xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

CRITICAL WRITING: Sebuah Pendekatan Dalam Menulis Ilmiah


Dalam sejarah manusia, kesadaran akan eksistensi pemikiran, selalu mempengaruhi perubahan peradaban manusia. Socrates dengan universalitasnya mampu menempatkan manusia sebagai subyek yang mampu mengenal berbagai obyek. Descartes dengan kesadarannya menempatkan manusia di puncak rantai peradaban mahkluk hidup. Hal ini membuat Cogito ergo Sum menjadikan manusia sebagai makluk eksistensi, yang dapat survive dengan kesadaran berpikirnya. Pada perkembangan sejarah manusia selanjutnya, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kekayaan peradaban manusia dalam mengeksplorasi hingga eksploitasi bumi.
    Eksistensi manusia sebagai makluk pemikir, juga didokumentasikan dalam bentuk produk intelektual tulisan. Tulisan menjadi tanda peradaban manusia modern. Melalui tulisan, manusia mengaktualisasikan pemikirannya, sehingga dapat dimengerti dan dimaknai oleh orang lain. Pada masa lampau, bangsa-bangsa yang memiliki peradaban adalah bangsa yang mengenal tulisan, seperti Mesopotamia (3500SM), Mesir kuno (3150 SM), Yunani kuno (1400 SM), dan Inca (1200 SM). Bangsa-bangsa tersebut menjadi kiblat perkembangan ilmu pengetahuan saat itu. Dengan tulisan, sebuah bangsa memperkenalkan peradaban dan terus mengembangkan pengetahuannya. Karena lewat tulisan, setiap pengetahuan dapat diteruskan ke generasi berikutnya.
    Ada banyak jenis tulisan yang dapat menjadi ruang aktualisasi pemikiran. Secara umum kita lebih mengenal dua jenis, yakni tulisan fiksi dan non fiksi. Tulisan fiksi merupakan jenis tulisan yang berasal dari pemikiran imajinatif dari sang penulis. Tujuan dari jenis tulisan ini adalah mengajak para pembaca untuk masuk dalam pemikiran imajinatif penulis, dan terhanyut dalam logika rekayasa imajinatif tersebut. Selanjutnya tulisan non fiksi merupakan tulisan yang berdiri diatas data yang telah menjadi informasi dan bahkan pengetahuan. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan informasi dan menkostruksi serta mendistribusi pengetahuan kepada para pembaca. Dari kedua jenis tulisan ini, muncul berbagai bentuk tulisan dengan corak yang beragam. Seperti bentuk dari tulisan fiksi, yakni cerita pendek (cerpen), novel, fiksi blog, dan berbagai bentuk genre tulisan fiksi lainnya. Bentuk tulisan non fiksi seperti, makalah, kajian kebijakan, majalah ilmiah, karya non fiksi jurnalistik, buku ilmiah, prosiding, buku bunga rampai, tulisan ilmiah popular dan banyak lagi.
    Untuk bisa memproduksi produk intelektual dalam bentuk tulisan, penulis harus menggunakan critical writing sebagai metode untuk mendeskripsikan ide dan alur tulisan. Crictical writing merupakan sebuah pendekatan yang mengasah intelektualitas dan nalar dalam melahirkan produk intelektual. Tujuan dari seorang menulis, yakni tulisan tersebut mampu mempengaruhi para pembaca dengan tulisannya yang jelas, sistematis, relevan, dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan menulis secara kritis, penulis melakukan dua aktivitas sekaligus, yakni aktivitas riset dan aktivitas deskripsi. Riset adalah bagian dari mengembangkan dan menguji kebenaran data dan informasi. Sehingga tersusun secara sistematis untuk mendukung ide dari sang penulis. Sedangkan deskripsi merupakan kemampuan penulis untuk menggambarkan secara utuh ide tersebut, sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh sang pembaca.

