xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Modal Psikologi Pemuda dalam Bernegara di Era Disrupsi


Sumpah pemuda 1928 merupakan bukti bahwa generasi muda mampu menggerakan sebuah solidaritas menjadi kekuatan besar terbentuknya sebuah Negara. Peristiwa Rengasdengklok 1945, saat Soekarno dan Hatta diculik oleh Soekarni, Chaerul Saleh dan sekelompok pemuda lainnya, untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa lewat pemuda, maka sebuah kemerdekaan dapat diwujudkan. Setelah itu, 53 tahun kemudian tepatnya pada peristiwa reformasi, para pemuda berhasil menggulingkan kekuasaan orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Saat itu, Indonesia dihantar masuk kedalam sebuah demokrasi yang lebih terarah dan terbuka. Wajah kemerdekaan menjadi wujud yang lebih absolut pasca reformasi. Kebebasan menjadi ciri bertanggungjawab dalam diri setiap warga negara Indonesia. Pemuda menjadi agen perubahan, sekaligus penghantar terjadinya perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
   Nilai-nilai kebebasan, demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjadi ciri budaya era globalisasi berusaha diterapkan secara tepat dalam kehidupan masyarakat. Para pemuda yang menggeliat pada 28 Oktober 1928 adalah para pahlawan yang memperkenalkan Indonesia pada hakekat nasionalisme dan semangat cinta tanah air. Untuk itu kemenyatuan gerakan perjuangan kemerdekaan dalam mewujudkan Indonesia merdeka harus diinternalisasi dalm diri tiap pemuda, hingga pada akhirnya Indonesia merdeka tahun 1945. Modernitas memperkenalkan para pemuda pada era perjuangan kemerdekaan tentang keadaban bernegara dan sikap patriotisme. Hal ini dilanjutkan hingga kemerdekaan yang absolut didapatkan pasca reformasi 1998.
   Setelah itu, Indonesia masuk ke era disrupsi yang membuat semuanya menjadi berubah. Pemuda yang menjadi kekuatan penggerak perubahan, mulai mendefenisikan kembali makna dirinya dan kontribusinya dalam masyarakat. Nasionalisme dan cinta tanah yang dimaknai oleh pemuda pada tahun 1900-an berbeda wujudnya dengan di tahun 2000-an. Generasi muda pada tahun 2000-an sering dikenal dengan generasi milenial. Generasi ini memahami bahwa eksistensi individu merupakan wujud dari kebebasan atau kemerdekaan. Menurut Dicky Kartikoyono (Direktur Sumber Daya Manusia Bank Indonesia, 2019), Generasi milenial memiliki keunikan dibandingkan generasi sebelumnya. Jika Generasi X (lahir 1961-1980) adalah generasi yang sangat menikmati televisi dan gempita media, maka generasi milenial ini lebih tertarik dengan digital marketing dan juga tayangan termasuk iklan yang berbasis video atau internet. Kondisi ketersediaan teknologi informasi di era saat ini, pada akhirnya membentuk generasi muda dengan hidup yang serba mudah. Generasi milenial lahir antara tahun 1980 sampai 2000 mayoritas telah tumbuh dengan kemajuan teknologi seperti komputer dan internet. Generasi ini secara natural pengguna aktif media sosial dan perangkat seluler serta aplikasi, yang membuat generasi milenial tetap terhubung dengan rekan maupun keluarga (Lazarevic, 2012). Generasi milenial sangat mencintai kenyamanan dan solidaritas berbasis media sosial. Karakter tersebut pada akhirnya menunjukkan sikap nasionalisme yang berbeda dalam kehidupan bernegara dengan karakter pemuda puluhan tahun sebelumnya. Generasi milenial adalah generasi pertama yang menghabiskan waktu di lingkungan digital; informasi teknologi sangat memengaruhi bagaimana generasi milenial hidup dan bekerja (Bennett, Maton, & Kervin, 2008; Wesner & Miller, 2008).
