xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

PANCA KEGIATAN, TRI PANJI DAN TRI MATRA GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA: Membentuk Tanggungjawab Dwi Kewarganegaraan dengan Budaya Organisasi GMKI


Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) merupakan sebuah bentuk pergumulan para pendahulu untuk mewujudkan wajah oikumenis dan nasionalis di Indonesia. Sebuah gerakan yang mampu memperjuangkan kemerdekaan untuk segala bangsa, namun juga menjaga persekutuan identitas ekslusifnya. GMKI telah mampu menjaga eksistensi kekristenan dalam semangat bersekutu, melayani dan bersaksi di konteks bumi Indonesia. Makna mendalam dalam dwi-kewarganegaraan kader-kader GMKI yang diperkenalkan oleh Leimena, telah mengikat organisasi ini untuk selalu menjunjung tinggi nasionalisme keindonesiaan sebagai bagian dari persekutuan kekristenan.

Memasuki era 4.0 yang banyak dipengaruhi oleh karakter milenial, GMKI harus mampu menjaga budaya organisasi yang telah dibangunnya, agar tidak tergerus oleh pengaruh globalisasi. Era 4.0 telah merubah banyak budaya organisasi dalam berbagai bentuk. Menurut Himam (2011) kondisi dalam era 4.0 yang dinamis, pada akhirnya mendorong banyak organisasi mulai melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Organisasi berupaya untuk mencari bentuk yang sesuai, sehingga mampu bergerak dengan fleksibel mengikuti perubahan dunia yang dinamis.

   Selanjutnya, untuk menjaga ritme gerakan GMKI di era 4.0, maka GMKI perlu tetap menjaga komitmen para kader agar tetap setia memegang kewarganegaraan oikumenisme dan nasionalisme, serta memperjuangkan mewujudnya kasih, keadilan, kedamaian dan kesejahteraan sebagai wujud damai sejahtera di bumi Indonesia. Komitmen tersebut harus dijaga dengan menjaga budaya organisasi sebagai bagian dari pembentukan karakter kader-kader GMKI. Hefferon dan Boniwell (dalam Kaswan 2018) mengungkapkan bahwa untuk menjaga komitmen individu, maka secara psikologi harus menjaga tiga titik pengalaman positif. Ketiga titik tersebut adalah pertama, pengalaman masa lalu yang berpusat pada kesejahteraan, kepuasan dan keagungan; kedua, pengalaman masa kini yang focus pada aliran kebahagiaan; dan ketiga adalah pengalaman masa depan yang focus pada harapan dan rasa optimis. Ketiga pengalaman tersebut akan membentuk psikologi positif dalam berbagai bentuk dinamika yang terjadi. GMKI harus mampu membentuk pengalaman-pengalaman yang mampu membentuki psikologi positif tiap anggotanya. Pengalaman GMKI di masa lalu, telah mampu menyadarkan kader akan pentingnya membina persekutuan di GMKI. Selain itu GMKI juga telah menciptakan harapan ke depan dalam membentuk kader-kader GMKI yang berkualitas. Hal ini membuat banyak orang yang bersedia melalui proses pengkaderan di GMKI dan memiliki rasa optimis terhadap apa yang dilakukan GMKI bagi dirinya. Yang perlu direfleksikan adalah masa kini, apakah GMKI masa kini telah mampu menjaga aliran kebahagiaan kader dalam membentuk karakter diri mereka. Dengan mampu menjembatani ke tiga pengalaman ini, maka komitmen kader dalam mewujudkan visi GMKI akan terwujud. GMKI harus terus menjaga budaya organisasi sebagai menjaga pengalaman-pengalaman masa lalu, masa kini dan akan datang.

    Budaya organisasi menurut Winardi (2007) adalah norma-norma, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya. Budaya ini dikembangkan oleh pendiri, pemimpin dan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi di GMKI adalah adalah aktivitas, nilai-nilai dan karakteristik yang dengan sengaja dibentuk oleh para pendahulu untuk meletakan dasar karakteristik kader-kader GMKI. Adapun budaya organisasi di GMKI dapat dikenal dalam tiga hal, yakni: 1) Dalam bentuk aktivitas yakni Panca Kegiatan; 2) Dalam bentuk lingkup ruang aktivitas yakni Tri Matra; 3) Dan dalam bentuk nilai atau karakter yakni Tri Panji. Ketiga hal ini mengikat menjadi satu budaya yang saling meneguhkan pembentukan karakteristik kepemimpinan dalam diri kader-kader GMKI.


