xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

PANCASILA : Nilai luhur, dasar Negara dan sebuah ideologi


Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang merupakan inisiatif DPR dan disepakati untuk dibahas dalam Badan Legislasi (Baleg) pada rapat paripurna DPR RI tanggal 12 Mei 2020, mengalami pro kontra ditengah-tengah masyarakat. Dari dalam parlemen, fraksi PAN mendesak untuk mengeluarkan pembahasan RUU HIP dari Prolegnas. Walaupun di posisi yang lain seperti PDIP dan Nasdem menyetujui untuk pembahasan RUU ini. Beberapa partai lainnya mengusulkan untuk dilanjutkan pembahasan, dengan mempertimbangkan beberapa catatan penting. Pada tanggal 2 Juni 2020, FPI dan GNPF Ulama dan PA 212 membuat surat pernyataan bersama untuk menolak RUU HIP. Kelompok masyarakat ini berasumsi bahwa RUU HIP dapat memicu kebangkitan komunisme di Indonesia. Dialektika yang terjadi diseputar RUU HIP, menyebabkan terbukanya kembali dialektika masyarakat tentang Pancasila sebagai sebuah ideologi.
   Dalam berbagai diskusi yang dilaksanakan lewat Webinar untuk membahas RUU HIP, terdapat tumpang tindih pendekatan dalam memahami Pancasila. Dalam perdebatan tersebut, banyak masyarakat yang masih mencampur aduk antara Pancasila sebagai nilai luhur, dasar Negara dan ideologi. Dalam nilai-nilai Pancasila terdapat karakter asali masyarakat Indonesia, yang pada akhirnya diangkat menjadi dasar dalam kehidupan bernegara. Hal ini sangat berbeda dengan Pancasila yang diperkenalkan sebagai ideologi, dan dipertentangkan oleh banyak kelompok dalam masyarakat.
   Sebagai nilai luhur, Pancasila merupakan nilai-nilai yang sudah hidup didalam masyarakat Indonesia sebelum proklamasi kemerdekaan NKRI 1945. Menurut Ekowarni (2010), nilai luhur yang menjadi karakter bangsa adalah nilai-nilai yang berkembang, berlaku, diakui, diyakini dan disepakati oleh setiap warga masyarakat. Nilai-nilai ini merupakan supreme values yang menjadi pedoman hidup, dan digunakan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi, serta kedamaian dan kebahagiaan. Nilai-nilai luhur ini melibatkan solidaritas sesama manusia, serta menghormati hakekat dan martabat manusia.
   Apabila melihat konteks Indonesia yang multi etnis dan memiliki banyak budaya, maka dapat dipastikan bahwa nilai-nilai dalam Pancasila lahir dari budi pekerti masyarakat Indonesia yang tinggi, dan menjunjung tinggi solidaritas serta martabat manusia. Dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945, ia mengungkapkan bahwa secara geopolitik, maka manusia Indonesia tidak dapat terlepas dari tanah airnya. Kesatuan ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia dari jaman dahulu telah memiliki peradaban terkait budi pekerti, dan hal itu menjadikan Indonesia menjadi satu bangsa yang memiliki ciri kebangsaan Indonesia. Dengan demikian, maka nilai luhur tidak dibentuk oleh satu orang atau sekelompok orang, namun dibentuk oleh tiap-tiap masyarakat yang terhubung secara dinamis dalam bumi Indonesia. Masyarakat Indonesia secara kultural telah memiliki agama asali, jauh sebelum datangnya agama-agama modern. Untuk itu keyakinan akan adanya Tuhan sudah menjadi realitas kultural bangsa Indonesia, sebelum dimasukkan sebagai sila pertama dalam Pancasila. Berikutnya Bangsa Indonesia juga merupakan bangsa yang bermartabat dan beradab. Keberadaan kerajaan-kerajaan yang mewakili kelompok etnis dan sub etnis di Indonesia, menunjukan bahwa keadaban dan martabat manusia sangat dijunjung tinggi oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Sikap terbuka, toleransi, dan saling menghormati merupakan karakter asali bangsa Indonesia. Hal ini menimbulkan sikap terbuka masyarakat Indonesia terhadap para pedagang dan petualang yang datang ke bumi Indonesia dengan tujuan berdagang, membangun koloni baru dan tujuan lainnya. Perasaan untuk hidup dalam persatuan dan menciptakan kebahagiaan bersama juga menjadi dasar dalam kehidupan budaya nenek moyang bangsa Indonesia. Soekarno mengungkapkan dalam pidatonya, bahwa Majapahit dan Sriwijaya merupakan bentuk upaya untuk menciptakan kesatuan suatu bangsa. Hal inilah