Pendahuluan
Organisasi merupakan tempat pertemuan berbagai tujuan individual. Tiap individu dalam organisasi berupaya untuk memenuhi tujuan pribadi yang beragam, disamping berupaya untuk mewujudkan tujuan ideal organisasi. Dalam organisasi setiap orang dapat bekerja secara bersama-sama dan secara individual untuk mewujudkan tujuan tertentu. Perbedaan tujuan, kepentingan dan perpektif yang sering terjadi saat berorganisasi, menyebabkan terjadinya ketidak cocokan dan dapat berujung pada konflik.
Semakin besar sebuah organisasi, peluang terjadinya gesekan kepentingan dan berakhir pada konflik semakin tinggi. Hal ini terjadi, karena semakin banyak orang yang terlibat dalam aktivitas organisasi, dan semakin banyak perbedaan yang harus dikelolah menjadi sebuah bentuk kerjasama. Konflik yang sering terjadi di dalam organisasi, bersifat tertutup atau sembunyi-sembunyi dan bahkan ada yang terbuka. Kekecewaan terhadap kebijakan organisasi dan atau kepemimpinan tertentu, dapat membuat anggota dalam organisasi menarik diri, serta menceritakan kekurangan dari organisasi tersebut kepada orang yang berada di luar. Disisi lain, ada anggota yang secara terang benderang melakukan protes terhadap kekurangan yang terjadi. Dan bahkan mengancam akan keluar dari organisasi yang diikutinya. Konflik merupakan hal yang tidak terhindarkan, apabila tujuan individu dan organisasi tidak dikelola secara baik. Dan bahkan dapat mengarahkan pada kehancuran organisasi. Apakah konflik organisasi merupakan sesuatu yang buruk? Tidak selamanya konflik merupakan sesuatu yang buruk. Stephen William Hawking seorang fisikawan dan kosmolog, pernah mengungkapkan sebuah penyataan, “In my life, I have never learned anything from someone who always agrees with me.” Hal ini menunjukan bahwa, perbedaan pendapat merupakan peluang bagi seseorang atau organisasi untuk dapat belajar. Dalam learning organization, perbedaan dan kompleksitas dapat diolah untuk mencapai tujuan organisasi. Richard Snyder, seorang CEO perusahaan penerbit terkenal di USA pernah mengatakan, “Business is conflict. That is the creative process. You do not get special performance by saying"Yes". You get love, but you don't get special performance”. Dengan demikian, konflik dapat membuat organisasi memiliki individual yang unggul dalam kinerja dan berintegritas.
Dengan adanya konflik, organisasi akan memanfaatkan fungsi pengawasannya, untuk mengoptimalkan kinerja organisasi. Ia dapat membuat seluruh elemen dalam organisasi melakukan refleksi dan membangun komitmen bersama. Ia mampu membangun keseimbangan dalam berorganisasi. Dan mampu memaksimalkan kinerja tiap anggota dalam organisasi.
Konflik merupakan sebuah aktivitas alamiah dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau kelompok dalam organisasi. bagi seseorang yang lemah dalam kepemimpinan, konflik sering dianggap sebagai gejala yang tidak wajar, dan berakibat negatif. Namun, bagi seorang yang memiliki banyak pengalaman dalam kepemimpinan, konflik dapat diolah untuk menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan organisasi.
Pengertian Konflik
Secara etimologi, konflik berasal dari Inggris Conflict, yang diambil dari bahasa Latin Configere, yang berarti saling memukul atau saling menjatuhkan. Menurut Rahim (2002), konflik adalah suatu proses interaktif yang dimanifestasikan dalam ketidaksepadanan, ketidaksepakatan, atau perselisihan didalam atau antar entitas sosial, yakni individu, kelompok, dan organisasi.Berkaitan Selanjutnya, menurut Stoner dan Edwar (1992), konflik organisatoris merupakan suatu ketidaksesuaian paham antara dua orang anggota organisasi atau lebih, yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumberdaya yang langkah, atau aktivitas-aktivitas pekerjaan dan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status-status, tujuan-tujuan, nilai-nilai atau persepsi-persepsi yang berbeda-beda.
Bentuk Konflik
Konflik dalam organisasi memiliki bentuk terkait dengan aktivitas dalam organisasi oleh para anggota. Menurut Weingart dan Jehn (2009) ada dua bentuk konflik dalam organisasi, yakni: konflik tugas dan konflik hubungan. Konflik tugas yakni konflik yang terjadi karena adanya ketidaksepakatan di antara anggota-anggota organisasi terkait aktivitas yang menyangkut kinerja. Dalam konflik tugas terdapat dua macam konflik, yakni konflik isi tugas dan konflik proses tugas. Konflik isi tugas merupakan sebuah bentuk ketidaksepakatan di antara anggota organisasi berkaitan dengan gagasan dan pendapat tentang tugas-tugas yang ditampilkan. Konflik proses tugas adalah terkait dengan isu-isu logistik dan delegasi penugasan seperti bagaimana penyelesaian tugas harus berlangsung dalam unit kerja, siapa bertanggungjawab atas apa, dan bagaimana suatu hal harus didelegasikan.