Dalam struktur bagan diatas, saya mencoba menggambarkan relasi budaya dalam GMKI dari masa lalu, masa kini dan akan datang sebagai bentuk relasi antara aktivitas kader GMKI, ruang beraktivitas, dan karakteristik kader GMKI. Panca kegiatan merupakan kegiatan-kegiatan yang dikreasikan oleh para pendahulu GMKI sebagai bentuk relasi kader-kader dalam organisasi GMKI. Kegiatan ini pada akhirnya akan meningkatkan karakteristik kader (Tri Panji). Namun karakteristik yang dibentuk oleh Panca Kegiatan secara internal, hanya akan mempengaruhi ranah kognitif kader. Karena hanya terjadi transfer pengetahuan dari kader-kader sebelumnya, ke kader-kader yang baru ber-GMKI. Karakteristik Tri Panji GMKI akan lebih terasah, jika Panca Kegiatan diterapkan dalam Tri Matra sebagai ruang eksistensi GMKI. Dengan menerapkan kegiatan dalam ruang eskistensi GMKI, maka karakteristik Tri Panji akan lebih terbentuk lewat proses afektif dan psikomotorik. Kader-kader akan mengenal rasa dan karsa GMKI di tiga medan layan GMKI. Mereka akan diasah kognitif, afketif dan psikomotoriknya dalam pelayanan di tiga medan layan tersebut. Sehingga bila karakteristik Tri Panji masih kurang, maka kader akan kembali melalui proses berkegiatan di GMKI. Struktur budaya seperti inilah, yang pada akhirnya membentuk karakter-karakter pemimpin yang memiliki nilai tanggungjawab, keberanian, mandiri dalam bepikir dan bertindak, serta rendah hati.


Panca Kegiatan sebagai bentuk internalisasi nilai GMKI

Panca kegiatan merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh kader-kader GMKI dari dahulu hingga saat ini. Secara historis kegiatan-kegiatan inilah yang pada akhirnya menyatukan kader-kader GMKI yang berasal dari berbagai daerah menjadi satu tubuh Kristus dan satu bangsa Indonesia. Panca berasal dari Bahasa sansekerta, Panca yang berarti merujuk angka lima. Sedangkan kegiatan adalah kata Giat dalam Bahasa Indonesia yang diberi awalan ke dan akhiran an. Giat berarti rajin, bersemangat, tangkas. Dalam perkembangannya kata ini telah menjadi kata benda (nomina). Kegiatan berarti aktivitas, usaha, kegairahan. Dengan demikian Panca Kegiatan adalah lima kegairahan aktivitas dan atau kegiatan. Panca Kegiatan GMKI merupakan lima gairah kegiatan yang dilakukan oleh kader-kader GMKI sebagai bentuk usaha untuk mewujudkan visi GMKI. Adapun kelima kegiatan tersebut adalah Beribadah/ berdoa, Belajar, Bersaksi, Bersosial dan Berkreasi.

