Memasuki era 4.0 yang banyak dipengaruhi oleh karakter milenial, GMKI harus mampu menjaga budaya organisasi yang telah dibangunnya, agar tidak tergerus oleh pengaruh globalisasi. Era 4.0 telah merubah banyak budaya organisasi dalam berbagai bentuk. Menurut Himam (2011) kondisi dalam era 4.0 yang dinamis, pada akhirnya mendorong banyak organisasi mulai melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Organisasi berupaya untuk mencari bentuk yang sesuai, sehingga mampu bergerak dengan fleksibel mengikuti perubahan dunia yang dinamis.
Selanjutnya, untuk menjaga ritme gerakan GMKI di era 4.0, maka GMKI perlu tetap menjaga komitmen para kader agar tetap setia memegang kewarganegaraan oikumenisme dan nasionalisme, serta memperjuangkan mewujudnya kasih, keadilan, kedamaian dan kesejahteraan sebagai wujud damai sejahtera di bumi Indonesia. Komitmen tersebut harus dijaga dengan menjaga budaya organisasi sebagai bagian dari pembentukan karakter kader-kader GMKI. Hefferon dan Boniwell (dalam Kaswan 2018) mengungkapkan bahwa untuk menjaga komitmen individu, maka secara psikologi harus menjaga tiga titik pengalaman positif. Ketiga titik tersebut adalah pertama, pengalaman masa lalu yang berpusat pada kesejahteraan, kepuasan dan keagungan; kedua, pengalaman masa kini yang focus pada aliran kebahagiaan; dan ketiga adalah pengalaman masa depan yang focus pada harapan dan rasa optimis. Ketiga pengalaman tersebut akan membentuk psikologi positif dalam berbagai bentuk dinamika yang terjadi. GMKI harus mampu membentuk pengalaman-pengalaman yang mampu membentuki psikologi positif tiap anggotanya. Pengalaman GMKI di masa lalu, telah mampu menyadarkan kader akan pentingnya membina persekutuan di GMKI. Selain itu GMKI juga telah menciptakan harapan ke depan dalam membentuk kader-kader GMKI yang berkualitas. Hal ini membuat banyak orang yang bersedia melalui proses pengkaderan di GMKI dan memiliki rasa optimis terhadap apa yang dilakukan GMKI bagi dirinya. Yang perlu direfleksikan adalah masa kini, apakah GMKI masa kini telah mampu menjaga aliran kebahagiaan kader dalam membentuk karakter diri mereka. Dengan mampu menjembatani ke tiga pengalaman ini, maka komitmen kader dalam mewujudkan visi GMKI akan terwujud. GMKI harus terus menjaga budaya organisasi sebagai menjaga pengalaman-pengalaman masa lalu, masa kini dan akan datang.
Budaya organisasi menurut
Winardi (2007) adalah norma-norma, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
organisasi dan sebagainya. Budaya ini dikembangkan oleh pendiri, pemimpin dan
anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi di GMKI
adalah adalah aktivitas, nilai-nilai dan karakteristik yang dengan sengaja
dibentuk oleh para pendahulu untuk meletakan dasar karakteristik kader-kader
GMKI. Adapun budaya organisasi di GMKI dapat dikenal dalam tiga hal, yakni: 1)
Dalam bentuk aktivitas yakni Panca Kegiatan; 2) Dalam bentuk lingkup ruang
aktivitas yakni Tri Matra; 3) Dan dalam bentuk nilai atau karakter yakni Tri
Panji. Ketiga hal ini mengikat menjadi satu budaya yang saling meneguhkan
pembentukan karakteristik kepemimpinan dalam diri kader-kader GMKI.
Panca Kegiatan sebagai bentuk internalisasi nilai GMKI
Panca kegiatan merupakan
aktivitas yang sering dilakukan oleh kader-kader GMKI dari dahulu hingga saat
ini. Secara historis kegiatan-kegiatan inilah yang pada akhirnya menyatukan
kader-kader GMKI yang berasal dari berbagai daerah menjadi satu tubuh Kristus
dan satu bangsa Indonesia. Panca berasal dari Bahasa sansekerta, Panca yang berarti merujuk angka lima.