Berikutnya konflik hubungan adalah ketidaksepakatan dan ketidakmampuan di antara anggota kelompok berkenaan dengan isu-isu pribadi yang tidak terkait dengan tugas. Konflik hubungan ditandai dengan perhatian yang lebih bersifat pribadi dan antar pribadi yang dipicu oleh perbedaan-perbedaan kepribadian namun sangat mungkin mempengaruhi fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok, seperti kohesivitas, bahkan dapat juga bersinggungan dengan kinerja tugas.
Adapun bentuk-bentuk konflik diatas, dapat terjadi dikarenakan adanya sumber konflik. Menurut Pondy (1967:296) sumber-sumber potensial terjadinya konflik, yakni: interdependensi subunit, tujuan-tujuan subunit yang berbeda, faktor-faktor birokrasi, kriteria kinerja yang tidak sepadan, dan kompetisi untuk sumberdaya. Dalam sebuah organisasi konflik dapat berasal dari ego pribadi, perselisihan, hingga stres dan beban pekerjaan yang terlalu berat.
Jenis-Jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam Wirawan (2010) ada lima jenis konflik yaitu: pertama, Konflik Intrapersonal, merupakan konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Kedua, Konflik Interpersonal yang merupakan konflik antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Ketiga, Konflik antar individu dan kelompok. Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Keempat, Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama. Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi, dimana tampak karena persaingan antar kelompok kerja. Kelima, Konflik antara organisasi. Konflik yang disebabkan karena persaingan. Konflik ini telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
Proses terjadinya konflik
Konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi merupakan sebuah proses yang dinamis. Adapun proses suatu konflik digambarkan Luthans (2006) sebagai berikut: A) Antecedent Conditions or latent Conflict. Tahap ini merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya sebuah konflik. Pada tahap ini, terkadang tindakan agresif dapat mengawali proses konflik. Contohnya, tekanan diberikan kepada beberapa anggota, terkait sebuah tujuan penugasan. Disini konflik belum tampak akan terjadi, namun berpotensi untuk muncul. B) Perceived Conflict. Pada tahap ini, agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. C) Felt Conflict. Persepsi berkaitan erat dengan emosi. Oleh karena itu, jika seseorang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, maka ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan tercipta.Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut. D) Manifest Conflict. Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Reaksi muncul dan menampakan sikap agresif dengan niatan untuk menyelesaikan masalah. E) Conflict Resolution or Suppression. Resolusi konflik dapat muncul saat kedua belah pihak mencapai persetujuan untuk mengakhiri konflik tersebut. Namun disisi lain dapat juga terjadi pengacuan terhadap konflik tersebut, dengan cara kedua belah pihak melakukan penghindaran saat terjadi perselisihan secara langsung. F) Conflict Alternative. Saat konflik terselesaikan, namun tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, apabila konflik diselesaikan dengan kebijaksanaan. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya.
Menurut Robbins (2003) ada beberapa proses dalam terjadinya konflik. Tahap I, yakni tahap Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial. Pada tahap ini adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, kondisi yang juga dapat dipandang sebagai kasus atau sumber konflik telah ditempatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur dan variabel pribadi. Tahap II yakni tahap Kognisi dan Personalisasi. Pada tahap ini, potensi untuk oposisi atau ketidakcocokan menjadi teraktualkan. Kondisi anteseden hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh dan sadar akan adanya, konflik itu. Tahap III yakni tahap Maksud. Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan konflik: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas) dan berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan). Tahap IV yakni Perilaku Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan rencana penyelesaia setiap pihak. Tahap V adalah Hasil. Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.