   Kegiatan yang pertama adalah beribadah dan atau berdoa. GMKI lahir dari sebuah kesadaran untuk membentuk persekutuan oikumenis di Indonesia yang berkarakter Indonesia. Hendrik Kraemer salah satu orang yang beperan penting dalam lahirnya GMKI, mengajarkan pemuda-pemuda Kristen sebelum Indonesia merdeka untuk terus melakukan persekutuan sesama orang Kristen dalam bentuk doa, ibadah dan Pendalaman Alkitab. Selanjutnya dalam beraktivitas, para pendiri dan pendahulu terus memprioritaskan doa dan ibadah dalam berkegiatan di GMKI. Dengan menempatkan doa dan ibadah sebagai prioritas kegiatan GMKI, maka kader-kader GMKI diwajibkan untuk memiliki hubungan spiritual yang baik dengan Yesus Kristus sebagai Sang Kepala Gerakan. Doa dan ibadah mampu meningkatkan kualitas iman kader-kader GMKI, sekaligus membentuk cara pandang akan adanya harapan di masa akan datang. Dalam setiap kegiatan GMKI, selalu diawali dan diakhiri dengan doa. Berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan, sehingga dari komunikasi tersebut terwujud pengakuan bahwa Yesus Kristuslah Sang Kepala Gerakan. Sedangkan ibadah adalah wujud bakti kepada Tuhan. Dengan adanya ibadah, maka akan tercipta persekutuan sebagai sesame orang beriman. GMKI menempatkan doa dan ibadah dalam setiap awal aktivitasnya, sebagai bentuk makna bahwa landasan iman Kristenlah wujud dari seluruh keberadaan GMKI. Dan segala fenomena yang ada disekitar masyarakat, kampus dan gereja dianggap sebagai bagian dari persekutuan dalam ber GMKI. GMKI sebagai Gereja incognito haruslah mengedepankan ibadah sebagai pewujudan perannya di bumi Indonesia. sejak awal GMKI berdiri, ibadah, doa, dan pendalaman Alkitab merupakan ciri aktivitas yang tidak pernah lepas dari GMKI. GMKI terus menjawab pergumulan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, dengan cara mendekatkan diri dalam persekutuan dengan Sang Kepala Gerakan. Dengan terus melakukan doa dan ibadah maka akan terbentuk komitmen yang kuat antara GMKI dengan Tuhan yang menempatkan kader-kader GMKI di bumi Indonesia. Doa dan ibadah merupakan wujud komitmen persekutuan dengan Tuhan. Doa dan ibadah mampu membangkitkan antusiasime kader pada pewujudan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan sebagai wujud hadirnya kerajaan Allah.

   Kegiatan kedua adalah belajar. Belajar merupakan usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Belajar adalah tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Dalam berkegiatan di GMKI, belajar merupakan aktivitas yang dilakukan sebagai seorang mahasiswa. GMKI merupakan kumpulan mahasiswa dari berbagai latar belakang ilmu pengetahuan. Untuk itu belajar merupakan kewajiban sebagai masyarakat akademik. Dengan belajar maka kader-kader GMKI membina dan merawat hubungan dengan ilmu pengetahuan. Alas an dari kader-GMKI harus belajar adalah agar memiliki nalar kritis dan komprehensif dalam memahami medan layan dari GMKI. Kader-kader GMKI yang merupakan mahasiswa merupakan agent of change, generasi masa depan sebuah bangsa, iron stock dan gerakan moral. Untuk dapat bergerak dengan prinsip-prinsip tersebut, maka cara pandang ilmu pengetahuan yang mumpuni sangat dibutuhkan. Untuk itu proses belajar harus terus dilakukan sebagai bentuk dialektika antara makluk akademis dan realitas di masyarakat. Adapun dalam belajar, kader-kader GMKI melakukannya secara mendalam (indept) terhadap keilmuan mereka dan melihat korelasinya dengan ilmu yang lain (inter disiplner). Dengan cara belajar seperti ini, maka kader-kader akan terus berdialektika dalam mempertanggungjawabkan keilmuan yang dikuasainya. Metode belajar seperti berdiskusi, belajar mandiri, turun ke masyarakat (studi lapangan) dan lainnya, pada akhirnya membentuk kader GMKI yang tinggi ilmu. Namun ilmu tersebut bukan untuk dirinya sendiri, akan tetapi untuk diimplementasikan dalam masyarakat. Proses belajar haruslah menjadi bagian aktivitas ber- GMKI, yang mana berangkat dari pemahaman bahwa mahasiswa adalah calon pemimpin dimasa yang akan datang, pelopor pembaruan dan penggerak pembangunan nasional. Ciri-ciri mahasiswa selaku masyarakat intelektual adalah kejernihan pemikirannya dan manfaat pemikiran itu bagi kepentingan umum..Seorang intelektual tidak hanya pandai berpikir untuk kepentingan dirinya, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat banyak.

