xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

MENULIS KRITIS MENJAGA LOGIKA PEMIMPIN


Berpikir kritis sangat dibutuhkan oleh manusia. Rene Descartes (1596-1960), sang filsuf pemikiran modern, mengungkapkan bahwa manusia merupakan makluk pemikir. Untuk itu hanya dengan kesadaranlah (cogitas) maka seseorang menunjukan dirinya sebagai manusia. Richard Paul dan Linda Elder dari Sonoma State University mengungkapkan hanya dua karakter dari aktivitas pikiran manusia, yakni weak critical thinker dan strong critical thinker. Sebagai makluk pemikir, manusia selalu terjebak pada salah satu dari kedua produk aktivitas berpikir tersebut. Irfan Amali, Direktur Eksekutif Peace Generation, dalam salah satu webinarnya di ITB mengungkapkan bahwa berpikir kritis menempati urutan kedua, diantara sepuluh keahlian yang paling dibutuhkan di abad 21. Dalam sebuah masyarakat yang plural dan memiliki tingginya interaksi informasi, maka berpikir kritis semakin sangat dibutuhkan untuk menjamin akurasi serta kejelasan dari tiap informasi. Berpikir kritis mampu untuk membuat peradaban menampilkan keadilan dan moralitasnya, lewat berpikir kritis. Jika suatu saat seluruh masyarakat didunia ini telah menjadi pemikir kritis, maka akan terbentuk sebuah dunia yang lebih aman, nyaman, seimbang, dan berkeadilan. Menurut Stephen P. Norris (1988), berpikir kritis merupakan tujuan dari pendidikan, dan bukan pilihan dalam pendidikan. Berpikir kritis merupakan hak dari setiap pelajar untuk dibentuk cara berpikirnya agar bisa kritis terhadap realitas. Berpikir kritis akan membentuk moralitas pembelajar agar bisa hidup lebih baik dalam dunia. Dalam era 4.0, berpikir kritis dapat menjadi tools untuk menyaring berbagai informasi dan menempatkan tujuan kehidupan secara lebih baik. Berpikir kritis dapat menjauhkan masyarakat dunia di era disrupsi dari keadaan chaos dan kehilangan kendali atas realitas.
   Jordan Peterson, seorang professor psikologi dari Kanada, mengungkapkan cara untuk melatih berpikir kritis adalah dengan menulis. Karena dengan menulis, kita melatih otak untuk bekerja secara sistematis. Dalam tulisan ada simbol-simbol yang harus digunakan secara tepat, sebagai bagian dari pengungkapan realitas. Gramatikal merupakan hubungan antara simbol dan realitas yang diwakilinya. Menulis membantu kita untuk meruntutkan nalar secara terstruktur, sambil memperhatikan kerangka intelektual yang kita miliki. Menulis kritis membantu seseorang untuk mempertimbangkan beberapa hal secara tepat, sebelum mengambil kesimpulan. Karena dalam menulis kritis menggunakan kriteria penalaran dan intelektualitas sebagai ukuran dalam melahirkan produk intelektual.
   Seorang pemimpin perlu untuk memahami menulis kritis untuk membentuk dirinya selalu logis dalam melihat realitas dan mempertimbangkan perspektif orang lain. Dalam model berpikir kritis Richard Paul dan Linda Elder, tampak bahwa berpikir kritis bertujuan untuk membentuk kebijaksanaan intelektual. Seorang pemimpin akan menjadi bijaksana, jika ia terbiasa untuk menggunakan standar intelektual dan elemen bernalar dalam aktivitas kesehariannya. Dengan menggunakan kriteria berpikir seperti itu dalam kehidupan sehari-hari, maka suatu akan muncul dari diri sang pemimpin kebijaksanaan intelektual seperti kerendahan hati, kemandirian, integritas, ketekunan, empati, kepercayaan diri, keberanian, keterbukaan pikiran dan keadilan. Pemimpin dengan karakter yang bijaksana seperti ini, mampu untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban. Karakter seperti itu tidak dapat dibentuk dalam waktu yang singkat. Namun membutuhkan ketekunan, kesabaran dan kemauan yang keras untuk menjadi pemikir kritis yang berkarakter.
   Berbagai teori kepemimpinan berkarakter, seperti teori kepemimpinan melayani punyanya Greenleaf, teori kepemimpinan berkarakter punyanya Stephen R. Covey, teori kepemimpinan transformasional punyanya Burn & Bass, dan banyak teori lainnya, mengedepankan karisma pemimpin sebagai kekuatan. Karisma tersebut tidaklah terjadi begitu saja, namun dibentuk secara sadar oleh sang pemimpin. Dengan berpikir kritislah, karakter yang menjadi karisma tersebut ditempa, diuji, dan dikembangkan menjadi karakter yang melekat dengan sang pemimpin. Berpikir kritis membantu sang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang otentik dengan tidak menjauhkan diri dari realitas, sebagai ruang pelayanannya.
   Untuk melatih seorang pemimpin untuk memiliki kemampuan berpikir kritis, maka ada beberapa tahap yang harus dilalui. Tahap pertama adalah tahap menyadari bahwa selalu ada masalah disekitar kita, dan penting untuk mengatasi masalah tersebut. Tahap ini disebut challenged Thinker. Pemikir kritis mulai menyadari bahwa dalam rutinitas dan kehidupan yang selalu stabil, selalu ada masalah penting yang harus dipikirkan. Ia mulai melihat bahwa masalah itu penting. Tahap berikut adalah Beginning Thinker, yakni tahap untuk berupaya mengatasi masalah tersebut dengan pengalaman yang pernah dihadapinya. Pemikir kritis mulai mendekati dan mencari solusi terhadap masalah tersebut. Tahap selanjutnya, yakni tahap Practicing Thinker. Tahap ini seorang pemikir kritis mulai melatih dirinya untuk mengantisipasi masalah, dan melatih diri untuk menyadari realitas disekitarnya. Mulai untuk memahami apa kebutuhan sehari-hari terkait dirinya? dan apa kebutuhan saat berinteraksi dengan orang lain? Ia mulai merancang dirinya untuk selalu sadar terhadap realitas. Jika latihan ini terus dilakukan, maka suatu saat akan menuju pada tahap Advanced Thinker. Pada tahap terus melatih dan mengembangkan pemikiran kritisnya keranah yang lebih luas, misalnya dalam kehidupan pertemanan, kerja, kerohanian, dan lainnya. Ia berupaya segala aspek dilihatnya secara kritis, agar ia selalu menyadari realitas dibalik setiap aktivitasnya. Dan jika ini dilakukan terus menerus, maka suatu saat berpikir kritis akan menjadi indera keenam dalam dirinya, dan pada tahap ini ia telah menjadi Acomplish Thinker. Orang yang telah memiliki karisma, yang tidak saja dilihat oleh orang-orang terdekat dengannya, namun juga remote people yang jauh dari dirinya. Ia telah menjadi pemimpin yang utuh dan berintegritas.