   Jika dilihat karakteristik antara generasi muda di era 1900-an dan 2000-an tidak memiliki perbedaan yang besar. Karena keduanya tetap merupakan instrumen penting terciptanya perubahan dalam kehidupan bernegara. Pada era-1980-an, generasi muda berupaya untuk menjaga keseimbangan antara idealisme dalam diri dan perasaan untuk bebas dari realitas penjajahan yang menghancurkan entitas manusia. Sehingga mereka mengembangkan dirinya menjadi kekuatan untuk membawa kemerdekaan. Pada tahun 2000-an muncul sebuah generasi yang juga berusaha berdiri diantara dua keseimbangan, yakni mencari entitas diri dan membentuk eksistensi diri di lingkungan sosial. Keberagaman membuat setiap orang dapat menjadi siapa saja sesuai dengan keinginannya. Hal ini pada akhirnya membentuk pengembangan entitas manusia milenial yang berusaha menunjukan eksistensi dirinya bagi dunia dalam berbagai bentuk kreasi. Perkembangan psikologis generasi ini berada diantara identitas diri dan eksistensi diri.
   Karakteristik tersebut pada dasarnya membentuk perilaku generasi muda dalam kehidupan bernegara. Generasi 1900-an selalu bergairah untuk terlibat aktif dalam politik kebangsaan dan melawan ketertindasan. Dalam kehidupan bernegara, generasi ini menjadi iron stock yang tidak akan pernah habis untuk menjadi problem solver terhadap tiap masalah dalam masyarakat. Mereka bahu membahu dengan Negara untuk terlibat dalam pembangunan Nasional. Hal ini berbeda dengan generasi 2000-an. Generasi ini membangun solidaritas atas dasar kenyamanan dan kesenangan. Kemajuan informasi teknologi, membuat mereka sibuk dengan aktivitas virtual, dan menjadi warga Negara dunia. Karena dengan informasi teknologi, mereka dapat pergi kemana saja tanpa batas. Dalam kehidupan bernegara, mereka menjadi para buzzer yang siap mengawal nasionalisme. Dalam konteks bermasyarakat, mereka selalu hadir dengan kreatifitas dan kebaruan.
   Salah satu yang mempengaruhi perubahan wujud perilaku generasi muda adalah era disrupsi. Istilah disrupsi mulai dipopulerkan akhir abad ke-20 dalam dunia bisnis, di mana perusahaan besar mengalami kemunduran sebagai akibat kreativitas dan inovasi dari perusahaan kecil melaui bisnis digital. Disrupsi memantik lahirnya pola interaksi baru yang dianggap lebih inovatif dan masif. Salah satu ciri disrupsi yakni teknologi mengubah manusia dari peradaban time series menjadi real time. Statistik time series atau deret berkala merupakan data yang digunakan untuk menginterpolasi data-data masa lalu sehingga dapat digunakan untuk memprediksi masa depan (Putra, 2018). Secara sosiologis dalam era disrupsi akan membentuk budaya baru kekinian, melahirkan pemikiran-pemikiran kebaruan. Sejalan dengan kemajuan digital yang merambah ke arah kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan manusia, maka teori disrupsi dipergunakan untuk menjelaskan berbagai perubahan besar dan mendasar bukan hanya di dunia bisnis saja, melainkan juga bidang kehidupan lainnya, yaitu sosial, budaya, dan politik. Disrupsi menjadi instrumen konseptual untuk memahami perubahan yang terjadi karena perkembangan inovasi dan kreativitas masyarakat. Teori disrupsi membantu mengidentifikasikan kondisi aktual dunia dan masyarakat di era teknologi informasi yang bersifat digital (Ohitimur, 2018).