Manfaat menulis
Menurut Novelis Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, “orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah”. Ungkapan tersebut adalah benar adanya. Banyak orang yang memiliki intelektualitas, hanya menggunakan kemampuan retorikanya untuk menyampaikan pemikirannya. Hal ini membuat audiens yang dijangkau sempit dan terbatas oleh ruang dan waktu. Hal ini berbeda dengan saat ia menyampaikan pemikirannya lewat tulisan. Ia akan memiliki audiens yang lebih luas dan dalam waktu yang tidak terbatas. Untuk itu ia dan karya intelektualitasnya tidak akan hilang dalam sejarah manusia.
   Dengan pengaruh kuat dari karya tulis tersebut, maka secara spesifik perlu diketahui manfaat dari menulis. Adapun manfaat dari menulis, yakni: Pertama, manfaat dari menulis merupakan sarana pengungkapan intelektualitas seseorang. Dengan menulis seseorang dapat mengaktualisasikan diri dan pemikirannya. Ia akan bebas berselancar dalam berbagai bentuk informasi dan data, yang dapat menjadi modalnya untuk membangun pemikiran pembaca untuk masuk dalam asumsi yang dikonstruksi oleh diri penulis. Penulis dapat menampakan dirinya, sebagaimana tujuan yang diharapkan.  Kedua, penulis akan meningkatkan kesadaran dirinya terhadap lingkungan. Ia akan terus belajar dari lingkungan sekitar, sebagai media pembelajaran sebelum ia mulai menulis. Data dan informasi akan dikumpulkan dan dipelajari secara seksama, sebelum dijadikan sebagai elemen-elemen penting dalam tulisan yang digagas oleh dirinya.  Ketiga, penulis akan terus mengasah dirinya dalam menggunakan bahasa secara relevan dan tepat, sehingga ia mampu berkomunikasi secara baik. Dengan demikian seorang penulis akan menjadi komunikator yang baik.  Keempat, melatih diri untuk berani mengungkapkan ide, gagasan dan asumsi secara bertanggung jawab. Pada bagian ini penulis melatih diri untuk melihat secara spesifik bangunan tulisan yang ditulisnya. Sehingga pada saat tulisan tersebut dipublikasikan, ia berani untuk mempertanggungjawabkannya ke publik. Kelima, melatih diri penulis untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis sebagai bagian dari kebiasaan makluk pemikir.

Kritis melihat jurang teori dan realitas
Dalam menulis ilmiah perlu diperhatikan ide yang akan ditulis. Ide tersebut merupakan masalah atau kesenjangan yang benar-benar terjadi di masyarakat/ lingkungan. Dengan demikian, sesuatu yang bukan masalah, tidak dapat dikembangkan untuk diteruskan menjadi sebuah kajian ilmiah.
   Penulis kritis dalam sebuah karya ilmiah harus mampu untuk melihat gap antara realitas dan teori. Teori merupakan sebuah abstraksi dari realitas. Dalam perkembangannya teori yang dapat melewati ruang dan waktu, dalam pengertian dapat sesuai dengan lingkungan manusia dimana saja, maka abstraksi dari teori tersebut dianggap sangat tinggi. Keuniversalan dari teori tersebut sangat tinggi, karena bebas dari keterikatan ruang dan waktu. Sedangkan teori yang sedang dan rendah, memiliki pengaruh yang sedikit dan cukup dalam ruang dan waktu. Artinya teori tersebut harus terus diuji sehingga memiliki tingkat abstraksi yang tinggi dan menjadi tidak terikat dalam ruang dan waktu. Disini penulis dapat menstrukturisasi teori tersebut dan dapat melakukan kajian untuk menguji kembali teori tersebut dalam lingkungan masyarakat yang relevan. Demikian juga, apabila sebuah fakta belum memiliki tingkat abstraksi, karena terikat dalam ruang dan waktu. Hal ini lebih memungkinkan penulis untuk melakukan kajian menulis secara ilmiah. Dengan kata lain, apabila sebuah konsep tidak relevan dalam ruang dan waktu, dan bahkan sebaliknya, sebuah fakta belum dikonsepkan, maka disisi itulah seorang penulis memiliki peluang untuk menulisnya secara ilmiah.
   Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengkaji dan mendeskripsikan gap tersebut yakni metode deduktif dan metode induktif. Metode deduktif dengan cara melakukan perenungan terhadap konsep yang sudah sementara ada, dan mengukur kesesuaian konsep tersebut dengan fakta empirik. Hal ini akan membantu meneguhkan konsep yang telah ada. Dengan demikian dalam menulis secara deduktif, penulis akan menguasai konsep yang akan ditulisnya, dan selanjutnya menverifikasi konsep tersebut dengan fakta realitas yang ada. Sedangkan metode induktif adalah proses menarik hasil amatan empirik untuk dibentuk dan dimodifikasi menjadi sebuah konsep abstrak. Penulis dengan pendekatan ini mampu menggeneralisir berbagai fakta untuk membentuk sebuah konsep abstrak yang baru.
   Dalam menkonstruksi kedua metode tersebut, penulis harus memiliki kemampuan pengetahuan yang baik. Karena fakta dalam dunia realitas, harus dapat direpresentasikan dalam simbol kata-kata atau kalimat. Dan pada akhirnya simbol tersebut diberi makna oleh penulis, berdasarkan amatan yang terkandung dalam fakta realitas. Untuk itu dalam melihat realitas untuk dituliskan dalam sebuah tulisan ilmiah, harus memperhatikan simbol, makna dan fakta, sehingga tulisan tersebut mewakili realitas.