Menulis Kritis

Menulis kritis merupakan salah cara untuk melatih cara berpikir seseorang agar lebih terstruktur dan logis. Dengan melatih menulis kritis, maka melatih juga menggunakan dua elemen dasar dari berpikir kritis, yakni standar intelektual dan elemen bernalar, dalam aktivitas menulis.
   Standar intelektual yang diterapkan saat seseorang menulis kritis adalah kejelasan, kedalaman, akurasi, ketepatan, relevansi, keluasan, signifikansi, logika dan keadilan. Kejelasan adalah keadaan jelas atau jernih pada saat mengungkapkan elemen-elemen penalaran. Dengan penalaran yang jelas, maka pembaca dapat memahami maksud penulis secara baik. Jika seseorang menulis dan tidak dipahami oleh pembaca, maka realitasnya bukan karena orang tersebut sangat pintar, namun ia memiliki keterbatasan atau kekurangan secara intelektual untuk mengungkapkan idenya secara jelas. Sebagai penulis kritis, kejelasan harus menjadi factor utama dalam mengungkapkan ide. Ada dua bentuk kejelasan yang harus dipastikan, yakni kejelasan gramatikal (kebahasaan) dan kejelasan ide. Dalam menulis kritis juga harus memperhatikan kedalam ide, fakta dan data. Kedalaman akan mengarahkan tulisan menjadi lebih berbobot, dengan bukti-bukti yang spesifik dan tidak bias. Kedalaman akan membuat tulisan menjadi fokus dan terarah pada tujuan penulisan. Selanjutnya dalam bernalar juga harus memperhatikan akurasi sumber dari data dan fakta yang digunakan. Setiap ide yang ditulis selalu berdasarkan realitas yang ditangkap oleh indera penulis. Untuk itu akurasi dari sumber penginderaan tersebut. Jika dalam menulis sumber-sumber dari buku, media, jurnal dan lainnya harus diungkapkan secara akurat. Sumber fakta dan data yang akurat adalah sumber yang berasal dari sumber primer, atau sumber pertama yang utama. Jika sumber primer sulit didapatkan, maka penulis dapat menggunakan sumber sekunder. Berikutnya dalam penalaran, juga harus memperhatikan ketepatan. Ketepatan adalah mengarahkan elemen penalaran untuk mencapai tujuan. Dalam menyusun nalar saat menulis, maka setiap elemen harus mengarahkan kepada tujuan penulisan. Jika ada elemen yang menjauh dari tujuan, maka intelektualitas ketepatan rendah. Ketepatan juga mensyaratkan ketelitian dalam menyusun tiap elemen. Standar intelektualitas berikutnya adalah relevansi. Relevansi merupakan kesesuaian antar elemen untuk menjawab tuluan penulisan. Konsep harus relevan dengan asumsi, pertanyaan harus relevan dengan tujuan, dan informasi harus relevan dengan pertanyaan. Dengan memperhatikan kesesuaian ini, menghindarkan terjadinya bias dan keluarnya pembahasan dari topik yang akan diungkapkan oleh penulis. Intelektualitas berkikutnya adalah keluasan adalah kelonggaran atau kelapangan dalam membuat asumsi dan menarik implikasi. Asumsi memang agak bersifat abstrak, namun tidak terlalu longgar sehingga kehilangan fokus. Keluasan akan membantu penulis untuk mencari ide dan melihat gap masalah yang ingin ditulis. Standar berikutnya adalah signifikan. Tujuan dari penulisan harus penting dalam mengatasi atau memposisikan masalah tertentu. Selain itu data-data yang disajikan dalam tulisan, harus penting bagi elemen lainnya. Standar yang penting dalam intelektualitas adalah logika. Logika adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan dengan memperhatikan premis-premis yang ada. Penarikan kesimpulan membutuhkan logika yang tepat, dalam membaca tiap fakta dan data yang disajikan dalam informasi. Logika juga dibutuhkan dalam menarik implikasi dan konsekuensi sebagai akibat dari penarikan kesimpulan. Dan pada akhirnya tulisan yang ditulis harus memperhatikan perspektif keadilan. Dengan memperhatikan standar intelektual, maka penulis mempertimbangkan kondisi koginitif dan kecerdasannya dalam bernalar dalam menulis.
