah perlu diungkap agar membangun rasa bangga generasi sebagai spirit mengukir peran mereka di masa depan dengan optimisme dan rasa bangga. Sejarah bisa menjadi batu pijak untuk melompat ke masa depan, sistem penghubung (linkage system) dalam narasi besar peradaban, juga cermin untuk melaju ke depan dengan memetik pelajaran masa lalu.
   Gagasan besar buku ini adalah untuk merangkai kembali jejak-jejak historis dari perjuangan oikumenisme dan nasionalisme para pemuda Kristen Indonesia, sejak tahap embrional pra proklamasi kemerdekaan hingga abad ke-21 ini. Harapannya agar menjadi jembatan informasi lintas generasi, sekaligus sebagai modalitas bagi generasi pelanjut bangsa.
   Sebagai jembatan informasi, buku ini juga bermanfaat bagi elemen-elemen bangsa lainnya dan gereja agar mengenal dan memahami eksistensi pergerakan pemuda Kristen, terutama posisi dan kontribusinya dalam perjalanan kehidupan berbangsa, bernegara dan bergereja (ber-oikumene). Tidak dimaksudkan mendaku sebagai yang paling berjasa, karena nyata bagi kita bahwa semua elemen bangsa telah berkontribusi bagi tercapainya kemerdekaan NKRI, juga dalam mengisinya.
   Lintasan sejarah oikumenisme dan nasionalisme di Indonesia:





Posting Komentar

Posting Komentar