   Dalam kehidupan bernegara di era disrupsi mendapatkan tantangan tersendiri. Kemajuan teknologi informasi membuat kehidupan bernegara semakin kompleks. Berita-berita hoaks membawa paradigma lain dalam kehidupan bernegara. Perasaan adil dibawa keranah abstrak yang multi tafsir. Kehidupan demokrasi menjadi liar dan tanpa batas. Hukum tidak lagi menjadi panglima dalam kehidupan bernegara, diganti posisinya dengan kebenaran alternatif yang berseliweran dalam dunia maya. Era ini membentuk wajah baru dalam memaknai kehidupan bernegara.
   Dengan melihat hal tersebut diatas, maka di era disrupsi membutuhkan suatu modalitas untuk memaknai pemuda dalam kehidupan bernegara. Modalitas ini harus sesuai dengan konteks kekinian dan tidak mengamputasi nilai-nilai partiotisme dalam kehidupan bernegara. Untuk itu modalitas yang harus dimiliki oleh setiap pemuda adalah modal psikologis yang dapat membantu Negara menjadi maju dan berkelanjutan secara ekonomi dan politik.
   Modal psikologi diperkenalkan Luthans, dkk pada tahun 2007. Mereka menyebutnya dengan istilah Psycological Capital (PsyCap). Konsep ini berkembang dari perilaku positif organisasi yang menekankan pada pengaplikasian kekuatan positif dalam sumber daya manusia. Luthans, Youssef, dan Avolio (2007) mendefinisikan modal psikologis sebagai keadaan psikologi positif individu yang ditandai dengan adanya efikasi diri, optimisme, harapan dan ketahanan untuk mencapai kesuksesan. Individu yang memiliki modal psikologi yang tinggi akan mampu secara fleksibel berperilaku memenuhi tuntutan pekerjaan yang dinamis, sehingga pada saat yang bersamaan akan membantunya dalam meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan yang lebih tinggi (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). Menurut Luthans, dkk (2007), ada empat modal psikologis yang dapat meningkatkan organisasi, yakni self efficacy (kepercayaan diri), optimisme, harapan, dan resilience (daya tahan). Kepercayaan diri (self-efficacy) merupakan upaya keras untuk mengatasi tantangan-tantangan pada tugas. Kepercayaan diri tersebut berkait dengan task mastery. Optimisme yakni sikap optimistis terhadap keberhasilan masa sekarang atau masa yang akan datang. Sikap optimistis itu akan mendorong dan mempengaruhinya untuk berupaya keras mencapai keberhasilan. Selanjutnya, harapan (hope) berhasil yang terwujud dalam suatu usaha untuk tetap bertahan pada target. Dan berikutnya, daya tahan (resilience) merupakan kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan demi mencapai tujuan. Menurut Luthans, keempat modal psikologi itu diyakini mampu berkontribusi positif dalam diri seseorang sehingga dapat berkinerja optimal. Dalam era disrupsi saat ini, keempat hal ini dapat menjadi modal untuk mewujudkan Negara yang besar, berdaulat dan maju. Keempat modal ini harus dimiliki oleh tiap pemuda Indonesia yang memiliki banyak sumber daya dalam peradaban saat ini.

Pentingnya Modal Psikologis Bagi Pemuda di Era Disrupsi
Pada tahun 2014, Presiden Joko Widodo menggunakan jargon Revolusi Mental sebagai bagian dari kampanye politiknya. Revolusi Mental yang dimaksud adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala. Berdasarkan informasi dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (www.kominfo.go.id), menyatakan bahwa gagasan revolusi mental pertama kali dilontarkan oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Saat itu, Soekarno melihat revolusi nasional Indonesia saat itu sedang mandek dan mengalami kelesuhan. Padahal tujuan revolusi untuk kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya belum tercapai. Saat itu Indonesia telah bebas dari penjajahan fisik. Sehingga perlu mengubah gerakan revolusi, dari revolusi dengan mengangkat senjata, diganti dengan membangun jiwa yang merdeka, lewat cara pandang dan perilaku. Dengan memahami ide dasar Seokarni itulah, membuat Presiden Joko Widodo kembali mengaungkan revolusi mental. Jiwa bangsa yang terpenting adalah jiwa merdeka, jiwa kebebasan untuk meraih kemajuan.