yang membuat Soekarno yakin bahwa Indonesia telah hidup menjadi satu bangsa, jauh sebelum kemerdekaan 1945. Nilai musyarawah mufakat juga menjadi karakter asali bangsa Indonesia. Mufakat yang sarat dengan nilai saling percaya, saling menghormati dan takut akan Tuhan, menjadi ciri kehidupan demokrasi masyarakat Indonesia dimasa lalu. Hal-hal tersebut menunjukan bahwa Pancasila bukanlah rekaan atau ciptaan seorang Soekarno, namun karakter dan budi pekerti yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Dan pada akhirnya nilai-nilai ini diusulkan menjadi dasar Negara. Maka demikianlah seharusnya bangsa ini melanjutkan warisan luhur nenek moyang di masa lampau. Sebagai nilai luhur bangsa, Pancasila harus terus diwariskan, sebagaimana orang tua mewariskan budi pekerti kepada anak cucunya. Nilai-nilai dalam Pancasila harus menjadi supreme values yang mengikat tali persaudaraan dan kekeluargaan. Mewariskan dan memahami nilai-nilai ini tidak perlu dalam bentuk tertulis seperti formalitas pada era modern. Akan tetapi nilai-nilai Pancasila harus diwariskan dan dipahami sebagai bentuk keteladanan sikap dalam berbangsa dan bernegara. Orang tua tidak mewariskan buku kepada anak-anaknya, untuk menjelaskan tentang karakter keluarga. Hanya lewat keteladanan orang tua dalam perilaku kehidupan sehari-hari, nilai-nilai luhur Pancasila diwariskan sebagai karakter asali bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut didongengkan saat menghantar anak-anak tidur, direfleksikan dimeja makan saat sarapan pagi bersama, dan diboboti saat mengajarkan anak tentang harkat martabat keluarga.
   Dari nilai luhur tesebutlah, Pancasila diposisikan oleh para founding fathers sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara etimologi dimaknai dengan istilah grundnorm (norma dasar), philosophische grondslag (dasar filsafat negara), rechtsidee (cita hukum), yang secara universal dimaknai sebagai sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan Negara. Dasar Negara inilah yang menjadikan Pancasila sebagai Staat Fundamental Norm, yang berarti Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan menduduki puncak tertinggi dalam urutan peraturan hukum di Indonesia.
   Mengapa dasar Negara ini penting? Menurut Plato, suatu Negara sebaiknya berdasarkan atas hukum. Hal ini juga didukung oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa suatu Negara yang baik adalah Negara yang diperintah oleh konstitusi dan kedaulatan hukum. Dengan demikian hukum menjadi syarat utama dalam membangun relasi antara Negara dan Warga Negara. Dengan adanya supremasi hukum, maka akan tercipta suatu kepastian dalam berelasi. Dengan demikian dasar Negara dapat menjadi sumber hukum yang memiliki tingkat kepastian dalam menjamin relasi antara tiap Warga Negara. Dasar Negara merupakan sumber dari segala hukum dan menjadi norma hukum tertinggi dalam suatu Negara.
   Dalam pidato Soekarno terkait dasar Negara, ia menunjukan bahwa dasar Negara merupakan salah satu persyaratan untuk membentuk sebuah Negara berdaulat. Dalam pidato tersebut, Soekarno menunjukan dasar berdirinya Negara lainnya seperti Jerman pada masa Hitler dengan dasar Nasionalis-Sosialis, Uni Soviet dengan dasar Marxis, Jepang dengan dasar bernegara Tennoo Koodoo Seishin, Saudi Arabia dengan dasar Islam, dan Cina dengan dasar Nasionalis-Demokrasi-Sosialisme. Yang mana menurut Soekarno, dasar Negara tersebut sudah dipikirkan para pendiri Negara, jauh sebelum Negara tersebut merdeka. Pancasila sebagai dasar Negara telah didialektikakan oleh BPUPKI dan diputuskan oleh PPKI sebagai dasar dalam benegara di NKRI pada tahun 1945. Dalam dialektika yang terjadi di BPUPKI terjadi banyak masukan dan perdebatan terkait dasar Negara Indonesia. Pemikiran berbagai kelompok, golongan dan kepentingan yang hadir dalam persidangan BPUPKI didiskusikan, dibenturkan dan disaring. Para peserta persidangan mengemukakan pendapatnya dengan menghormati pendapat dan kedudukan peserta lainnya. Dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 di depan BPUPKI, kondisi itu digambarkan Soekarno sebagai berikut:

“Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, tetapi alangkah benarnya perkataan Dr. Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persatuan philosophischegrondslag, mencari satu Weltanschauung, yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang saudara Sanoesi setujui, yang saudara. Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan compromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui.”

Dengan demikian dialektika yang terjadi dalam persidangan BPUPKI merupakan proses musyawarah para Negarawan sejati untuk menentukan dasar Negara Indonesia merdeka. Dalam dialektika yang panjang itu, pada akhirnya para founding fathers bermufakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara. Mufakat inilah yang akhirnya mengikat kembali kebangsaan Indonesia dalam satu Negara hukum, yang patuh pada Pancasila sebagai sumber hukum di Indonesia. Dasar Negara ini tidak akan dirubah dan diganti, karena akan merubah dan mengganti kembali mufakat yang telah disepakati pada tahun 1945.
   Pancasila sebagai dasar negara berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan pada negara Republik Indonesia harus berdasarkan pada nilai-nilai pancasila.Artinya, Pancasila harus senantiasa menjadi roh atau kekuatan yang menjiwai kegiatan dalam membentuk Negara. Dengan Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena pandangan Pancasila bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, sehingga perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi suatu pola kehidupan yang dinamis dalam persatuan. Sebagai dasar Negara, Pancasila berbeda bentuknya dengan sebagai nilai luhur. Sebagai dasar Negara, Pancasila menjadi pondasi hukum ketatanegaraan di Indonesia. Nilai-nilai Pancasila menjadi hukum tertulis dan harus dipatuhi oleh setiap Warga Negara yang ada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
   Selanjutnya, Pancasila pernah ditawarkan Soekarno sebagai ideologi dunia. Peristiwa ini terjadi saat sidang PBB ke XV tahun 1960. Saat itu konferensi PBB gagal akibat konflik antara Amerika Serikat yang berideologi liberalisme-kapitalisme dan Uni Soviet yang berideologi Marxis-Sosialisme. Lalu Soekarno diminta berpidato untuk menggugah perdamaian dunia. Saat itulah Soekarno mengajak Negara-negara di dunia dapat mengadopsi ideologi Pancasila untuk menghantar mereka pada sebuah kemerdekaan.
   Secara etimologi, ideologi berasal dari dua suku kata bahasa Yunani, yakni ideo yang berarti gagasan, ide, pengertian, dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, ideologi merupakan pengetahuan tentang ide atau gagasan. Ide-ide atau pengertian itu merupakan suatu sistem, suatu perangkat yang menjadi suatu kesatuan, menjadi ideologi mengenai manusia dan seluruh realitas. Ada banyak bentuk ideologi di dunia, seperti sosialisme, komunisme, kapitalisme, liberalisme, konservatisme dan banyak lagi. Adapun dalam ideologi terdapat gagasan tentang masa depan. Menurut Napoleon, ideologi merupakan suatu bentuk kesatuan politik. Menurut Karl Marx, ideologi merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan dalam masyarakat. Menurut Francis Bacon, ideologi merupakan pemikiran mendasar dari konsep kehidupan. Machiavelli mengungkapkan bahwa ideologi merupakan sisitem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. Dengan berbagai definisi diatas, maka tampaklah secara universal ideologi merupakan sebuah gagasan manusia dengan tujuan tertentu. Ideologi berkembang dari pemikiran seorang pemikir yang dianggap sesuai untuk diterapkan dalam kelompok masyarakat dan bahkan menjadi dasar Negara. Menurut Suparlan (2012), ideologi berkaitan dengan tertib sosial, dan tertib politik yang ada, berupaya untuk secara sadar sistematis mengubah, mempertahankan tertib masyarakat.