   Kegiatan ketiga adalah bersaksi. Bersaksi adalah aktivitas seseorang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa yang dianggap mengetahui kejadian tersebut agar pada suatu ketika, apabila diperlukan, dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. Bersaksi dalam pengertian GMKI adalah menempatkan kader-kader GMKI sebagai individu-individu yang telah menyaksikan karya Yesus Kristus, untuk mereka memberitakan kebenaran karya tersebut kepada dunia yang lebih luas. Kader-kader GMKI menjadi saksi-saksi Kristus dalam kehidupan sehari-hari dimanapun mereka berada. Para pendiri dan pendahulu GMKI telah melakukan aktivitas bersaksi dengan mendirikan Lembaga-lembaga Oikumene, seperti PGI, LAI, Parkindo, universitas-unisversitas Kristen dan lainnya. Dengan lembaga itu kader-kader GMKI di masal lalu bersaksi akan kabar baik yang telah ditebus lewat pengorbanan Yesus Kristus. Selain itu kehidupan bersaksi juga ditunjukan dalam upaya mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia. Kader-kader seperti Leimena, Amir Syarifudin dan lainnya berupaya mewujudkan kemerdekaan Indonesia sebagai alat kesaksian Kristus di bumi Indonesia. GMKI menjadi Gereja incognito harus menjalankan peran Gereja untuk bersaksi tentang Yesus Kristus. Kader-kader GMKI harus menyebarkan kabar sukacita tentang karya keselamatan dan perdamaian yang telah dilakukan oleh Kristus. Sebagai kader GMKI harus mampu menjadi garam dan terang dunia. Melalui pikiran, perkataan dan perbuatannya, kader-kader GMKI harus mampu melakukan perubahan terhadap dunia yang porak poranda akibat dari dosa. Dalam menerapkan aktivitas ini, kader GMKI dapat belajar dari perumpamaan tentang terang dan garam. Menjadi terang berarti terus memberitakan tentang kabar kerajaan Allah dimana pun kader berada. Dunia harus keluar dari kegelapan dengan hadirnya terang kasih yang dibawa oleh GMKI. Kemiskinan, intoleransi, diskriminasi, korupsi, dan berbagai penyimpangan lainnya merupakan wujud dari kegelapan yang tampak dalam masyarakat. Untuk itu kader-kader GMKI harus menerangi kegelapan tersebut agar tercipta pemberdayaan, kerukunan, keadilan, dan pembangunan SDM dalam masyarakat. GMKI harus yakin bahwa kerajaan Allah yang diberitakan oleh Yesus Kristus juga melingkupi segala suku bangsa, antar denominasi Gereja dan bahkan antar umat beragama. Dengan paradigma tersebut, maka GMKI harus terus melakukan usaha menerangi kehidupan masyarakat di Indonesia. Selanjutnya sebagai garam, kader-kader GMKI harus memberi makna jelas dan tegas terhadap kehidupan persekutuan sesama orang Kristen dan persatuan sebagai anak-anak bangsa Indonesia. GMKI harus mengarahkan masyarakat pada hidup yang lebih baik. Kader-kader GMKI selalu terlibat dalam aktivitas untuk mau menjadi alat kesaksian dimana pun mereka berada. Mereka berani untuk memperjuangkan hal-hal yang mereka anggap benar, walaupun harus mengorbankan waktu dan tenaga mereka sebagai mahasiswa. Menjadi saksi Kristus, yakni berani untuk berkata benar berdasarkan etika kristiani. 

   Kegiatan keempat adalah bersosial. Bersosial berasal dari kata “social” yang mengandung arti segala sesuatu mengenai masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum misalnya suka menolong, bergotong royong, menderma dan sebagainya. Dengan demikian maka kegiatan social sangat terkait dengan kehidupan masyarakat, dan masyarakat mengandung arti hidup bersama.tanggungjawab kader GMKI di tengah-tengah lingkungan masyarakat adalah sangat penting dan berharga. Dengan menjalankan kehidupan sosial yang tidak terpisah dari masyarakat, maka GMKI mendekatkan diri dengan medan layan mereka. Mereka akan hidup, beraktivitas, bercanda dan merasakan suka duka masyarakat, apabila mereka melaksanakan aktivitas sosial. GMKI merupakan bagian dari masyarakat dan tidak akan menarik diri dari masyarakat. Bentuk-bentuk aktivitas dalam bersosial adalah menjaga toleransi, terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan mau melebur menjadi masyarakat yang bertanggung jawab. Pada masa sebelum kemerdekaan, awal kemerdekaan, hingga sekarang, kader-kader GMKI selalu bersosial dengan organisasi masyarakat lainnya seperti organisasi yang ada dalam kelompok Cipayung, Cipayung Plus, KNPI, dan lainnya. Kader-kader GMKI terus berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya untuk memupuk tali persaudaraan sebagai satu bangsa dan Negara Indonesia.