Dengan memahami konstruksi ini, maka penulis dapat memahami cara kerja menulis sebuah tulisan, dan pemaparan fakta dalam tulisan tersebut. Gap antara wilayah teori dan realitas dapat dipaparkan secara sistematis dan logis, apabila sang penulis mampu untuk mengangkat fenomena realitas tersebut kedalam kerangka tulisan yang relevan. Pada intinya, dalam model ini, penulis harus mampu untuk memberikan simbol kata-kata dan kalimat secara tepat untuk mewakili fakta dan memberikan makna yang dapat diketahui secara jelas oleh pembaca. Sehingga pesan dan informasi yang disampaikan oleh penulis, dapat dipahami oleh pembaca.

Prinsip tulisan ilmiah
Selanjutnya, untuk mampu menkonstruksi fakta menjadi abstraksi dalam sebuah tulisan, maka dibutuhkan cara berpikir ilmiah. Kata ilmiah memiliki makna bersifat ilmu, atau memenuhi kaidah ilmu pengetahuan, yakni menggunakan metode ilmiah. Sebuah tulisan ilmiah merupakan tulisan yang berisi hasil kajian, ulasan dan pemikiran sistematis yang dituangkan oleh perseorangan atau kelompok, serta memenuhi prinsip ilmiah. Dengan prinsip ilmiah inilah, maka tulisan tersebut dapat diuji dan diverifikasi kebenarannya.
   Prinsip yang mendasari penulisan sebuah karya ilmiah adalah obyektifitas, empiris, procedural dan rasional. Obyektifitas adalah setiap tulisan karya ilmiah harus berdasarkan data dan fakta. Ia tidak bisa berdasarkan subyektifitas penulis, namun mendekatkan diri pada obyek yang ditulis. Empiris yakni penulisan tersebut harus berdasarkan pengalaman langsung si penulis, dan dapat diuji kebenarannya lewat metode yang ilmiah. Berikutnya procedural adalah penyimpulan harus menggunakan penalaran deduktif atau induktif. Dan terakhir rasional adalah sebuah sikap logis dalam menganalisis data yang diperoleh.
   Adapun ciri-ciri sebuah tulisan dianggap ilmiah adalah sebagai berikut, pertama, tulisan tersebut bersifat akurat. Yang dimaksud dengan akurat adalah tulisan tersebut berdasarkan data factual dan dapat diuji kebenarannya. Kedua, bahasa yang digunakan lugas dan jelas, serta sesuai dengan konsep abstrak yang yakini kebenarannya. Ketiga, ditulis secara konsisten dalam pencantuman sumber data dan informasi, serta dilakukan dengan jujur. Keempat, memiliki alur logika yang tepat. Penulis menggunakan cara bepikir analitik, dengan pendekatan deduktif atau induktif.
   Dalam melakukan penulisan karya ilmiah, selalu didasarkan pada dua metodologi penelitian sebagai sebuah pendekatan, yakni metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif adalah sebuah pendekatan penelitian yang menggunakan data dalam bentuk angka, serta pengukuran statistic. Angka-angka statistic merupakan representasi dari realitas yang mewakili data empirik. Dalam pendekatan penelitian ini, data diambil dengan teknik survey dan angket, yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan SPSS. Sedangkan pendekatan kualitatif adalah penelitian deskriptif, yang cenderung data empirik direpresentasikan dalam bentuk makna dalam proses. Penelitian ini sering mengambil data dengan menggunakan wawancara dan observasi, serta selanjutnya dianalisis menggunakan teknik triangulasi data, waktu, dan subyek. Kedua metode ini digunakan secara berbeda berdasarkan harapan tujuan yang diinginkan oleh penulis. Dengan menggunakan kedua pendekatan ini secara bertanggung jawab, maka penulis menjaga keilmiahan sebuah tulisan ilmiah.