Sedangkan kegiatan adalah kata Giat dalam
Bahasa Indonesia yang diberi awalan ke
dan akhiran an. Giat berarti rajin, bersemangat, tangkas. Dalam perkembangannya
kata ini telah menjadi kata benda (nomina). Kegiatan berarti aktivitas, usaha,
kegairahan. Dengan demikian Panca Kegiatan adalah lima kegairahan aktivitas dan
atau kegiatan. Panca Kegiatan GMKI merupakan lima gairah kegiatan yang
dilakukan oleh kader-kader GMKI sebagai bentuk usaha untuk mewujudkan visi
GMKI. Adapun kelima kegiatan tersebut adalah Beribadah/ berdoa, Belajar,
Bersaksi, Bersosial dan Berkreasi.
Kegiatan yang pertama adalah
beribadah dan atau berdoa. GMKI lahir dari sebuah kesadaran untuk membentuk
persekutuan oikumenis di Indonesia yang berkarakter Indonesia. Hendrik Kraemer
salah satu orang yang beperan penting dalam lahirnya GMKI, mengajarkan
pemuda-pemuda Kristen sebelum Indonesia merdeka untuk terus melakukan
persekutuan sesama orang Kristen dalam bentuk doa, ibadah dan Pendalaman
Alkitab. Selanjutnya dalam beraktivitas, para pendiri dan pendahulu terus
memprioritaskan doa dan ibadah dalam berkegiatan di GMKI. Dengan menempatkan
doa dan ibadah sebagai prioritas kegiatan GMKI, maka kader-kader GMKI
diwajibkan untuk memiliki hubungan spiritual yang baik dengan Yesus Kristus
sebagai Sang Kepala Gerakan. Doa dan ibadah mampu meningkatkan kualitas iman
kader-kader GMKI, sekaligus membentuk cara pandang akan adanya harapan di masa
akan datang. Dalam setiap kegiatan GMKI, selalu diawali dan diakhiri dengan
doa. Berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan, sehingga dari komunikasi
tersebut terwujud pengakuan bahwa Yesus Kristuslah Sang Kepala Gerakan. Sedangkan
ibadah adalah wujud bakti kepada Tuhan. Dengan adanya ibadah, maka akan
tercipta persekutuan sebagai sesame orang beriman. GMKI menempatkan doa dan
ibadah dalam setiap awal aktivitasnya, sebagai bentuk makna bahwa landasan
iman Kristenlah wujud dari seluruh keberadaan GMKI. Dan segala fenomena yang
ada disekitar masyarakat, kampus dan gereja dianggap sebagai bagian dari
persekutuan dalam ber GMKI. GMKI sebagai Gereja incognito haruslah mengedepankan ibadah sebagai pewujudan perannya
di bumi Indonesia. sejak awal GMKI berdiri, ibadah, doa, dan pendalaman Alkitab
merupakan ciri aktivitas yang tidak pernah lepas dari GMKI. GMKI terus menjawab
pergumulan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, dengan cara mendekatkan
diri dalam persekutuan dengan Sang Kepala Gerakan. Dengan terus melakukan
doa dan ibadah maka akan terbentuk komitmen yang kuat antara GMKI dengan Tuhan
yang menempatkan kader-kader GMKI di bumi Indonesia. Doa dan ibadah merupakan
wujud komitmen persekutuan dengan Tuhan. Doa dan ibadah mampu membangkitkan
antusiasime kader pada pewujudan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan sebagai
wujud hadirnya kerajaan Allah.
Kegiatan kedua adalah belajar.