   Standar intelektual tersebut diaplikasikan kedalam elemen-elemen bernalar. Hal ini bertujuan agar elemen bernalar tidak bersifat retorika saja, namun juga memiliki ukuran kognitif.
   Adapun elemen-elemen yang digunakan dalam penalaran menulis kritis adalah sudut pandang, asumsi, konsep, tujuan penulisan, pertanyaan, informasi, kesimpulan dan implikasi/ konsekuensi. Seorang penulis menulis berdasarkan world view atau perpektif tertentu. Hal inilah yang dinamakan sebagai sudut pandang. Dari sudut pandang inilah ia mengkonstruksi nalarnya untuk dipahami oleh para pembaca. Dari sudut pandang ini juga, ia membangun asumsi. Asumsi adalah suatu pernyataan yang diyakini kebenarannya, namun belum dibuktikan. Asumsi selalu bersifat subjektif, yang berangkat dari sudut pandang penulis. Dalam asumsi selalu ada konsep kunci yang menjadi prioritas dari ide dalam asumsi tersebut. Konsep kunci merupakan teori, prinsip umum, hukum alam dan lainnya yang merupakan hal penting dalam kehidupan. Konsep dalam sebuah tulisan selalu spesifik untuk menfokuskan ide dalam tulisan. Hal ini menunjukan bahwa dalam sebuah tulisan hanya terdiri dari satu atau dua konsep. Dalam konsep tersebut ada definisi konsep, yang merupakan penjelasan ahli dan teoritikus terkait konsep yang akan dibahas. Setelah asumsi dan konsep dirumuskan, maka selanjutnya penulis merumuskan tujuan penulisan. Tujuan penulisan merupakan arah dan capaian yang diinginkan penulis. Apakah tujuan dari penulisannya ini hanya bersifat deskriptif? Ataukah tujuannya persuasif  pembaca? Harus dirumuskan secara jelas oleh penulis. Selanjutnya penulis mereformulasikan tujuan tersebut kedalam beberapa pertanyaan spesifik untuk menjawab tujuan. Dengan merumusakan pertanyaan yang lebih spesifik, maka penulis mengelompokan sub-sub pencapaian tujuan. Pertanyaan ini menjadi panduan dan arah dalam mencapai tujuan. Setelah membuaut pertanyaan panduan untuk mencapai tujuan. Maka penulis harus melakukan riset dan pencaharian terhadap fakta dan data untuk menjawab pertanyaan yang telah dibuat. Fakta dan data inilah yang dinamakan sebagai informasi. Informasi merupakan kumpulan data dan fakta untuk menjawab pertanyaan secara mendalam, tepat dan akurat. Jika informasi sudah lengkap, maka penulis dapat melakukan penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan aktivitas logis penulis dalam menarik pernyataan berdasarkan fakta dan data yang ada. Kesimpulan dapat dilakukan dengan cara mengeneralisasi sekumpulan data, dana tau menggunakan hubungan sebab akibat. Kseimpulan merupakan penyataan penulis berdasarakan fakta dan data. Dari kesimpulan inilah akan ditarik implikasi dan konsekuensinya. Impilikasi dan konsekuensi merupakan akibat dari kesimpulan. Dengan penalaran seperti ini dan melakukan pengujian intelektualitas secara tepat, maka penulis telah memproduksi sebuah produk intelektual secara bertanggungjawab.