Standar intelektual dalam menulis ilmiah
Dalam aktivitas menulis karya tulis ilmiah harus memiliki standar intelektual. Standar intelektual disini merupakan pedoman untuk berpikir secara ilmiah dalam melahirkan ilmu pengetahuan. Adapun standar intelektual dalam menulis ilmiah mencakup: Pertama, kejelasan/ clarity, yakni dalam menyajikan tulisan, baik itu asumsi, tujuan menulis, informasi hingga kesimpulan harus jelas, terperinci dan detail. Kejelasan merupakan pintu masuk untuk berpikir secara intelektual. Karena dengan kejelasan, maka akan masuk ke standar berikutnya. Kedua, Akurasi yakni mengukur keakuratan sumber data dan informasi yang digunakan untuk mendukung kesimpulan dalam tulisan. Sumber tersebut harus dapat dipercaya, dan memiliki akurasi yang tinggi. Dalam metodologi penelitian, sumber diukur akurasinya, dengan menguji kesesuaian teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan data yang dibutuhkan. Ketiga, Ketepatan adalah standar intelektual yang menjamin kerincian dari sebuah data. Data tersebut harus spesifik dan tidak bersifat umum. Karena dengan data yang spesifik, akan mengarahkan kesimpulan yang akurat. Keempat, dalam menulis karya ilmiah harus melihat relevansi antar bagian dalam sistimatika penulisan. Asumsi harus relevan dengan pertanyaan penelitian/penulisan, harus juga relevan dengan tujuan penulisan. Selain itu informasi yang mendukung tulisan harus relevan dengan tujuan dan kesimpulan. Relevansi menjamin kesesuaian tiap-tiap bagian dalam tulisan, sehingga menjadi sistematis. Kelima, dalam menulis harus mendalam. Tulisan yang baik adalah tulisan yang mendalami konsep dan informasi dari tulisan tersebut, sehingga tujuan penulisan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Mendalam adalah melihat juga korelasi antar informasi dalam sebuah konsep. Keenam, keluasan dalam melihat keterhubungan informasi dengan perpektif lain yang terhubung dengan konsep yang sama. Dalam menulis memang dituntut harus mendalam, namun keluasan dimanfaatkan untuk membuka perpektif baru dalam melihat komplesitas ide yang ditulis. Ketujuh, dalam menulis harus memperhatikan alur logis dalam tulisan tersebut. Data sebagai pembuktian sebuah kesimpulan harus diperkuat. Jangan sampai asumsi dipegang sebagai kesimpulan. Penggunaan konsep dan data faktual harus ditempatkan secara tepat untuk melahirkan sebuah kesimpulan yang sahih. Kedelapan, standar intelektual signifikansi. Penulis harus mampu melihat data dan informasi yang penting untuk digunakan dalam penulisan. Tidak semua data sama pentingnya. Proses pengujian prioritas data harus dilakukan, sehingga tulisan ilmiah akan mengalir dengan sekumpulan data yang tidak terlalu padat namun lengkap. Kesembilan, standar keadilan merupakan tambahan dalam menulis ilmiah. Keadilan digunakan untuk melihat keseimbangan data untuk menuju pada sebuah kesimpulan, dan juga melihat bahwa sebuah pemikiran berdiri diatas data yang faktual dan bukan asumsi egosentris atau sosiosentris. Aspek keadilan akan mengarahkan penulisan pada keberpihakan pada kebenaran dalam menulis sebuah karya ilmiah dengan pendekatan critical writing.
   Dengan memperhatikan standar intelektual dalam menulis, maka penulis menjamin tulisannya akan memenuhi tanggung jawab ilmiah. Karena standar intelektual merupakan ukuran yang digunakan untuk menilai produk pemikiran manusia sebagai makluk intelektual.