Belajar merupakan usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Belajar adalah
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Dalam berkegiatan di GMKI, belajar
merupakan aktivitas yang dilakukan sebagai seorang mahasiswa. GMKI merupakan
kumpulan mahasiswa dari berbagai latar belakang ilmu pengetahuan. Untuk itu
belajar merupakan kewajiban sebagai masyarakat akademik. Dengan belajar maka
kader-kader GMKI membina dan merawat hubungan dengan ilmu pengetahuan. Alas an
dari kader-GMKI harus belajar adalah agar memiliki nalar kritis dan
komprehensif dalam memahami medan layan dari GMKI. Kader-kader GMKI yang
merupakan mahasiswa merupakan agent of
change, generasi masa depan sebuah bangsa, iron stock dan gerakan moral. Untuk dapat bergerak dengan
prinsip-prinsip tersebut, maka cara pandang ilmu pengetahuan yang mumpuni
sangat dibutuhkan. Untuk itu proses belajar harus terus dilakukan sebagai
bentuk dialektika antara makluk akademis dan realitas di masyarakat. Adapun
dalam belajar, kader-kader GMKI melakukannya secara mendalam (indept) terhadap keilmuan mereka dan
melihat korelasinya dengan ilmu yang lain (inter disiplner). Dengan cara
belajar seperti ini, maka kader-kader akan terus berdialektika dalam
mempertanggungjawabkan keilmuan yang dikuasainya. Metode belajar seperti
berdiskusi, belajar mandiri, turun ke masyarakat (studi lapangan) dan lainnya,
pada akhirnya membentuk kader GMKI yang tinggi ilmu. Namun ilmu tersebut bukan
untuk dirinya sendiri, akan tetapi untuk diimplementasikan dalam masyarakat. Proses belajar haruslah
menjadi bagian aktivitas ber- GMKI, yang mana berangkat dari pemahaman bahwa
mahasiswa adalah calon pemimpin dimasa yang akan datang, pelopor pembaruan dan
penggerak pembangunan nasional. Ciri-ciri mahasiswa selaku masyarakat
intelektual adalah kejernihan pemikirannya dan manfaat pemikiran itu bagi
kepentingan umum..Seorang intelektual tidak hanya pandai berpikir untuk
kepentingan dirinya, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat banyak.
Kegiatan ketiga adalah bersaksi. Bersaksi adalah aktivitas
seseorang yang dimintai
hadir pada suatu peristiwa yang dianggap mengetahui kejadian tersebut agar pada
suatu ketika, apabila diperlukan, dapat memberikan keterangan yang membenarkan
bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. Bersaksi dalam pengertian GMKI
adalah menempatkan kader-kader GMKI sebagai individu-individu yang telah
menyaksikan karya Yesus Kristus, untuk mereka memberitakan kebenaran karya
tersebut kepada dunia yang lebih luas. Kader-kader GMKI menjadi saksi-saksi
Kristus dalam kehidupan sehari-hari dimanapun mereka berada. Para pendiri dan
pendahulu GMKI telah melakukan aktivitas bersaksi dengan mendirikan
Lembaga-lembaga Oikumene, seperti PGI, LAI, Parkindo, universitas-unisversitas
Kristen dan lainnya. Dengan lembaga itu kader-kader GMKI di masal lalu bersaksi
akan kabar baik yang telah ditebus lewat pengorbanan Yesus Kristus. Selain itu
kehidupan bersaksi juga ditunjukan dalam upaya mewujudkan kemerdekaan Republik
Indonesia. Kader-kader seperti Leimena, Amir Syarifudin dan lainnya berupaya
mewujudkan kemerdekaan Indonesia sebagai alat kesaksian Kristus di bumi
Indonesia. GMKI menjadi Gereja incognito
harus menjalankan peran Gereja untuk bersaksi tentang Yesus Kristus. Kader-kader
GMKI harus menyebarkan kabar sukacita tentang karya keselamatan dan perdamaian
yang telah dilakukan oleh Kristus. Sebagai kader GMKI harus mampu menjadi garam
dan terang dunia. Melalui pikiran, perkataan dan perbuatannya, kader-kader GMKI
harus mampu melakukan perubahan terhadap dunia yang porak poranda akibat dari
dosa. Dalam menerapkan aktivitas ini, kader GMKI dapat belajar dari perumpamaan
tentang terang dan garam. Menjadi terang berarti terus memberitakan tentang
kabar kerajaan Allah dimana pun kader berada. Dunia harus keluar dari kegelapan
dengan hadirnya terang kasih yang dibawa oleh GMKI. Kemiskinan, intoleransi,
diskriminasi, korupsi, dan berbagai penyimpangan lainnya merupakan wujud dari
kegelapan yang tampak dalam masyarakat. Untuk itu kader-kader GMKI harus
menerangi kegelapan tersebut agar tercipta pemberdayaan, kerukunan, keadilan,
dan pembangunan SDM dalam masyarakat. GMKI harus yakin bahwa kerajaan Allah
yang diberitakan oleh Yesus Kristus juga melingkupi segala suku bangsa, antar
denominasi Gereja dan bahkan antar umat beragama. Dengan paradigma tersebut,
maka GMKI harus terus melakukan usaha menerangi kehidupan masyarakat di
Indonesia. Selanjutnya sebagai garam, kader-kader GMKI harus memberi makna
jelas dan tegas terhadap kehidupan persekutuan sesama orang Kristen dan
persatuan sebagai anak-anak bangsa Indonesia. GMKI harus mengarahkan masyarakat
pada hidup yang lebih baik. Kader-kader GMKI selalu terlibat dalam aktivitas untuk mau menjadi
alat kesaksian dimana pun mereka berada. Mereka berani untuk memperjuangkan
hal-hal yang mereka anggap benar, walaupun harus mengorbankan waktu dan tenaga
mereka sebagai mahasiswa. Menjadi saksi Kristus, yakni berani untuk berkata
benar berdasarkan etika kristiani.
