xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Manajemen Organisasi dimasa Pandemi Covid 19


Covid 19 yang mulai menyerang dunia sejak Februari 2020 mulai membentuk perilaku baru dunia. Perilaku sadar akan pentingnya kesehatan dan menjaga kesehatan menjadi aktivitas wajib bagi masyarakat dimasa pandemi. Selain memperkuuat diri dengan vitamin, kebiasaan menggunakan masker, dan menjaga kebersihan tubuh, masyarakat juga mengenal sistem menjaga diri dengan menghindari kerumunan. Perilaku yang terakhir ini mengubah aktivitas kumpul-kumpul ditempat umum menjadi kumpul-kumpul secara online. Jumlah korban pandemi ini berdasarkan data dari WHO (www.covid19.who.int) pada tanggal 17 Februari 2021 sebanyak 109.217.366 kasus, dengan jumlah kematian 2.413.912 orang. Sedangkan di Indonesia sudah 1.230.000 kasus, dengan jumlah kematian 33. 596 orang.
   Sejak Februari 2020 hingga Februari 2021, maka sudah satu tahun pandemi ini melanda dunia dan sekaligus merubah perilaku manusia. Menggunakan masker sudah menjadi kewajiban dan aksesoris yang bersifat tetap dalam berpakaian. Bisnis masker menjamur dan membuka lapangan pekerjaan baru. Selain itu di tempat-tempat umum, pemberlakuan wajib menggunakan masker diberlakukan secara ketat. Kebiasaan menggunakan hand sanitizer menjadi suatu keharusan saat berada diluar rumah. Satu tahun merupakan waktu yang lebih dari cukup untuk membentuk perilaku baru manusia saat terjadi dan pasca pandemi.
   Lalu bagaimana dengan perilaku organisasi pada umumnya? Organisasi sebagai sebuah institusi juga mengalami perubahan perilaku. Sektor-sektor bisnis yang terdampak seperti pariwisata, mengadakan penyesuaian strategi bisnisnya. Mall, pasar, dan toko memberlakukan protokoler ketat terhadap pengunjung, agar mereka terhindar dari penghentian operasi akibat dari kluster baru covid 19. Perusahaan-perusahaan melakukan pembatasan jam kerja karyawan dengan melakukan shift untuk masuk ke kantor. Pengurangan jumlah tenaga kerja dan penundaan rencana produksi berbagai perusahaan bisnis terjadi akibat dari pandemi.
   Selain organisasi bisnis, lembaga-lembaga lainnya pun terdampak dari pandemi ini. Seluruh lembaga pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi melaksanakan pembelajaran daring selama pandemi. Selain itu, banyak universitas yang mengalami penurunan penerimaan jumlah mahasiswa dan berdampak pada penurunan jumlah pemasukan dan terancam bangkrut. Gereja, Masjid dan tempat ibadah lainnya juga melakukan pembatasan aktivitas beragama. Hingga pada perayaan hari-hari besar keagamaan pun diberlakukan pembatasan dan pelarangan kegiatan yang melibatkan kerumuman. Aktivitas organisasi kemasyarakatan pun mengalami perubahan perilaku. Kongres, Konas, Musda dan lainnya dilaksanakan secara daring dan atau dengan pengetatan protokoler. Memakai masker, menjaga jarak dan bekerja secara daring telah menjadi perilaku baru bagi berbagai segmentasi organisasi.
   Perubahan yang digambarkan diatas merupakan segala bentuk penyesuan terhadap situasi pandemi. Ada kemungkinan penyesuaian tersebut terus dilakukan pasca pandemi, namun ada pula yang hanya dikondisikan pada saat pandemi. Namun yang tidak dapat dipungkiri adalah pandemi mengubah segala bentuk perilaku, aktivitas dan strategi organisasi untuk berdinamika dan bekerja.