Elemen nalar dalam menulis
Untuk dapat menulis secara kritis perlu elemen bernalar. Elemen ini sifatnya wajib untuk diperhatikan oleh seorang penulis sebelum menulis. Karena dengan memperhatikan elemen bernalar, maka sang penulis berupaya untuk menyampaikan tulisannya kepada orang secara jelas dan sistematis.
   Standar intelektual yang sudah dijelaskan dalam bagian sebelumnya, bermanfaat untuk diimplementasikan dalam elemen menalar saat menulis. Kejelasan, akurasi, ketepatan, kedalaman, keluasan, keluasan, logis, signifikansi dan keadilan diterapkan untuk menjaga nalar agar tetap menggunakan standar intelektual saat tulisan ditunjukan kepada para pembaca. Hal ini berguna agar, tulisan yang disampaikan tidak mengalami bias dan ambigu dalam memahami sebuah kebenaran pengetahuan. Elemen penalaran merupakan alat ukur untuk mengevaluasi secara obyektif berbagai produk penalaran, berupa tulisan dan jenis penalaran lainnya.
   Sebelum mulai menulis, penulis dapat mempersiapkan kerangka tulisan dengan memperhatikan elemen-elemen bernalar. Apabila seluruh elemen dalam bernalar sudah terpenuhi, maka selanjutnya penulis tinggal mengembangkan ide-ide pokok dalam elemen nalar tersebut menjadi beberapa paragraf yang mengalir secara logis dan sistematis.
   Adapun elemen nalar yang perlu diperhatikan saat menulis, yakni pertama adalah sudut pandang (point of view). Seorang penulis datang dari sudut pandang tertentu. Apabila ia seorang mahasiswa Teologi yang tertarik untuk menulis tentang situasi ekonomi global. Maka tulisan yang akan dihasilkan akan penuh dengan cara pandang pemahaman mahasiswa Teologi. Ia tidak akan masuk lebih dalam ke istilah-istilah ekonomi secara spesifik, karena ia memiliki keterbatasan. Namun situasi ekonomi global akan dijelaskan dengan cara pandang mahasiswa Teologi yang awam. Untuk itu menentukan dari sudut pandang mana anda akan menulis, merupakan sesuatu yang penting. Karena hal tersebut akan menjadi framing penulis dalam menggunakan konsep dan juga mengambil data pendukung. Dengan demikian, sebagai penulis, pastikan anda memiliki batasan sudut pandang tertentu, sehingga tidak meluas dalam menulis. Kedua, penulis selalu memiliki asumsi sebelum menulis. Asumsi merupakan sebuah pernyataan yang diterima sebagai benar, namun belum dibuktikan kebenarannya. Sebagai penulis, pastikan asumsi anda jelas dan tidak bias. Asumsi akan menjadi hipotesis, yang membutuhkan seperangkat data untuk membuktikannya menjadi kesimpulan. Ketiga, elemen konsep. Konsep merupakan gagasan atau pemikiran, terutama gagasan umum tentang sesuatu. Konsep juga merupakan ide pokok, penamaan terhadap gejala atau realitas tertentu yang sedang sedang dibahas dalam tulisan. Setelah penulis memahami asumsi yang akan ditulisnya, maka dari asumsi tersebut, ia menemukan sebuah konsep untuk mengawal tulisannya, agar tidak melebar, namun mendalam. Elemen keempat adalah elemen tujuan. Dalam menulis harus memiliki tujuan. Tujuan merupakan motif dari si penulis terkait dengan harapan dari penulis.. Setelah ada tujuan, maka elemen kelima adalah pertanyaan. Penulis harus mereformulasi tujuan penulisan ke dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan disini adalah sesuatu yang ingin dijawab oleh penulis melalui pembahasan dalam tulisan ini. Tujuan dari pertanyaan adalah menjelaskan masalah dan memandu penalaran dalam menulis. Apabila pertanyaan yang dibuat tidak jelas, maka jalannya logika dalam menulis, juga akan kacau dan kurang jelas. Setelah ada petanyaan, maka elemen keenam adalah informasi. Informasi disini adalah pencaharian data untuk menjawab pertanyaan penulisan. Yang dimaksud dengan data adalah sesuatu yang bersifat faktual dan bukan asumsi atau hoaks. Informasi dapat diperoleh dari pernyataan para ahli, kebijakan publik, hasil survey, hasil penelitian sebelumnya, wawancara, obersevasi dan lainnya. Dalam mengumpulkan informasi harus tepat, akurat, mendalam dan signifikan. Dengan informasi yang tepat, maka argumen untuk membuktikan asumsi menjadi terpercaya dan valid. Elemen ketujuh adalah kesimpulan. Sebuah kesimpulan adalah langkah berpikir, tindakan intelek, yang dengannya seseorang membangun makna bahwa ada sesuatu yang serupa dengan sesuatu yang lain, atau sepertinya begitu; Ini menyarankan agar kita sampai pada keputusan atau pendapat dengan alasan berdasarkan fakta atau bukti yang tersedia. Menyimpulkan merupakan apa yang dikerjakan oleh pikiran dalam mencari tahu sesuatu atau menemukan makna. Kesimpulan harus secara logis sesuai dengan bukti yang tersedia. Kesimpulan tidak boleh lebih atau kurang dari apa yang tersirat dalam situasi /persoalan yang dibahas. Elemen kedelapan adalah implikasi dan konsekuensi yang merupakan runtutan logis atau akibat logis yang mengikuti klaim atau kebenaran lainnya. Biasanya implikasi dan kosekuensi merupakan runtun efek dari kesimpulan..Implikasi meruntun mengikuti pikiran (alur logis), sementara konsekuensi meruntun mengikuti tindakan (alur tindak).
   Dengan tulisan yang merupakan hasil pengembangan dari kdelapan elemen bernalar ini, maka penulis berupaya untuk menyajikan tulisan secara teratur dan sistematis. Perlu diingatkan kembali bahwa dalam menyiapkan elemen-elemen ini perlu mempehatikan standar intelektual.