Kegiatan keempat adalah bersosial. Bersosial berasal dari kata
“social” yang mengandung arti segala sesuatu mengenai masyarakat atau suka
memperhatikan kepentingan umum misalnya suka menolong, bergotong royong,
menderma dan sebagainya. Dengan demikian maka kegiatan social sangat terkait
dengan kehidupan masyarakat, dan masyarakat mengandung arti hidup bersama.tanggungjawab
kader GMKI di tengah-tengah lingkungan masyarakat adalah sangat penting dan
berharga. Dengan menjalankan kehidupan sosial yang tidak terpisah dari
masyarakat, maka GMKI mendekatkan diri dengan medan layan mereka. Mereka akan
hidup, beraktivitas, bercanda dan merasakan suka duka masyarakat, apabila
mereka melaksanakan aktivitas sosial. GMKI merupakan bagian dari masyarakat dan
tidak akan menarik diri dari masyarakat. Bentuk-bentuk aktivitas dalam
bersosial adalah menjaga toleransi, terlibat dalam kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan dan mau melebur menjadi masyarakat yang bertanggung jawab. Pada
masa sebelum kemerdekaan, awal kemerdekaan, hingga sekarang, kader-kader GMKI
selalu bersosial dengan organisasi masyarakat lainnya seperti organisasi yang
ada dalam kelompok Cipayung, Cipayung Plus, KNPI, dan lainnya. Kader-kader GMKI
terus berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya untuk memupuk tali persaudaraan
sebagai satu bangsa dan Negara Indonesia.
Kegiatan kelima adalah berkreasi. Berkreasi merupakan sebuah
aktivitas mengoptimalkan daya kreasi yang sudah ada sebagai bentuk kecerdasan
manusia. Pengoptimalannya dengan cara menciptakan buah pikiran yang baru dan
inovatif. Secara teologis manusia memiliki kemampuan untuk menghasilkan buah
pikiran karena diciptakan oleh Allah melebihi makhluk lain (Kejadian 1:26).
Allah menciptakan manusia lebih tinggi derajadnya dari makhluk lain karena
memang ada tujuan tersendiri untuk meneruskan karya Allah ditengah-tengah dunia
yaitu memegang mandate untuk memelihara dan melestarikan bumi beserta isinya
(Kejadian 1:28). Dalam mengembangkan kreatifitasnya, kader-kader GMKI mampu
untuk melihat kesatuan antar ciptaan Allah. Kader-kader GMKI tidak menciptakan
teknologi yang merusak, namun teknologi yang berdaya guna untuk menjamin
keberlanjutan lingkungan hidup. Sebagai generasi milenial di era 4.0,
kader-kader GMKI harus terus memproduksi intelektualitas sebagai wujud dari
kreasi kader.
Dengan melakukan kelima kegiatan ini, maka kader-kader GMKI akan
memupuk kompetensi dan karakter dirinya sehingga memahami dirinya sebagai orang
Kristen dan sekaligus orang Indonesia. Kader-kader GMKI harus mewujud dalam
realitas kekristenan dan keindonesiaan.