   Kegiatan kelima adalah berkreasi. Berkreasi merupakan sebuah aktivitas mengoptimalkan daya kreasi yang sudah ada sebagai bentuk kecerdasan manusia. Pengoptimalannya dengan cara menciptakan buah pikiran yang baru dan inovatif. Secara teologis manusia memiliki kemampuan untuk menghasilkan buah pikiran karena diciptakan oleh Allah melebihi makhluk lain (Kejadian 1:26). Allah menciptakan manusia lebih tinggi derajadnya dari makhluk lain karena memang ada tujuan tersendiri untuk meneruskan karya Allah ditengah-tengah dunia yaitu memegang mandate untuk memelihara dan melestarikan bumi beserta isinya (Kejadian 1:28). Dalam mengembangkan kreatifitasnya, kader-kader GMKI mampu untuk melihat kesatuan antar ciptaan Allah. Kader-kader GMKI tidak menciptakan teknologi yang merusak, namun teknologi yang berdaya guna untuk menjamin keberlanjutan lingkungan hidup. Sebagai generasi milenial di era 4.0, kader-kader GMKI harus terus memproduksi intelektualitas sebagai wujud dari kreasi kader.

   Dengan melakukan kelima kegiatan ini, maka kader-kader GMKI akan memupuk kompetensi dan karakter dirinya sehingga memahami dirinya sebagai orang Kristen dan sekaligus orang Indonesia. Kader-kader GMKI harus mewujud dalam realitas kekristenan dan keindonesiaan.

 

Tri Matra Sebagai Ruang Eksistensi GMKI

Eksistensi merupakan keberadaan aktual. Existere (Latin) merupakan akar kata dari eksistensi, yang bermakna keluar dan atau tampil atau muncul. Eksistensi menekankan pada sesuatu yang nampak. Untuk menjadi nampak, maka sesuatu tersebut harus menunjukan dirinya kepada lingkungan sekitar.

   GMKI sebagai sebuah gerakan harus menunjukan eksistensinya dalam realitas dunia. Keberadaan GMKI di bumi Indonesia merupakan kesengajaan yang dilakukan Tuhan untuk menghadirkan para intelektual dalam mengamati dan berinteraksi secara dinamis dalam realitas Indonesia. GMKI harus terus melakukan perubahan dan pembaharuan dalam menunjukan eksistensinya.

   Dalam lintasan sejarah Nasional, keberadaan kader-kader GMKI telah memberi warna dalam membawa pembaharuan dan perubahan. Sejak awal kemerdekaan sudah banyak kader-kader GMKI yang terlibat aktif dalam memperjuangkan Indonesia merdeka. Setelah kemerdekaan, beberapa kader GMKI turut mewarnai secara politik dan sosial mempertahankan kemerdekaan. Pada masa Orde Lama, Orde Baru, hingga masuk ke masa reformasi dan berakhir pada kondisi saat ini, kader-kader GMKI terus menjaga eksistensi GMKI dimana pun mereka berada. Kader-kader GMKI menjadi ujung tombak organisasi dalam melakukan pembaharuan wajah Indonesia.

   Tri Matra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta. Tri merujuk pada angka tiga, sedangkan Matra berarti dimensi ruang, ukuran tinggi, panjang dan lebar. Untuk itu Tri Matra mengandung makna tiga dimensi ruang yang menjadi ruang gerak GMKI. Tri Matra merupakan lingkup pelayanan dan kehidupan bersaksi bagi kader-kader GMKI.

   Adapun kader-kader dididik, dilatih dan berinteraksi dengan Panca Kegiatan di GMKI, sebelum mereka masuk ke tiga ruang pelayanan GMKI. Mereka mengasa rasa dan karsa mereka dalam menjadi garam serta terang didalam ruang yang menjadi medan layan GMKI.

   GMKI harus menunjukan eksistensinya sebagai warga negara Gereja dan warga negara Indonesia, lewat eksistensi intelektualitasnya dalam ruang-ruang dalam masyarakat di Indonesia. Kader-kader GMKI dituntut untuk mampu menjadi teladan Kristus sebagai Sang Kepala Gerakan, untuk terus membawa pembaharuan di tiga medan layan GMKI, sehingga Syalom Allah bukan lagi menjadi harapan eskatologis, namun menjadi menyatu dengan kehidupan alam semesta.

   Tri Matra GMKI atau dikenal juga dengan tiga medan layan GMKI adalah Gereja, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Dalam tiga medan layan inilah, GMKI menjalankan panggilannya dan menjadi sarana terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih ditengah-tengah alam semesta.