Memulai untuk menulis
Kesulitan yang sering ditemui oleh seorang penulis sebelum menulis adalah menemukan ide untuk menjadi sebuah asumsi untuk ditelusuri kebenarannya. Ide tidak muncul begitu saja. Ide memerlukan usaha dari seorang penulis untuk menemukannya. Ada beberapa cara untuk mendapatkan ide menulis: A) Carilah ide dalam peristiwa yang terjadi disekitar anda. Dalam kehidupan manusia banyak sekali persitiwa yang dapat dimaknai dalam bentuk sebuah tulisan ilmiah. Hal yang biasa saja, akan menjadi luar biasa, apabila sang penulis mampu membangun alur logika secara tepat. Untuk itu, janganlah kesampingkan setiap peristiwa disekitar anda. B) Mulailah mencoba membaca banyak jurnal dan hasil penelitian. Dengan membaca jurnal ilmiah dan hasil penelitian, maka penulis akan menemukan gap atau kesenjangan yang mungkin saja dapat dijadikan sebagai ide dalam menulis. C) Carilah ide dalam berita-berita di koran lokal, nasional dan internasional. Walaupun produk jurnalistik itu bersifat ringan dan populer, namun anda dapat mengembangkan menjadi sesuatu yang ilmiah serta dapat didalami. D) Ikutilah diskusi-diskusi ditelevisi atau disekitar anda. Dengan memperhatikan dialektika, serta mencermati intelektualitas dari para pembicara, mungkin saja akan memberikan ide segar anda untuk menulis.
   Setelah anda menemukan ide, maka selanjutnya anda dapat mengembangkan ide tersebut dengan melengkapi elemen penalaran yang akan anda tulis. Tulislah sudut pandang dan asumsi anda, pelajari konsep yang digunakan, buatlah tujuan penulisan, turunkan tujuan kedalam bentuk beberapa pertanyaan spesifik, kumpulkan informasi untuk menjawab pertanyaan spesifik anda, buatlah kesimpulan, dan terakhir buatlah implikasi/ konsekuensi logis. Dengan melengkapi elemen ini, maka anda membantu alur penulisan anda.
   Setelah itu kembangkanlah ide-ide dalam elemen-elemen tersebut kedalam sub-sub judul dan paragraf. Perlu diperhatikan bahwa sub judul dikhususkan untuk menjelaskan pertanyaan spesifik untuk mencapai tujuan penulisan.
   Adapun bentuk-bentuk pedoman sistimatika dalam penulisan sebagai berikut: pedoman sistimatika tulisan studi litratur adalah Judul, Nama Penulis, Abstrak, Konsep, Pendahuluan, Landasan Teori, Pembahasan, Kesimpulan, Daftar Pustaka. Berikutnya pedoman sistimatika tulisan artikel ilmiah : Judul, Nama Penulis, Abstak, Konsep, Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metode Peneliian, Hasil Penelitian, Pembahasan, Kesimpulan, Implikasi/saran, Daftar Pustaka.
   Setelah anda menuliskan alur tulisan berdasarkan sistimatika penulisan dan elemen bernalar, maka selanjutnya anda akan membuat judul dalam tulisan anda. Mengapa judul tulisan berada paling terakhir dalam pengerjaan sebuah penulisan? Karena dengan menetapkan tujuan paling akhir, maka judul yang dibuat akan mewakili keseluruan isi tulisan. Adapun judul tulisan harus dibuat dalam kaimat yang padat dan ringkas, merupakan cermin dari keseluruan tulisan, dan menarik bagi pembaca.
   Pada bagian akhir dari sebuah tulisan adalah penulisan daftar pustaka. Sebagian besar jurnal ilmiah internasional dalam menulis daftar pustaka mengacu pada beberapa gaya penulisan yang diterapkan oleh beberapa organisasi, antara lain sebagai berikut. 1) American Psychological Association (APA), atau yang biasa disebut gaya Harvard, contohnya “Hartono, J. (2003). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE UGM, Yogyakarta” dan “Arief, K.(2003). Pasar Efisien dan Perilakunya. Unpublished Tesis S2, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta”. Untuk pengutipan menggunakan APA, "(nama akhir penulis), (tahun terbit): (halaman)" Contoh "Budiman, 1998: 12". APA banyak digunakan dalam penulisan karya ilmiah ilmu psikologi dan sosial.; 2) Modern Language Association (MLA), contohnya “Arief, Kurnia. “Pasar Efisien dan Perilakunya”. Tesis S2, Universitas Gadjah Mada,2003” dan “Wiagustini, Ni Luh Putu. “Profitabilitas Strategi Investasi Kontrarian di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.10,No.2,(2008), 105-114”. Untuk pengutipan menggunakan MLA, "(nama akhir penulis), (halaman)" Contoh "Budiman, 12". MLA banyak digunakan dalam penulisan karya ilmiah bahasa dan sastra; 3) Chicago Manual of Style (CMS), atau yang disebut gaya Turabian, contohnya “Hartono, Jogiyanto. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”. BPFE UGM, 2003” dan “Arief, Kurnia. “Pasar Efisien dan Perilakunya”. Tesis S2, Universitas Gadjah Mada,2003". Untuk pengutipan menggunakan Tarubiyan menggunakan footnote (catatan kaki) atau endnote, dengan diurutkan angka, dan penulisannya lengkap seperti daftar pustaka ditambahi dengan halaman buku yang dikutip. 