   Pancasila sebagai sebuah ideologi mengatasi perbedaan paham dan menciptakan kesatuan yang utuh. Pancasila sebagai ideologi nasional berupaya meletakkan kepentingan bangsa dan Negara ditempatkan dalam kedudukan utama di atas kepentingan yang lainnya. Pendekatan ini sangat dekat dengan pemikiran Machiavelli, bahwa ideologi menjadi alat untuk melindungi kedaulatan Negara dan kekuasaan.
   Pancasila yang diperkenalkan Soekarno sebagai ideologi memiliki sifat terbuka. Ciri khas ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan spiritual, moral dan budaya yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua masyarakat dan mereka dapat menemukan dirinya didalamnya. Ideologi terbuka bukan hanya dapat dibenarkan melainkan dibutuhkan. Peran konkret Pancasila sebagai ideologi yakni sebagai penuntun Warga Negara, artinya setiap perilaku warga negara harus didasarkan pada preskripsi moral. Hal ini seturut dengan teori Bacon tentang ideologi yang memberikan konsep tentang kehidupan masyarakat. Pancasila membentuk masyarakat menjadi komunitas yang bertuhan, kerkemanusiaan, bersatu padu, berdemokrasi atas prinsip musyawarah mufakat dan memperjuangkan keadilan sosial. Selain itu secara konkret, ideologi Pancasila juga merupakan ideologi penolakan terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai dengan sila-sila pancasila. Diskriminasi, korupsi, kriminalitas, penjajahan, komunisme dan demokrasi liberal merupakan nilai-nilai yang berseberangan dengan ideologi Pancasila. Sekalipun suatu ideologi itu bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan ideologi itu sendiri. Sebagai sebuah ideologi, Pancasila pada hakikatnya berupa suatu tata nilai yang melindungi dan manjamin keberlanjutan nilai-nilainya dimasa depan.
   Upaya menghadirkan Pancasila sebagai ideologi adalah upaya untuk mempertahankan Pancasila sebagai nilai-nilai luhur bangsa dan dasar Negara Indonesia, walaupun ketiganya merupakan karakter dan bentuk yang berbeda. Sebagai dasar Negara, Pancasila bersifat finalitas dan tidak lagi untuk didialektikakan. Pancasila harus menjadi sumber hukum tertinggi dalam kehidupan bernegara di bumi Indonesia. Sebagai nilai-nilai luhur diharapkan Pancasila dapat bertahan ditengah benturan peradaban modernisasi, yang menuju pada ciri global citizen. Pancasila harus menjadi budi pekerti yang tidak perlu diformalkan, namun harus diwariskan sebagai nilai-nilai leluhur dan karakter asali bangsa. Dan pada akhirnya sebagai bentuk ideologi, Pancasila kembali didiskusikan dan dialektikakan. Pancasila dihindari untuk ditafsir secara bebas yang pada akhirnya mengukuhkan kekuasaan dan dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu. Pancasila harus tetap menjadi ideologi terbuka yang menentang diskriminasi dan sikap intoleran yang terjadi dimasyarakat. Sebagai ideologi, setiap suku-suku bangsa dan dan agama dapat menyesuaikan kekhasan prinsip dan nilai sesuai dengan ciri ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, musyawarah mufakat dan keadilan sosial dalam konteks Pancasila. Dengan demikian ideologi Pancasila dapat menjadi ideologi yang diterapkan oleh Negara manapun di muka bumi ini sesuai dengan kekhasan masyarakatnya.
   Dialektika ideologi Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari Pancasila sebagai nilai luhur dan dasar Negara. Untuk itu berdialektikalah dalam membentuk ideologi Pancasila dengan tidak meninggalkan karakter sebagai manusia Pancasila yang terbuka terhadap berbagai perbedaan dengan menjunjung tinggi ketuhanan dan kemanusiaan.

(Tulisan ini ditulis oleh Ricky Arnold Nggili, dan dipublikasikan di www.indonesia-menalar.com tanggal 27 Juni 2020)


Posting Komentar

Posting Komentar