Penyelesaian Konflik
Terdapat lima langkah penyelesaian dalam konflik. Lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan. Yang pertama adalah Pengenalan. Dalam menyelesaikan konflik, perlu pemahaman yang baik akan sumber, bentuk dan jenis dari konflik tersebut. Dengan mendeteksi konflik secara tepat, maka akan memudahkan untuk menyelesaikannya. Kedua adalah Diagnosis. Langkah ini merupakan langkah penting, karena dengan metode yang tepat dan perhatian yang terpusat pada masalah utama, akan membantu menyelesaikan konflik, tanpa menimbulkan masalah lainnya. Ketiga yakni Menyepakati suatu solusi. Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Sortirlah penyelesaian konflik yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang terburu-buru dan tidak tepat. Keempat, yakni Pelaksanaan. Pada saat penyelesaian konflik, sadarilah bahwa dalam sebuah tindakan, pasti ada dampak positif dan negatif. Untuk itu berhati-hatilah dalam menyelesaikan sebuah konflik. Dan jangan terpengaruh pada kelompok tertentu. Kelima yakni Evaluasi. Penyelesaian sebuah konflik dapat menyebabkan masalah yang baru. Untuk itu, evaluasilah akibat-akibat dari penyelesaian tersebut secara menyeluruh. Apabila penyelesaian menyebabkan masalah semakin rumit, maka pertimbangkanlah langkah-langkah lainnya.
Selain dari langkah-langkah diatas, Mangkunegara (2009) melihat dalam organisasi perusahaan, para manajer dan karyawan memiliki beberapa strategi dalam menyelesaikan konflik. Strategi tersebut adalah A) Strategi Menghindar. Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. B) Strategi Mengakomodasi. Pada strategi ini, memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. C) Strategi Kompetisi. Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan kompetensi yang lebih dibanding yang lainnya. D) Strategi Kompromi atau Negosiasi. Pada strategi ini, masing-masing pihak yang berkonflik memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak. E) Strategi Memecahkan Masalah atau Kolaborasi. Pada strategi ini, pihak-pihak yang berkonflik sama-sama mewujudkan tujuan masing-masing, dan tidak saling merugikan. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
Manajemen Konflik
Manajemen konflik adalah cara yang dilakukan pimpinan dalam menaksir atau memperhitungkan konflik (Hendricks, W.,1992). Selanjutnya, Criblin, J. (1982:219) mengartikan manajemen konflik merupakan teknik yang dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing.
Adapun tujuan manajemen konflik untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan. Manajemen konflik berguna dalam mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan-hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik tetap baik.
Mengingat kegagalan dalam mangelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisasi. Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Menurut Winardi (1994) aktivitas manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan, 1) Menstimulasi konflik, 2) Mengurangi atau menekan konflik dan 3) menyelesaikan konflik. Stimulasi konflik diperlukan apabila satuan-satuan kerja di dalam organisasi terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu; a) memasukkan anggota yang memiliki sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang berlaku, b) merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas-tugas baru, c) menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang dialami, d) meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif, promosi jabatan ataupun penghargaan lainnya, e) memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.
Selanjutnya tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kinerja serta merintangi pencapaian tujuan. Teknik pengurangan konflik yang dapat dilakukan manajer adalah, 1) Memisahkan kelompok/unit yang berlawanan, 2)Menerapkan peraturan kerja yang baru, 3) Meningkatkan interaksi antar kelompok, 4) Memfungsikan peran integrator, 5) Mendorong negosiasi, 6) Meminta bantuan konsultan pihak ketiga, 7) Mutasi/ rotasi jabatan/pekerjaan, 8) Mengembangkan tujuan yang lebih tinggi, 9) Mengadakan pelatihan pekerjaan (job training).
Penutup
Konflik dalam organisasi dapat bermanfaat secara positif, apabila dikendalikan secara baik oleh sang pemimpin. Seperti aliran air yang bergerak, konflik dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja organisasi, menuju pada ketercapaian tujuan organisasi. Konflik merupakan cara kerja yang paling efektif dalam melihat agresifitas sebuah organisasi dalam bergerak, serta membuat perubahan guna menuju optimalisasi kinerja organisasi.
Daftar Pustaka
- Rahim, M. Afzalur, 2002. Toward A Theory of Managing organizational Conflict. The International Journal of Conflict Management, Vol. 13, No. 3, pp. 206-235.
- Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi.Cetakan ke-10. Andi, Yogyakarta.
- Stoner, J. A. F. Dan Edward F., 1992. Management. Prentice-Hall International Inc. New Jersey
- Weingart, L. R., and Jehn, K. A., 2009. Manage Intra-Team Conflict through Collaboration”, in Handbook of Principles of Organizational Behavior, edited by Edwin Locke, West Sussex, UK.: John Wiley & Sons, Ltd.
- Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Salemba Empat, Jakarta.
(Materi ini disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, S.Si-teol.,M.M, dalam Leerschool GMKI Cabang Salatiga di PPSDM Bina Darma, tanggal 2 November 2019, pukul 10.15 wib - 13.15 wib)
Link topik yang sama: Manajemen konflik dalam organisasi & Pengelolahan konflik dalam organisasi
Link topik yang sama: Manajemen konflik dalam organisasi & Pengelolahan konflik dalam organisasi
Posting Komentar