Manajemen organisasi
Manajemen merupakan sebuah untuk melakukan usaha atau tindakan melalui pekerjaan individu dalam kesatuan kelompok (Matteson dan Ivancevich, 1989). Selanjutnya menurut Drucker (1999), manajemen harus fokus pada kegiatan dan hasil kerja organisasi. Untuk itu manajemen merupakan sebuah usaha individu dalam kesatuan kelompok untuk mencapai tujuan sebuah organisasi. Dalam sebuah organisasi ada dua tujuan yang sering terarsir, yakni tujuan individu dan tujuan organisasi. Dan pada arsiran tersebutlah manajemen harus dioptimalkan untuk mencapai tujuan organisasi.


   Untuk itu fungsi manajemen yang diterapkan melalui berbagai bentuk proses dan aktivitas organisasi adalah mempertemukan tujuan individu dan organisasi agar dapat bekerja secara optimal. Karena dengan tercipta efektifitas kinerja dalam kesatuan kelompok, maka akan terbentuk juga efektifitas organisasi yang bermuara pada tujuan organisasi. Organisasi berupaya mendorong efektifitas individu dan kelompok untuk menjadi satu kesatuan sistem organisasi.
   Untuk menjalankan fungsinya tersebut, maka setiap anggota dalam organisasi harus bekerja secara efektif dan efesien. Efektif merupakan usaha yang dilakukan tiap anggota dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal. Dan efesien merupakan bentuk usaha dengan menghindarkan pemborosan energi saat melaksanakan aktivitas organisasi. Untuk mencapai efektifitas aktivitas maka diperlukan penguatan integritas nilai, tujuan dan visi dari organisasi, yang berdampak pada penguatan komitmen para anggota dalam bekerja. Sedangkan untuk menerapkan efesiensi maka dibutuhkan birokrasi yang sinergis, dinamis dan agresif saat berkerja.

   Selanjutnya fungsi tersebut diterapkan secara tepat dalam fungsi manajemen, yakni dari perencaaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi (George r. Terry). Perencanaan merupakan aktivitas memilih dan menghubungkan fakta (analisis potensi, peluang, kelemahan dan ancaman) serta pembuatan asumsi (tujuan) tentang masa depan yang ingin dicapai (George R. Terry, 1973). Dalam membuat perencanaan harus melibatkan seluruh anggota organisasi dan bersifat terbuka (demokratis). Setelah menyusun perencanaan maka aktivitas berikutnya adalah pengorganisasian. Pengorganisasian merupakan upaya membangun hubungan antar pelaku organisasi secara efektif, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efesien untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam melakukan pengorganisasian memperhatikan potensi anggota dan peran yang harus dijalankannya. Aktivitas yang dilakukan dalam pengorganisasian adalah menyatukan misi dan tujuan organisasi, menjelaskan peran, tugas dan sasaran secara jelas dan mendelegasikan pekerjaan secara penuh. Fungsi berikutnya adalah pelaksanaan. Pada saat pelaksanaan aktivitas organisasi harus tampak sinergitas kinerja dan aktivitas. Seluruh peran dan kerja setiap unit dan sub-sub unit harus selalu terhubung menjadi satu sistem kerja yang optimal. Motivasi dan inspirasi harus terus dioptimalkan, untuk membangun rasa kepemilikan (ownership) dari tiap pelaku organisasi, agar mau bekerja dalam satu kesatuan. Fungsi yang terakhir adalah evaluasi atau pengawasan. Pengawasan merupakan sebuah aktivitas untuk mengukur kesesuaian antara kinerja yang telah dihasilkan dengan perencaaan sebelumnya. Atau mengukur aktualitas dengan standar yang telah dibuat. Aktivitas perencanaan dapat dilaksanakan diawal usaha, saat usaha dan atau pada akhir usaha. Tujuan dari pengawasan adalah mengukur ketercapaian sebuah usaha dari organisasi.
   Manajemen ini bekerja dalam sebuah organisasi. mengapa bekerja dalam sebuah organisasi? karena manajemen menjamin adanya kesatuan usaha dan upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian organisasi merupakan kesatuan unsur manusia dan non manusia yang memiliki fungsi untuk mencapai tujuan tertentu (Bayle, 1986). Supaya organisasi dapat mencapai tujuannya, maka organisasi harus menjamin terciptanya efektifitas dalam fungsi manajemennya. Untuk menjamin efektifitas tersebut maka ada tiga langkah efektifitas yang harus dijamin:

1. Efektifitas individu. Untuk membuat individu yang masuk dalam organisasi dapat efektif dalam organisasi, maka individu dalam organisasi harus memahami penyebabnya masuk dalam organisasi tertentu. Ia harus memahami kompetensi yang dimiliki dirinya dan dibutuhkan dalam berorganisasi. Ia harus mengenal pengetahuan yang telah dimilikinya dan pengetahuan yang akan diperolehnya dalam organisasi. Ia harus memahami sikap yang telah dimilikinya dan sikap yang akan diberikan oleh organisasi. Dan ia juga harus memahami hal-hal yang dapat memotivasinya dalam bekerja. Dengan memahami diri dan tujuan diri, maka ia akan berperan secara tepat dalam organisasi.

2. Efektifitas kelompok. Efektifitas kelompok adalah situasi optimal yang tercipta saat individu dalam organisasi. Kohesivitas atau keterikatan antar anggota dalam organisasi harus kuat. Harus terbentuk kepemimpinan yang kuat dan dapat mengikat hubungan antar anggota. Tercipta struktur yang tidak kaku dan saling memberdayakan. Adanya nilai dan norma yang mengikat serta menjadi karakteristik organisasi. Dan yang terakhir adalah adanya seinergitas dari peran tiap individu dalam organisasi untuk membentuk diri dan membentuk organisasi.

3. Efektifitas organisasi. efektifitas organisasi akna tampak dari terciptanya lingkungan kerja yang saling memberdayakan dan bersinergi, optimalisasi implementasi strategi yang agresif, penggunaan teknologi dan energi alternatif yang menunjang kinerja organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.


   Dalam menggapai efektifitas organisasi, maka akan terbentuk budaya organisasi. Budaya organisasi ini terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para pelaku organisasi secara individual maupun pada saat terjadi interaksi antar peran. Budaya organisasi inilah yang menjadi karakteristik organisasi.

Organisasi di masa pandemi
Pada masa pandemi, aktivitas organisasi mengalami perubahan usaha untuk mencapai tujuan. Optimalisasi sumber daya yang tidak mengedepankan pertemuan secara langsung lebih diuatamakan, ketimbang pertemuan-pertemuan langsung. Sistem manajemen dibuat lebih pendek untuk mengoptimalkan peran dan fungsi. Pengawasan pun semakin terbuka untuk terciptanya transparansi dan akuntabilitas.
   Adapun tantangan manajemen organisasi dimasa pandemi adalah: pertama, karena menghindarkan diri dari petemuan langsung, maka sistem kinerja yang panjang diperpendek. Banyak organisasi memotong sistem yang panjang dengan alasan memperketat pengawasan, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pandemi. Hal ini akan membuat alur sistem manajemen semakin lebih pendek, namun tidak memiliki kehati-hatian dalam pengawasan. Fungsi sistem yang berlapis dan panjang adalah untuk melakukan pengawasan secara ketat. Namun akibat adanya pandemi, sistem tersebut dperpendek dan melonggarkan pengawasan. Surat-menyurat secara email atau e-letter sudah biasa dilakukan saat pandemi. Kedua, fungsi manusia diganti dengan non manusia. Pandemi membuat organisasi lebih mengoptimalkan fungsi naon mannusia lewat teknologi. Sistem produksi yang dapat digantikan dengan teknologi digunakan untuk menjamin produktifitas tetap berjalan. Zoom, Google, Database, dan masih banyak lagi teknologi yang mengganti kinerja manusia. Ketiga, proses transfer internalisasi visi dan misi, tujuan serta nilai organisasi semakin sulit, karena pelaku organisasi terbatas dalam interaksi. Aktivitas-aktivitas nonformal dan informasl sangat kuat dalam mentrasfer nilai, visi, misi dan tujuan organisai. Akibat dari adanya pandemi, maka aktivitas-aktivitas tersebut dibatasi. Ketiga hal ini merupakan akibat dari pandemi terhadap manajemen dalam organisasi. Organisasi merupakan ruang pertemuan antar individu manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Jika ruang ini ditutup oleh pandemi, maka pelaku-pelaku organisasi akan diganti dengan fungsi teknologi, yang pada akhirnya tidak membuat organisasi menjadi dinamis, namun statis.
   Pandemi juga membuat terciptanya beberapa peluang bagi organisasi. pertama, setiap individu akan mulai mengoptimalkan kinerja individualnya, dan dalam menunjang hal tersebut maka ia akan bersentuhan dengan teknologi. Setiap orang dalam organisasi diminta untuk optimal dalam menggunakan teknologi pada masa pandemik. Untuk itu proses penerimaan terhadap teknologi yang lebih efesien akan diterapkan. Kedua, Sistem yang panjang akan menjadi lebih pendek, namun harus diikuti dengan sistem pengawasan yang bertanggungjawab. Ketiga, tercipta alternatif usaha secara daring untuk mencapai tujuan organisasi.
   Melihat tantangan dan peluang tersebut, sebenarnya para pelaku organisasi dapat membangun strategi jangka pendek untuk mengoptimalkan kinerja organisasi pada masa pendemi. Organisasi harus mampu untuk menyentuh intelektualitas, emosional dan spiritualitas para pelaku organisasi dengan teknologi sebagai media pendukung selama masa pandemi.