Tri Matra Sebagai Ruang Eksistensi GMKI
Eksistensi merupakan
keberadaan aktual. Existere (Latin)
merupakan akar kata dari eksistensi, yang bermakna keluar dan atau tampil atau
muncul. Eksistensi menekankan pada sesuatu yang nampak. Untuk menjadi nampak,
maka sesuatu tersebut harus menunjukan dirinya kepada lingkungan sekitar.
GMKI sebagai sebuah gerakan
harus menunjukan eksistensinya dalam realitas dunia. Keberadaan GMKI di bumi
Indonesia merupakan kesengajaan yang dilakukan Tuhan untuk menghadirkan para
intelektual dalam mengamati dan berinteraksi secara dinamis dalam realitas
Indonesia. GMKI harus terus melakukan perubahan dan pembaharuan dalam
menunjukan eksistensinya.
Dalam lintasan sejarah Nasional,
keberadaan kader-kader GMKI telah memberi warna dalam membawa pembaharuan dan
perubahan. Sejak awal kemerdekaan sudah banyak kader-kader GMKI yang terlibat
aktif dalam memperjuangkan Indonesia merdeka. Setelah kemerdekaan, beberapa kader
GMKI turut mewarnai secara politik dan sosial mempertahankan kemerdekaan. Pada
masa Orde Lama, Orde Baru, hingga masuk ke masa reformasi dan berakhir pada
kondisi saat ini, kader-kader GMKI terus menjaga eksistensi GMKI dimana pun
mereka berada. Kader-kader GMKI menjadi ujung tombak organisasi dalam melakukan
pembaharuan wajah Indonesia.
Tri Matra secara etimologi
berasal dari bahasa Sansekerta. Tri merujuk pada angka tiga, sedangkan Matra
berarti dimensi ruang, ukuran tinggi, panjang dan lebar. Untuk itu Tri Matra
mengandung makna tiga dimensi ruang yang menjadi ruang gerak GMKI. Tri Matra
merupakan lingkup pelayanan dan kehidupan bersaksi bagi kader-kader GMKI.
Adapun kader-kader dididik,
dilatih dan berinteraksi dengan Panca Kegiatan di GMKI, sebelum mereka masuk ke
tiga ruang pelayanan GMKI. Mereka mengasa rasa dan karsa mereka dalam menjadi
garam serta terang didalam ruang yang menjadi medan layan GMKI.
GMKI harus menunjukan
eksistensinya sebagai warga negara Gereja dan warga negara Indonesia, lewat
eksistensi intelektualitasnya dalam ruang-ruang dalam masyarakat di Indonesia. Kader-kader GMKI
dituntut untuk mampu menjadi teladan Kristus sebagai Sang Kepala Gerakan, untuk
terus membawa pembaharuan di tiga medan layan GMKI, sehingga Syalom Allah bukan
lagi menjadi harapan eskatologis, namun menjadi menyatu dengan kehidupan alam
semesta.
Tri Matra GMKI atau dikenal
juga dengan tiga medan layan GMKI adalah Gereja, Perguruan Tinggi dan
Masyarakat. Dalam
tiga medan layan inilah, GMKI menjalankan panggilannya dan menjadi sarana
terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih
ditengah-tengah alam semesta.
Medan layan Gereja merupakan
saudara kandung GMKI dalam menjalankan fungsi bersekutu, bersaksi dan melayani.