   Medan layan Gereja merupakan saudara kandung GMKI dalam menjalankan fungsi bersekutu, bersaksi dan melayani. GMKI (sebagai Gereja Incognito) harus mempererat hubungannya dengan Gereja Tuhan dimana saja untuk mewujudkan semangat oikumenisme. Dengan memaknai secara jelas makna Oikumenisme (satu tubuh Gereja), maka GMKI harus berupaya untuk tetap menjaga persekutuan dengan Gereja-Gereja dimana GMKI berada. Persekutuan tersebut membuktikan bahwa walaupun kita satu tubuh dalam Kristus, namun setiap anggota tubuh ini bekerja secara bersama-sama mewujudkan kerajaan Allah di dunia. Pelayanan terhadap pemuda Gereja, pelayanan terhadap kehidupan persekutuan dan kesaksian sebagai anggota tubuh Kristus harus telah dijaga kader-kader GMKI, agar tiap anggota tubuh Kristus tetap hidup dan bertumbuh dalam mewujudkan kedamaian dan keadilan. Dengan demkian hubungan GMKI dengan Gereja dan lembaga kekristenan lainnya merupakan wujud dari pemahaman tentang makna satu tubuh Kristus. GMKI harus meyakini bahwa dirinya dan Gereja lainnya dimuka bumi adalah milik Kritus (Bandingkan dengan Efesus 2:20), untuk itu kehidupan persekutuan dan kebersamaan dalam Kristus harus tetap dijaga. Dari sejak berdiri GMKI telah berupaya untuk mempertahankan tubuh Kristus ini dengan membentuk lembaga-lembaga keumatan yang pada akhirnya mempesatukan keutuhan Gereja dalam bentuk keesaan. Dengan demikian GMKI jangan bergerak dengan Gereja, namun ia harus melihat Gereja sebagai ruang gerakannya dalam mewujudkan kemenyatuan dalam Kristus.

   Medan layan berikutnya yakni Perguruan Tinggi. Dalam AD/ART GMKI tampak bahwa syarat berdirinya cabang adalah keberadaan adanya Perguruan Tinggi. Sebagai organisasi yang memiliki pemikir intelektualitas, maka Perguruan Tinggi merupakan ruang bagi kader-kader GMKI untuk mengolah intelektualitas mereka. Sebagai bagian dari masyarakat perguruan tinggi, GMKI haruslah terus bersaksi agar masyarakat perguruan tinggi, tidak hanya tunduk pada kaidah-kaidah ilmiah, namun juga mengenal Kristus sebagai bagian dari pewujudan iman mereka. GMKI harus mampu masuk untuk bersaksi dan menciptakan suatu persekutuan dalam masyarakat perguruan tinggi. Lewat diskusi dan PA dikalangan mahasiswa dan masyarakat perguruan tinggi, GMKI dapat menunjukkan eksistensi tugas dan panggilannya. Selain itu perlu ada upaya oleh kader-kader GMKI untuk menjembatani antara ilmu dan pengembangan ilmu bagi mengatasi persoalan ditengah-tengah masyarakat. Dengan demikian GMKI membawa masyarakat intelektual yang ekslusif menjadi lebih terbuka bagi masyarakat. Selain menjalankan misi di atas, kader-kader GMKI juga sebagai bagian dari masyarakat perguruan tinggi harus menyadari akan pengembangan tinggi ilmu sebagai bagian dari alat kesaksian. Sebagai mahasiswa kader harus bertanggung jawab terhadap diri dan Kristus dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang sedang mereka tekuni. Kader harus menunjukan kepada masyarakat perguruan tinggi lainnya, bahwa kader GMKI memiliki tinggi ilmu sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan, untuk membawa pembaharuan dalam masyarakat serta sebagai upaya menciptakan Syalom Allah. Intelektualitas kader-kader GMKI merupakan bagian dari upaya memperteguh iman pada Kristus. Dialektika antara iman dan ilmi, serta pengembangan kreatifitas berbasis keilmuan merupakan ruang bagi kader-kader GMKI untuk menunjukan eksistensinya. Amsal 1: 7, yang berbunyi “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”, merupakan prinsip yang harus dipegang oleh setiap kader dalam berdialektika dalam Perguruan Tinggi. Dengan melakukan aktivitas bersaksi dan melayani dalam Perguruan Tinggi, maka kader-kader GMKI memposisikan diri sebagai radar bagi masyarakt, serta creative minority dalam kelompok masyarakat. Ia terus mengasah intelektualitasnya dalam upaya untuk mewujudkan keadilan, kedamaian dan kesejateraan.