Strategi manajemen dimasa pandemik
Untuk mengoptimalkan manajemen organisasi dimasa pandemic, maka organisasi harus segera berubah menjadi learning organization. Learning organization merupakan upaya untuk mentransformasi organisasi dari organisasi tradisional. Learning organization ditentukan oleh dua variabel, yakni 1) Penekanan pada pertumbuhan dan perkembangan anggotanya; dan 2) dampak bagi pembaharuan organisasi dan kesiapan kompetitif.
   Menurut beberapa para ahli, Learning Organization (organisasi belajar) didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk memanfaatkan kapasitas mental dari semua anggotanya guna menciptakan sejenis proses yang akan menyempurnakan organisasi (Nancy Dixon, 1994). Sedangkan menurut Peter Senge (1990), organisasi belajar diartikan sebagai suatu organisasi dimana orang-orangnya secara terus menerus mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola berpikir baru dan berkembang dipupuk, di mana aspirasi kelompok diberi kebebasan, dan dimana orang-orang secara terus-menerus belajar mempelajari (learning to learn) sesuatu secara bersama.
   Untuk menciptakan learning organization maka harus focus pada strategi belajar dan berkembang. Strategi ini menciptakan sebuah budaya belajar, strategi learning organization, membangun sebuah organisasi pembelajar dan menyediakan pembelajaran individu.