Penutup
Menulis membutuhkan ketekunan dan kemandirian intelektual. Dalam menulis, setiap orang dapat mengembangkan berbagai ide menuju pada tujuannya masing-masing. Untuk itu penulis mampu untuk menjelaskan, memberikan pemahaman hingga menggerakan para pembaca menuju pada harapan sang penulis. Dalam penulisan ilmiah, ketekunan untuk mendapatkan informasi dan membangun kesimpulan adalah upaya pewujudan harapan dari sang penulis. Dengan menghasilkan sebuah karya tulis, maka seorang manusia akan tampak mandiri dan memiliki keberanian intelektulitas dalam setiap ruang dan waktu. Menulis mengukuhkan manusia menjadi sosok makluk sempurna yang utuh dalam peradaban jaman.

Daftar Pustaka
  • Ihalauw, John J. O. I. (2003) Bangunan Teori. Fakultas Ekonomi UKSW, Salatiga
  • Paul, Richard W. & Elder, Linda (2002) Critical Thinking Tools for Taking Charge of Your Professional and Personal Life. Foundation for Critical Thinking, Dillon Beach, CA
  • Siahaan, S. (2012) Penulisan Karya Tulis Ilmiah: Modul pelatihan. Kemendikbud RI, Jakarta
  • Tim pusat pendidikan dan pelatihan Kemendibud (2018) Modul pelatihan teknis penyususnan karya tulis ilmiah. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemendikbud, Depok
(Materi disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, dalam Kegiatan "Critical Writing" oleh penyelenggara Dep Inforkom Bidang III SMF F Teol UKSW, tanggal 6 Maret 2020, di Gedung E150 UKSW)

Posting Komentar

Posting Komentar