   Dalam mengupayakan revolusi mental, Negara menghadapi kendala akibat dari masuknya era disrupsi. Pada era Soekarno, revolusi mental mengalami kemandekan akibat perbedaan cara pandang yang berbeda. Maka di era Presiden joko Widodo mengalami kemandekan akibat merosotnya wibawa Negara di dunia maya. Individu yang berada dibalik gadget membuat berbagai bentuk kebenaran alternatif tentang kehidupan bernegara, sehingga entitas bernegara menjadi kabur. Sikap intoleransi, perilaku bullying, dan krisis identitas menjadi ciri mandeknya kehidupan bernegara di era disrupsi.
   Melihat kondisi itu, maka modal psikologis merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh tiap pemuda di era ini untuk menjamin kelangsungan kehidupan bernegara.
   Dalam organisasi bisnis, banyak penelitian yang telah menunjukan linearitas hubungan antara modal psikologis dan perubahan perilaku dalam sebuah organisasi. Modal psikologis dapat meningkatkan kinerja individu, dan pada akhirnya meningkatkan kinerja organisasi. Arshad & Abbas (2014) menunjukan bahwa modal psikologis mampu menciptakan rasa solidaritas dan mengarahkan perasaan kepemilikan (sense of ownership) terhadap perusahaan. Lebih lanjut menurut Silverius Sonny Y. Soeharso, SE, MM, Psi. (psikolog di Universitas Pancasila Jakarta), menyatakan bahwa modal psikologis memiliki peranan penting dalam keberhasilan dan kesuksesan seseorang, apakah itu di dunia profesional ataupun personal, dan sosial.
   Melihat keberhasilannya dalam organisasi bisnis dan profesional, maka modal psikologis dapat juga menjadi unsur penting dalam membina psikologis pemuda dalam kehidupan bernegara. Karena bersifat modal, maka menjadi pondasi bagi setiap orang untuk berkarakter sesuai dengan modalitas yang dimilikinya. Dan apabila setiap generasi muda milenial berperilaku sesuai dengan modalitas tersebut, maka Negara kembali memiliki iron stock untuk masa yang panjang.
   Kepercayaan diri (self efficacy) sebagai modal dalam diri tiap generasi milenial di Indonesia, dapat menjadi kekuatan untuk mengarahkan dirinya untuk berperilaku sesuai dengan karakter manusia Indonesia. Kepercayaan diri yang juga menjadi ciri generasi milenial, dapat menjadi kekuatan bagi tiap pemuda di Indonesia untuk terlibat aktif dalam pembangunan. Selain itu, jika tiap generasi milenial Indonesia memiliki kepercayaan diri, maka ini menjadi modal bagi Negara ini untuk bersaing di pasar global. Karena setiap individu mampu untuk berinovasi dan berkreasi. Untuk itu kepercayaan diri sangat penting untuk menjamin kelangsungan kehidupan bernegara dan mewujudkan visi bernegara.
   Modal berikutnya yang juga sangat penting dimiliki oleh generasi milenial Indonesia dalam kehidupan bernegara adalah optimisme. Dalam kehidupan bernegara, setiap individu harus mampu belajar dari pengalaman masa lalu dan optimis untuk melihat Indonesia di masa depan. Optimisme merupakan kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang positif di masa depan. Dengan memiliki sikap optimisme, maka generasi muda sebagai iron stock masih yakin bahwa masa depan Indonesia sebagai Negara yang mampu mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan keadaban bagi seluruh warga Negara. Sikap optimis membentuk perilaku yang taat dalam menjalankan kewajiban sebagai warga Negara, tanpa takut kehilangan akan hak kewarganegaraannya. Warga Negara yang optimis akan membentuk perilaku disiplin dan antisipatif terhadap berbagai bentuk perubahan. Optimisme merupakan faktor penting untuk melihat Indonesia di masa depan dalam kacamata generasi milenial.