GMKI (sebagai Gereja Incognito) harus
mempererat hubungannya dengan Gereja Tuhan dimana saja untuk mewujudkan
semangat oikumenisme. Dengan memaknai secara jelas makna Oikumenisme (satu
tubuh Gereja), maka GMKI harus berupaya untuk tetap menjaga persekutuan dengan
Gereja-Gereja dimana GMKI berada. Persekutuan tersebut membuktikan bahwa
walaupun kita satu tubuh dalam Kristus, namun setiap anggota tubuh ini bekerja
secara bersama-sama mewujudkan kerajaan Allah di dunia. Pelayanan terhadap
pemuda Gereja, pelayanan terhadap kehidupan persekutuan dan kesaksian sebagai
anggota tubuh Kristus harus telah dijaga kader-kader GMKI, agar tiap anggota
tubuh Kristus tetap hidup dan bertumbuh dalam mewujudkan kedamaian dan
keadilan. Dengan demkian hubungan GMKI dengan Gereja dan lembaga kekristenan
lainnya merupakan wujud dari pemahaman tentang makna satu tubuh Kristus. GMKI
harus meyakini bahwa dirinya dan Gereja lainnya dimuka bumi adalah milik Kritus
(Bandingkan dengan Efesus 2:20), untuk itu kehidupan persekutuan dan
kebersamaan dalam Kristus harus tetap dijaga. Dari sejak berdiri GMKI telah
berupaya untuk mempertahankan tubuh Kristus ini dengan membentuk
lembaga-lembaga keumatan yang pada akhirnya mempesatukan keutuhan Gereja dalam
bentuk keesaan. Dengan demikian GMKI jangan bergerak dengan Gereja, namun ia
harus melihat Gereja sebagai ruang gerakannya dalam mewujudkan kemenyatuan
dalam Kristus.
Medan layan
berikutnya yakni Perguruan Tinggi. Dalam AD/ART GMKI tampak bahwa syarat
berdirinya cabang adalah keberadaan adanya Perguruan Tinggi. Sebagai organisasi
yang memiliki pemikir intelektualitas, maka Perguruan Tinggi merupakan ruang
bagi kader-kader GMKI untuk mengolah intelektualitas mereka. Sebagai bagian dari
masyarakat perguruan tinggi, GMKI haruslah terus bersaksi agar masyarakat
perguruan tinggi, tidak hanya tunduk pada kaidah-kaidah ilmiah, namun juga
mengenal Kristus sebagai bagian dari pewujudan iman mereka. GMKI harus mampu
masuk untuk bersaksi dan menciptakan suatu persekutuan dalam masyarakat
perguruan tinggi. Lewat diskusi dan PA dikalangan mahasiswa dan masyarakat
perguruan tinggi, GMKI dapat menunjukkan eksistensi tugas dan panggilannya.
Selain itu perlu ada upaya oleh kader-kader GMKI untuk menjembatani antara ilmu
dan pengembangan ilmu bagi mengatasi persoalan ditengah-tengah masyarakat.
Dengan demikian GMKI membawa masyarakat intelektual yang ekslusif menjadi lebih
terbuka bagi masyarakat. Selain menjalankan misi di atas, kader-kader GMKI
juga sebagai bagian dari masyarakat perguruan tinggi harus menyadari akan
pengembangan tinggi ilmu sebagai bagian dari alat kesaksian. Sebagai mahasiswa
kader harus bertanggung jawab terhadap diri dan Kristus dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan yang sedang mereka tekuni. Kader harus menunjukan kepada
masyarakat perguruan tinggi lainnya, bahwa kader GMKI memiliki tinggi ilmu
sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan, untuk membawa pembaharuan
dalam masyarakat serta sebagai upaya menciptakan Syalom
Allah. Intelektualitas kader-kader GMKI merupakan bagian dari upaya
memperteguh iman pada Kristus. Dialektika antara iman dan ilmi, serta
pengembangan kreatifitas berbasis keilmuan merupakan ruang bagi kader-kader
GMKI untuk menunjukan eksistensinya. Amsal 1: 7, yang berbunyi “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan,
tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”, merupakan prinsip yang
harus dipegang oleh setiap kader dalam berdialektika dalam Perguruan Tinggi.
Dengan melakukan aktivitas bersaksi dan melayani dalam Perguruan Tinggi, maka
kader-kader GMKI memposisikan diri sebagai radar bagi masyarakt, serta creative
minority dalam kelompok masyarakat. Ia terus mengasah intelektualitasnya
dalam upaya untuk mewujudkan keadilan, kedamaian dan kesejateraan.
Medan layan yang ketiga adalah masyarakat.