Tahap-tahap dalam menulis kritis
Dalam menulis, kita harus memperhatikan tahapa proses yang harus dilakukan. Tujuan dari tahapan ini adalah menjaga output dariu tulisan, sehingga lebih berkualitas.
   Tahapan pertama adalah melakukan perencanaan penalaran. Merancanakan elemen-elemen bernalar yang digunakan, akan membantu seorang penulis untuk berpikir dan bertindak secara sistematis dalam menulis. Elemen dari sudut pandang hingga implikasi/ konsekuensi dirumuskan secara detail dan sistematis. Setelah merumuskan elemen bernalar, maka tahap berikutnya penulis dapat menguji elemen-elemen yang dilakukannya dengan standar intelektualitas. Ujilah kejelasan hingga keadilan dari nalar yang telah disusun sang penulis. Tiap elemen diuju standar intelektualitasnya, sehingga tidak terjadi subjektifitas secara berlebihan dan terhindar dari bias dalam memahami realitas. Setelah standar intelektualitas diuji, maka tahap berikutnya adalah kembangkan elemen penalaran tersebut menjadi paragraph yang utuh dan sistematis. Kembangkan tiap pernyataan dalam elemen tersebut menjadi sususnan kalimat yang efektif dan paragraph yang utuh. Ingat, bahwa dalam tulisan yang menggunakan ruang tulisan pendek (seperti batasan jumlah kata dan karakter), maka pemilihan kata yang ekonomis dan hemat adalah sesuatu yang penting. Tahap selanjutnya adalah tahap review. Serahkan tulisan utuh anda pada peer review atau teman anda untuk membaca, dan memberikan masukan. Tahap ini bisa juga disebut dengan tahap editing. Dan pada akhirnya perbaiki masukan dari peer review anda.
   Menulis kritis membutuhkan latihan dan pembiasaan, sama halnya dengan melatih diri jadi pemimpin. Menulis kritis membantu penulis untuk terus logis dalam mengungkapkan ide, dan bertanggungjawab dalam tiap ide yang diungkapkannya. Dengan demikian menjadi penulis kritis adalah menjadi seseorang yang terus menggunakan nalar dan intelektualitasnya, untuk membentuk karakter kebajikan dalam diri seorang penulis. Menjadi penulis kritis adalah menjadi pemimpin dengan terus menjaga logika yang sehat dalam realitas yang dinamis.

(Materi ini dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili dalam Seminar Nasional & Workshop Critical Writing, yang dilaksanakan oleh PP GMKI di Auditorium PPSDM Aparatur Negara-Kementerian ESDM di Bandung - Jawa Barat, tanggal 13-14 November 2021)

Posting Komentar

Posting Komentar