   Medan layan yang ketiga adalah masyarakat. Masyarakat merupakan ruang tempat hidup kader-kader GMKI. Kader-kader GMKI sebagai intelektual dalam masyarakat, sudah seharusnya menjadi penggerak perubahan dalam masyarakat. Kader GMKI harus menjadi pelopor perubahan, tokoh intelektual dalam masyarakat dan pro pada rakyat. GMKI harus terus mengambil perannya sebagai pelopor perubahan, pengawal pembangunan dan membentuk diri sebagai calon pemimpin masa depan bangsa. Kondisi masyarakat saat ini yang penuh dengan ketidakpastian menyebabkan GMKI harus memainkan peran besarnya. Dalam ruang inilah, kader-kader GMKI berdinamika untuk menjadi problem solver bagi tiap-tiap masalah dalam masyarakat. Ia mejadi pemimpin yang bertanggung jawab sekaligus menjadi agen perubahan. Kader-kader GMKI harus berani menyuarakan suara kebenaran bagi kepentingan masyarakat luas.

   Kader-kader GMKI harus mampu memahami dirinya dalam tiga medan layan ini dan mampu memberi warna terhadap ruang tersebut. Perubahan dan pembaharuan harus berawal dari gerakan para kader. Pada era milenial saat ini, para kader harus mampu memanfaatkan berbagai media untuk melaksanakn kehidupan bersaksi dan melayaninya dalam tiga medan layan tersebut.

 

Tri Panji merupakan Karakter Kader GMKI

Pada akhirnya berproses di GMKI akan melahirkan karakter khas kader-kader GMKI. Karakter khas tersebut disebut dengan Tri Panji GMKI. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, panji mengandung tiga arti, yakni panji sebagai bendera (terutama yang berbentuk segitiga memanjang), kedua panji sebagai tanda kebesaran (kebanggaan dan sebagainya); pedoman hidup, dan ketiga panji sebagai naungan (dilindungi oleh). Panji dalam GMKI lebih dimaknai sebagai tanda kebesaran dan pedoman hidup. Dengan memahami Panji GMKI, maka kader-kader memahami siapa diri mereka dan berperilaku sebagaimana kader GMKI. Tri Panji GMKI merupakan tanda kebesaran dari kader-kader GMKI. Adapun Tri Panji GMKI, yakni tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Setiap kader GMKI haruslah memiliki kompetensi ini. Untuk itu setiap aktivitas dan usaha yang dilakukan adalah upaya untuk menciptakan kompetensi kader demikian. 

   Karakter khas GMKI pertama adalah Tinggi Iman. Mengapa karakter khas yang pertama adalah tinggi iman, karena GMKI merupakan institusi yang mengedepankan iman dan etika Kristen sebagai kekuatan daya geraknya. Iman Kristen haruslah terus dioptimalkan dan ditingkatkan dalam berbagai bentuk aktivitas. Tinggi iman merupakan ekspresi dari kader-kader GMKI yang takut akan Tuhan dan berkomitmen untuk menjalankan ajaran Kristus dalam kehidupan sehari-hari dimanapun mereka berada. Selanjutnya etika Kristen merupakan wujud dari wajah Kristus dalam kehidupan sosial, yang ditampakkan oleh kader-kader GMKI. Dalam Ibrani 11:1, iman  adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Selanjutnya, Paulus dalam II Korintus 5:7, menyatakan “sebab hidup kami adalah hidup karena percaya, bukan melihat”. Dengan demikian, tinggi iman adalah peletak dasar kebenaran dalam kekristenan, dan kader GMKI dilatih untuk meningkatkan serta mengoptimalkan kompetensi ini dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bergereja. Iman adalah wujud dari keyakinan pada ajaran-ajaran dan keselamatan yang diberikan oleh Yesus Kristus, lalu diwujudnyatakan kedalam kehidupan sehari-hari dalam bimbingan Roh Kudus. Iman diwujudkan dalam bersaksi, bersekutu dan melayani. Secara historis, dalam kongres GMKI ke-2 di Sukabumi tahun 1952, kader GMKI sudah diajak untuk hidup dalam kesalehan yang murni kepada Yesus Kristus. Untuk itu GMKI dan kader-kader GMKI haruslah terus menerus memupuk kompetensi iman lewat berbagai bentuk persekutuan (ibadah, PA, retreat, dan lainnya), sehingga spiritualitas iman yang tertuju pada Kristus akan selalu membimbing dalam menuju harapan dimasa depan. Iman merupakan bentuk komunikasi spiritual antara kader-kader GMKI dengan Sang Kepala Gerakan. Dan dengan iman inilah, kader dimampukan untuk melayani di tiga medan layan (Kampus, Gereja, dan Masyarakat) 