Masyarakat merupakan ruang tempat hidup kader-kader GMKI. Kader-kader GMKI sebagai
intelektual dalam masyarakat, sudah seharusnya menjadi penggerak perubahan
dalam masyarakat. Kader GMKI harus menjadi pelopor perubahan, tokoh intelektual
dalam masyarakat dan pro pada rakyat. GMKI harus terus mengambil perannya
sebagai pelopor perubahan, pengawal pembangunan dan membentuk diri sebagai
calon pemimpin masa depan bangsa. Kondisi masyarakat saat ini yang penuh dengan
ketidakpastian menyebabkan GMKI harus memainkan peran besarnya. Dalam ruang
inilah, kader-kader GMKI berdinamika untuk menjadi problem solver bagi tiap-tiap masalah dalam masyarakat. Ia mejadi
pemimpin yang bertanggung jawab sekaligus menjadi agen perubahan. Kader-kader
GMKI harus berani menyuarakan suara kebenaran bagi kepentingan masyarakat luas.
Kader-kader GMKI harus mampu memahami dirinya dalam tiga medan
layan ini dan mampu memberi warna terhadap ruang tersebut. Perubahan dan
pembaharuan harus berawal dari gerakan para kader. Pada era milenial saat ini,
para kader harus mampu memanfaatkan berbagai media untuk melaksanakn kehidupan
bersaksi dan melayaninya dalam tiga medan layan tersebut.
Tri Panji merupakan Karakter Kader GMKI
Pada akhirnya berproses di GMKI akan melahirkan karakter khas
kader-kader GMKI. Karakter khas tersebut disebut dengan Tri Panji GMKI. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, panji mengandung tiga arti, yakni panji sebagai
bendera (terutama yang berbentuk segitiga memanjang), kedua panji sebagai tanda
kebesaran (kebanggaan dan sebagainya); pedoman hidup, dan ketiga panji sebagai
naungan (dilindungi oleh). Panji dalam GMKI lebih dimaknai sebagai tanda
kebesaran dan pedoman hidup. Dengan memahami Panji GMKI, maka kader-kader
memahami siapa diri mereka dan berperilaku sebagaimana kader GMKI. Tri Panji
GMKI merupakan tanda kebesaran dari kader-kader GMKI. Adapun Tri Panji GMKI,
yakni tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Setiap kader GMKI
haruslah memiliki kompetensi ini. Untuk itu setiap aktivitas dan usaha yang
dilakukan adalah upaya untuk menciptakan kompetensi kader demikian.
Karakter
khas GMKI pertama adalah Tinggi Iman. Mengapa karakter khas yang pertama adalah
tinggi iman, karena GMKI merupakan institusi yang mengedepankan iman dan etika
Kristen sebagai kekuatan daya geraknya. Iman Kristen haruslah terus dioptimalkan
dan ditingkatkan dalam berbagai bentuk aktivitas. Tinggi iman merupakan
ekspresi dari kader-kader GMKI yang takut akan Tuhan dan berkomitmen untuk
menjalankan ajaran Kristus dalam kehidupan sehari-hari dimanapun mereka berada.
Selanjutnya etika Kristen merupakan wujud dari wajah Kristus dalam kehidupan
sosial, yang ditampakkan oleh kader-kader GMKI. Dalam Ibrani 11:1, iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita
harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Selanjutnya,
Paulus dalam II Korintus 5:7, menyatakan “sebab hidup kami adalah hidup karena
percaya, bukan melihat”. Dengan demikian, tinggi iman adalah peletak dasar
kebenaran dalam kekristenan, dan kader GMKI dilatih untuk meningkatkan serta
mengoptimalkan kompetensi ini dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan
bergereja. Iman adalah wujud dari keyakinan pada ajaran-ajaran dan keselamatan
yang diberikan oleh Yesus Kristus, lalu diwujudnyatakan kedalam kehidupan
sehari-hari dalam bimbingan Roh Kudus. Iman diwujudkan dalam bersaksi,
bersekutu dan melayani. Secara historis, dalam kongres GMKI ke-2 di Sukabumi
tahun 1952, kader GMKI sudah diajak untuk hidup dalam kesalehan yang murni
kepada Yesus Kristus. Untuk itu GMKI dan kader-kader GMKI haruslah terus
menerus memupuk kompetensi iman lewat berbagai bentuk persekutuan (ibadah, PA,
retreat, dan lainnya), sehingga spiritualitas iman yang tertuju pada Kristus
akan selalu membimbing dalam menuju harapan dimasa depan. Iman merupakan bentuk
komunikasi spiritual antara kader-kader GMKI dengan Sang Kepala Gerakan. Dan
dengan iman inilah, kader dimampukan untuk melayani di tiga medan layan
(Kampus, Gereja, dan Masyarakat)
Karakter
khas yang kedua adalah Tinggi Ilmu. Mengapa GMKI tinggi ilmunya? karena GMKI
beranggotakan kader yang merupakan kaum terpelajar dalam lingkungan sosial.