Perbedaan organisasi tradisional dan organisasi belajar


   Budaya belajar menjadikan aktivitas belajar sebagai aktivitas yang penting dan dilakukan terus menerus. Untuk itu setiap pelaku organisasi harus memahami bahwa aktivitas dalam organisasi adalah proses learning by doing. Jadi melakukan segala sesuatu dalam organisasi merupakan proses belajar, termasuk dalam segala bentuk struktur manajemen. Bagaimana cara menciptakan budaya belajar? Pertama, merumuskan visi dan mendistribusikannya kepada seluruh anggota organisasi. Kedua, memberikan kewenangan dan otonomi tetapi masih dalam batas-batas kebijakan, untuk bekerja dan memiliki tanggungjawab dalam pengambilan keputusan. Ketiga, menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar, misalnya rekan kerja tim, sistem, kebijakan dan lainnya. Keempat, gunakan teknik coaching yang memunculkan potensi individu dalam organisasi, baik itu bakat, minat dan potensi lainnya. Kelima, memandu tiap anggota organisasi untuk menghadapi tantangan dan menyediakan sumber daya yang cukup untuk menghadapi tantangan tersebut. Keenam, mendorong terciptanya jejaring – komunitas praktek. Ketujuh, Menghubungkan sistem dengan visi dari organisasi.
   Salah satu pendekatan dari strategi organisasi pembelajar adalah fokus pada penyelesaian masalah secara kolektif dengan cara menggunakan pembelajaran tim dan metode soft systems dimana semua hal yang dianggap sebagai penyebab masalah dipertimbangkan untuk bisa memilih mana penyebab yang bisa diselesaikan dan mana yang tidak bisa diselesaikan. Menurut Sloman (1999) strategi organisasi pembelajar didasarkan pada keyakinan bahwa proses belajar adalah proses yang bersifat terus-menerus dan bukan hanya beberapa kegiatan pelatihan.
   Lebih lanjut Peter Senge (1990) mengemukakan karakteristik Learning Organization dalam The Fifth Dicipline (lima prinsip/ disiplin) untuk mengembangkan potensi individu dalam organisasi. Lima prinsip/ disiplin tersebut adalah: 1) Berpikir sistem. Setiap usaha yang dilakukan dalam organisasi merupakan cara kerja system. Tiap-tiap sub-sub sistem selalu terhubung satu dengan lainnya secara dinamis. Dengan berpikir sistem, organisasi harus mampu melihat pola perubahan secara keseluruhan, bahwa segala usaha manusia saling berkaitan, saling mempengaruhi dan membentuk sinergi. 2) Pengusaan pribadi ({Personal mastery). Disini ada komitmen dari tiap individu dalam organisasi untuk selalu belajar terus dan berupaya mengoptimalkan potensi yang sudah ada. Penguasaan pribadi menunjukan suatu kemampuan untuk konsisten dalam mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif. 3) Pola mental (Mental models). Setiap orang memiliki pola mental yang menjadikannya memiliki asumsi dari pengalaman masing-masing. Sering kali individu tidak memahami pola mental yang mempengaruhi pola pikir dan tindakannya. Untuk itu, setiap orang perlu berpikir secara reflektif dan senantiasa memperbaiki gambaran internalnya mengenai dunia sekitarnya, dan atas dasar itu bertindak dan mengambil keputusan yang sesuai. 4) Visi bersama (Shared vision). Organisasi yang sukses adalah organisasi yang berhadil mempersatukan tiap anggotanya dalam satu visi bersama. Visi bersama adalah komitmen dan tekad dari semua orang dalam organisasi, bukan sekadar kepatuhan terhadap pimpinan. 5) Belajar kelompok (Team learning). Belajar dalam kelompok akan lebih efektif dalam meningkatkan potensi tiap individu ketimbang belajar secara mandiri. Karena dalam belajar kelompok ada interaksi antar tiap individu dalam kelompok.
   Dengan demikian strategi manajemen organisasi yang paling efektif dalam masa pandemik adalah Learning Organization. Karena dengan Learning Organization akan membentuk para pembelajar individual yang bergerak dalam satu kesatuan visi organisasi. Tiap orang dapat belajar dan bekerja dimana saja, namun terhubung dalam gerakan organisasi yang sama.
   Untuk mengoptimalkan Learning Organization maka teknologi dapat menjadi sub sistem penunjang untuk membangun relasi dalam organisasi. Teknologi dapat membuat setiap orang untuk tidak bertemu secara langsung, namun dapat dimediasi lewat teknologi yang tepat. Tony Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, serta mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi.
   Sebelum memasukan teknologi sebagai sub sistem pengganti manusia, maka pelaku organisasi sudah harus memiliki literasi teknologi. Contoh kasus, banyak individu belum memahami media sosial sebagai teknologi pengganti manusia dalam mengoptimalkan pembelajaran. Hal ini membuat media sosial di Indonesia banyak diisi dengan sikap pesimis dan arogansi. Hal ini berujung pada ketidak efektifan teknologi dalam membangun system Learning Organization atau lingkunan belajar. Untuk itu dalam menggunakan teknologi harus memiliki kecakapan dan kebijaksanaan. Sehingga teknologi dioptimalkan untuk sinergitas dan efektifitasn.
   Dengan mengkombinasikan system Learning organization dan teknologi, membuat organisasi dapat bergerak secara optimal dimasa pandemik. Dengan mengupayakan hal ini, maka visi organisasi dapat terwujud, sekaligus mewujudkan visi individual dari tiap anggota organisasi.

(Materi disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili dalam Konferensi Studi Lokal (KSL) GMKI Cabang Salatiga, Kamis/17 Februari 2021, pukul 17.00 – 18.00 WIB di GKI Soka, Salatiga)
Posting Komentar

Posting Komentar