   Karakter khas yang kedua adalah Tinggi Ilmu. Mengapa GMKI tinggi ilmunya? karena GMKI beranggotakan kader yang merupakan kaum terpelajar dalam lingkungan sosial. Dasar dari tinggi ilmu adalah Amsal 1: 7, yang berbunyi “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.  Mahasiswa merupakan masyarakat intelektual, yang memiliki sifat selalu berpikir dan bertindak. Untuk itulah kompetensi intelektual dalam bentuk ilmu juga harus dimiliki dan dioptimalkan oleh kader-kader GMKI. Aktivitas dalam meningkatkan kompetensi ini dalam kehidupan ber-GMKI adalah berdiskusi. Kader-kader GMKI selalu berdiskusi tentang ilmu yang mereka pelajari, dikaitkan dengan ilmu lainnya (interdisipliner) dalam menyingkapi berbagai konteks masalah dalam kehidupan di masyarakat. Dengan tinggi ilmu, kader akan semakin dimampukan berdialog, berinteraksi dan melakukan perubahan. Semakin berilmu seorang kader, maka ia semakin mampu untuk melakukan perubahan ditengah-tengah ketidak pastian zaman. 

   Karakter khas kader GMKI yang ketiga adalah Tinggi Pengabdian. Setelah iman bertumbuh dan ilmu meningkat, maka kader-kader GMKI harus mengalirkannya kedalam bentuk pengabdian. Pengabdian dalam konteks iman Kristen dimaknai sebagai pelayanan. Kader GMKI harus mampu melakukan pelayanan dimanapun mereka berada, terkhususnya di tiga medan layan (kampus, gereja dan masyarakat). Pelayanan merupakan wujud pengimplementasian dari iman. Pelayanan merupakan wujud dari menghadirkan wajah Kristus ke tengah-tengah masyarakat yang menderita, tersingkir dan mengalami ketidak adilan. Untuk meningkatkan kompetensi ini, kader GMKI harus belajar untuk melatih kepekaan sosial mereka. Harus mampu untuk melihat wajah Kristus diwajah orang-orang miskin, orang-orang terpenjara, orang-orang yang mengalami ketidak adilan dan mereka yang tersingkirkan.

   Dengan memahami siapa dirinya dalam Tri Panji, maka kader-kader GMKI berupaya untuk terus mengasah dan melatih dirinya untuk menjadi warga Negara Gereja dan Indonesia secara bertanggung jawab. Kader-kader GMKI merupakan para pemimpin ahli yang disiapkan untuk menjadi penerus pemegang estafet kepemimpinan selanjutnya.

   Pada akhirnya budaya GMKI ini mampu membentengi kader-akader GMKI secara komprehensif dalam menghadapi globalisadi dan era 4.0. Dengan meningkatkan akselerasi yang tepat antara budaya GMKI serta perkembangan teknologi, maka kader-kader GMKI dapat menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan mampu menjawab tantangan jaman, tanpa kehilangan jati dirinya sebagai seseorang yang memiliki dwi kewarganegaraan.

 

Daftar Pustaka

  • Himam, Fathul. 2011. Membangun SDM Bertalenta untuk Memasuki Boundaryless Organization. Makalah. Seminar Nasional. Psikologi UNDIP
  • Kaswan. 2018. Perilaku Organisasi Positif. Bandung: Pustaka Setia
  • Winardi J. 2007. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Kencana

 


(Materi ini disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili untuk disampaikan dalam Maper III GMKI Cabang Karawang, tanggal 26 September 2020, pukul 16.00-17.00 WIB, via Zoom clouds meet)

Link materi yang sama: 

Posting Komentar

Posting Komentar