Dasar dari tinggi ilmu adalah Amsal 1: 7, yang berbunyi “Takut akan TUHAN
adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”. Mahasiswa merupakan masyarakat intelektual,
yang memiliki sifat selalu berpikir dan bertindak. Untuk itulah kompetensi
intelektual dalam bentuk ilmu juga harus dimiliki dan dioptimalkan oleh
kader-kader GMKI. Aktivitas dalam meningkatkan kompetensi ini dalam kehidupan
ber-GMKI adalah berdiskusi. Kader-kader GMKI selalu berdiskusi tentang ilmu
yang mereka pelajari, dikaitkan dengan ilmu lainnya (interdisipliner) dalam
menyingkapi berbagai konteks masalah dalam kehidupan di masyarakat. Dengan
tinggi ilmu, kader akan semakin dimampukan berdialog, berinteraksi dan
melakukan perubahan. Semakin berilmu seorang kader, maka ia semakin mampu untuk
melakukan perubahan ditengah-tengah ketidak pastian zaman.
Karakter
khas kader GMKI yang ketiga adalah Tinggi Pengabdian. Setelah iman bertumbuh
dan ilmu meningkat, maka kader-kader GMKI harus mengalirkannya kedalam bentuk
pengabdian. Pengabdian dalam konteks iman Kristen dimaknai sebagai pelayanan.
Kader GMKI harus mampu melakukan pelayanan dimanapun mereka berada,
terkhususnya di tiga medan layan (kampus, gereja dan masyarakat). Pelayanan
merupakan wujud pengimplementasian dari iman. Pelayanan merupakan wujud dari
menghadirkan wajah Kristus ke tengah-tengah masyarakat yang menderita,
tersingkir dan mengalami ketidak adilan. Untuk meningkatkan kompetensi ini,
kader GMKI harus belajar untuk melatih kepekaan sosial mereka. Harus mampu
untuk melihat wajah Kristus diwajah orang-orang miskin, orang-orang terpenjara,
orang-orang yang mengalami ketidak adilan dan mereka yang tersingkirkan.
Dengan
memahami siapa dirinya dalam Tri Panji, maka kader-kader GMKI berupaya untuk
terus mengasah dan melatih dirinya untuk menjadi warga Negara Gereja dan
Indonesia secara bertanggung jawab. Kader-kader GMKI merupakan para pemimpin
ahli yang disiapkan untuk menjadi penerus pemegang estafet kepemimpinan
selanjutnya.
Pada
akhirnya budaya
GMKI ini mampu membentengi kader-akader GMKI secara komprehensif dalam
menghadapi globalisadi dan era 4.0. Dengan meningkatkan akselerasi yang tepat
antara budaya GMKI serta perkembangan teknologi, maka kader-kader GMKI dapat
menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan mampu menjawab tantangan jaman,
tanpa kehilangan jati dirinya sebagai seseorang yang memiliki dwi
kewarganegaraan.
Daftar Pustaka
- Himam, Fathul. 2011. Membangun SDM Bertalenta untuk Memasuki Boundaryless Organization. Makalah. Seminar Nasional. Psikologi UNDIP
- Kaswan. 2018. Perilaku Organisasi Positif. Bandung: Pustaka Setia
- Winardi J. 2007. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Kencana
(Materi ini disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili untuk
disampaikan dalam Maper III GMKI Cabang Karawang, tanggal 26 September 2020,
pukul 16.00-17.00 WIB, via Zoom clouds meet)
Link materi yang sama:
Posting Komentar