   Modal psikologis yang dimiliki pemuda Indonesia berikutnya adalah harapan. Harapan merupakan suatu keadaan motivasi positif yang didasari oleh energi untuk mencapai tujuan dan perencanaan untuk mencapai tujuan. Dengan memiliki harapan, maka pemuda Indonesia saat ini memikirkan tentang perilaku yang diharapkan untuk mengoptimalkan dirinya agar lebih bertanggung jawab sebagai Warga Negara dan sebagai generasi penerus Indonesia. Tanggung jawab tersebut mewujud dalam perilaku yang mendukung terciptanya suatu kehidupan yang ideal. Selain itu, tiap individu akan merencanakan aktivitas potensial untuk mencapai tujuan individual maupun bernegara. Sebagai masyarakat yang bertanggung jawab di era disrupsi, setiap orang dituntut untuk mampu menunjukan eksistensinya untuk mewujudkan visi pribadi sebagai bagian dari mewujudkan cita-cita bernegara. Setiap orang harus menjadi penggerak kehidupan bernegara dengan menggerakan berbagai potensi disekitarnya.
   Dan modal psikologis berikutnya yang harus dimiliki oleh generasi milenial dalam kehidupan bernegara di era disrupsi adalah daya tahan (resilience). Generasi milenial Indonesia harus menunjukan eksistensi dirinya dalam menghadapi dunia ketidak pastian, dengan sebuah kerja keras yang penuh dengan intelektualitas. Walaupun generasi ini hidup dalam berbagai bentuk kenyamanan, namun mereka siap untuk menghadapi berbagai kemungkinan kesulitan dimasa depan. Gerakan pemuda yang dilakukan saat ini merupakan gerakan parsial yang pada akhirnya menjadi satu kesatuan besar untuk mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia. Untuk itu tiap individu harus mampu menunjukan eksistensi ketahanan dirinya dalam menghadapi berbagai bentuk serangan virus-virus dunia yang bisa menghancurkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Kecakapan dalam menggunakan teknologi, kekritisan dalam berpikir, dan memahami esensi sebagai Indonesia, dapat menjadi daya tahan yang kita bagi generasi pemuda saat ini untuk mempertahankan kemerdekaan dalam konteks saat ini.
   Dengan dimilikinya keempat modal psikologis tersebut oleh pemuda Indonesia, maka era disrupsi yang menyebabkan munculnya berbagai bentuk wajah baru dunia, dengan mudah dijajaki. Berita-berita hoaks bukan lagi menjadi ancaman, apabila generasi muda Indonesia memiliki daya tahan dan harapan. Selanjutnya dengan kepercayaan diri dan optimisme, kita akan menyongsong manusia Indonesia yang telah mengalami perubahan cara pandang, perilaku, dan sikap. Dari keterjajahan, keterbelakangan, ketertinggalan, dan keterpurukan, berubah menjadi kemerdekaan, kemajuan dan keadaban. Dengan memiliki modal psikologis, maka pemuda Indonesia berupaya untuk menjaga tonggak kewibawaan Indonesia.

Bentuk Modal Psikologis Pemuda di Era Disrupsi
Modal psikologis sangat penting dalam menata tanggung jawab bernegara pemuda Indonesia di era disrupsi. Banyaknya informasi hoaks yang pada akhirnya menciptakan kebenaran alternatif tentang kehidupan bernegara. Hilangnya kebenaran absolut sebagai kebenaran tunggal. Posisi Negara dengan mudah diabaikan oleh kepentingan kelompok dan golongan tertentu. Hal-hal tersebut membuat perlunya kehadiran kembali generasi muda yang penuh agresif dan rasa patriotisme untuk menunjukan kembali kewibawaan Negara.
   Ada banyak wujud yang disediakan oleh era ini untuk mengoptimalkan modal psikologis bekerja secara lebih baik. Berbagai wujud aktivitas tersebut dapat dilakukan dalam interaksi dikehidupan sehari-hari.
   Self efficacy (kepercayaan diri) sebagai modal psikologis dapat mewujud dalam bentuk banyak aktivitas. Kebanggan menggunakan bendera Indonesia dan atau atribut karakter Indonesia dalam bermain game atau aplikasi lainnya di dunia maya, merupakan bentuk dari kepercayaan diri sebagai orang indonesia. Berani untuk berkeliling ke tempat-tempat ekssotis di Indonesia, lalu berbagi ke dunia maya, merupakan wujud dari kebanggaan dan kepercayaan diri. Tampak juga ada beberapa generasi milenial yang mulai terbiasa menggunakan aksesoris batik atau kain tenun dalam kebiasaan berpakaiannya sehari-hari. Bangga menggunakan Bahasa Indonesia saat melakukan vlog. Selain itu di beberapa kota besar di luar negeri juga berdiri toko-toko serta restauran yang menyajikan makanan-makanan khas Indonesia. Dan masih lagi banyak bentuk kepercayaan diri yang dapat menjadi kekuatan, untuk membuat setiap orang di era ini mengenal Negara Indonesia. Para generasi milenial dapat menggunakan produk khas Indonesia sebagai sebuah bentuk trend baru yang akan memperkenalkan Indonesia pada dunia. Keindahan alam, kekhasan budaya, dan keramahan masyarakatnya dapat menjadi bagian dari kepercayaan diri sebagai manusia Indonesia.
   Dalam kehidupan bernegara, kepercayaan diri itu akan tampak dalam aktivitas, seperti mematuhi hukum, menghargai keberagaman dan menjalankan kewajiban sebagai warga Negara. Sebagai generasi milenial memiliki kesadaran bahwa kepatuhan terhadap hukum adalah bagian dari melindungi dan membuat diri nyaman serta aman. Selain perlu juga menghargai keberagaman dalam kehidupan sehari-hari maupun di dunia maya. Menarik jika kita memasuki dunia maya saat ini. Beredar banyak vlog yang dilakukan oleh Warga Negara Asing untuk mengajak rekan mereka lainnya, untuk datang tinggal di Indonesia. Mengapa itu bisa terjadi? Karena menurut mereka, Indonesia aman dan nyaman. Untuk itu generasi milenial harus sadar bahwa kebanggan menjadi Indonesia adalah modal yang harus dijaga dan diimplementasikan dalam kehidupan di era disrupsi. Dengan sikap percaya diri menjadi Indonesia, maka kita akan memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat Indonesia.
   Wujud berikutnya adalah optimisme. Generasi milenial merupakan generasi yang penuh dengan optimisme.Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) memuat laporannya dalam buku Mapping & Database Startup Indonesia 2018, menunjukan bahwa pada tahun 2018 terdapat 992 perusahaan starup di Indonesia, dan menyerap 55.903 tenaga kerja. Hal ini menunjukan bahwa generasi milenial optimis tentang masa depan di Indonesia. Sejak bulan Februari 2020, berdasarkan kutipan dari laman website resmi WTO (22/2/2020), World Trade Organization (WTO) tidak lagi memasukan Indonesia sebagai Negara berkembang, tapi sudah menjadi Negara maju. Hal ini menunjukan bahwa ada optimisme terhadap Indonesia dimasa datang. Generasi milenial dengan kecerdasan dan kreatifitasnya harus mampu mengelolah kondisi ini menjadi sebuah potensi untuk bergerak dalam mewujudkan cita-cita bernegara. Ada sebuah bentuk usaha dalam kehidupan bernegara untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan bermartabat dimasa depan.
   Bentuk optimisme dapat ditunjukan dengan berani untuk berolah pikiran untuk menjadikan Indonesia sebagai patron dunia. Generasi milenial Indonesia harus berjejaring untuk membangun ekonomi, politik, dan budaya Indonesia menjadi sebagai bagian dari martabat Indonesia di tengah-tengah dunia yang serba tidak pasti.
   Selanjutnya harapan merupakan modal psikologis yang harus dimiliki generasi milenial Indonesia dalam berselancar di era disrupsi. Harapan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk berkelanjutan dimasa datang. Generasi muda saat ini harus berani menunjukan bahwa dalam kehidupan bernegara, kita harus mengaras utamakan kepentingan Negara. Generasi milenial harus mampu menekan kepentingan pribadi, dan berkorban atas Negara. Hal ini merupakan bentuk dari menciptakan harapan masa depan Indonesia. Wujud seperti yang dilakukan oleh generasi milenial lewat Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang berisi anak-anak muda professional dalam dunia politik. Menunjukan bahwa ada upaya dari generasi milenial untuk menjaga kelangsungan Indonesia secara politik. Wujud lain, adanya beberapa generasi milenial yang terjun ke dalam politik dengan menjadi Kepala Daerah dibeberapa kabupaten.kota di Indonesia. Mereka meninggalkan egosentrisme dan menerjunkan diri mereka untuk mengawal kemajuan Negara. Mereka meninggalkan waktu untuk berkreasi sebagai milenial di dunia maya dan global, untuk membantu memajukan Indonesia. Sikap seperti inilah yang pada akhirnya menciptakan harapan masa depan Indonesia. Selain itu ada juga beberapa orang generasi muda yang bersedia untuk menjadi staf-staf kementerian dalam pemerintahan, merupakan upaya untuk menjaga keberlanjutan bernegara di Indonesia. Generasi milenial sebagai generasi yang kreatif mampu untuk menghadirkan dirinya secara individual maupun berkelompok untuk menjaga harapan Indonesia yang berkelanjutan.
   Modal yang juga harus dimiliki generasi milenial adalah memiliki kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan peradaban adalah daya tahan (resilience). Di era disrupsi seperti ini, anak-anak muda di era milenial memiliki nalar kritis dan kreatif dalam menjaga diri mereka dan Negara Indonesia untuk keluar dari berbagai persoalan bernegara. Dengan munculnya berbagai kebenaran alternatif dalam bentuk hoaks, membuat pemuda pada era milenial menciptakan berbagai kampanye anti hoaks. Hal ini merupakan bentuk dari daya tahan di era ini. Selain itu, generasi milenial juga dapat hidup dengan nilai-nilai Pancasila dan memperkenalkannya ke dunia global. Dengan memahami nilai-nilai Pancasila, maka generasi milenial dapat mengatribusi nilai-nilai tersebut ke dalam berbagai bentuk aktivitas berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Pancasila sebagai karakter dasar, kecukupan sumber daya dan kreatfifitas generasi milenial dapat menjadi kekuatan besar Indonesia untuk menyongsong masa depan dan mewujudkan cita-cita bernegara.
   Dengan modal psikologis, generasi muda Indonesia saat ini dapat menciptakan sebuah kehidupan bernegara yang lebih baik di era disrupsi. Kepercayaan diri, optimisme, harapan dan daya tahan dapat menjadi modal untuk memajukan Indonesia, tanpa meninggalkan karakter manusia Pancasilais. Modal ini harus disadari oleh generasi milenial bahwa mereka memilikinya. Dan juga harus ada upaya untuk menginternalisasi modal ini dalam diri setiap generasi muda Indonesia saat ini. Dengan memiliki modal psikologis dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari maka, patriotisme yang tampak pada Sumpah Pemuda 1928, perjuangan kemerdekaan 1945, dan semangat reformasi 1998, masih ada dalam diri generasi muda Indonesia saat ini. Generasi muda harus tetap menjadi agen perubahan dan tulang punggung Negara dalam berbagai konteks ruang dan waktu, termasuk dalam era disrupsi.

(Artikel ini ditulis oleh Ricky Arnold Nggili, untuk dimuat dalam ebook "Milenial Memaknai Sumpah Pemuda," halaman 18, yang diterbitkan 5 Maret 2021 oleh penerbit Langkibo Jakarta, ISBN: 978-623-99758-1-4)

Posting Komentar

Posting Komentar