xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Pentingnya Berpikir Kritis Bagi Milenial di Era Teknologi


Tahun 1992 terbit sebuah buku dengan judul The End of History and The Last Man, yang ditulis oleh Francis Fukuyama. Buku ini merupakan sebuah spekulasi masa depan tentang keberlangsungan manusia dalam dunia yang bebas dan merdeka. Dibayangkan oleh Fukuyama dalam buku tersebut bahwa, pasca runtuhnya komunisme di Soviet dan menguatnya demokrasi liberal, maka inovasi ilmiah dan teknologi akan berjalan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perubahan sosial yang dikendalikan oleh ekonomi, teknlogi dan politik membuat perubahan terjadi secara dramatis. Teknologi membantu ekonomi berkembang secara cepat dengan kebaruan strategi yang cepat sekali mengalami perubahan. Selain itu politik dunia juga semakin memberikan tempat bagi identitas lokal untuk mendapatkan tempat di panggung global. Fukuyama meramalkan secara tepat peristiwa setelah setelah keluar dari hegemoni-hegemoni dunia, dengan bantuan teknologi.

   Teknologi dianggap mampu membuat dunia lebih mapan, mandiri dan mengalami kemajuan yang cepat.Transformasi sosial berubah, akibat dari kemajuan teknologi. Francis Bacon, hingga Samuel Butler membayangkan akan terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang lebih stabil secara teknologi. Berbagai fantasi ilmiah yang dahulunya tertutup dibawah dogma dan kebiasaan yang kaku, menjadi mungkin untuk dimunculkan akibat dari berbagai inovasi teknologi yang terus terjadi. Inovasi dalam bidang informasi teknologi menjadi semakin masif dan membentuk generasi baru dalam masyarakat yang disebut milenial. Saat ini, teknologi informasi telah membawa dunia yang begitu luas, ke dalam genggaman tangan manusia. Seseorang dapat pergi memesan apa saja, melihat dunia, dan berkomunikasi dengan berbagai orang dari belahan dunia lainnya, dalam bentangan waktu yang berbeda, hanya lewat gadget yang berada di telapak tangannya. Teknologi internet dan digital telah mnegubah perilaku dan cara manusia dalam berkomunikasi. Selain itu perkembangan dalam melakukan rekayasa biologi juga mengganggu pemahaman manusia mengenai makluk hidup. Seorang ahli genetika, Gung-ho, mampu melakukan kodifikasi kehidupan ke dalam bentuk CD (Compact Disk), yang nantinya berguna untuk merekayasa banyak faktor genetik manusia untuk kebutuhan manusia dimasa depan. Bioteknologi melakukan pengembangan yang cukup maju untuk melakukan rekayasa terhadap DNA, RNA dan bahkan organ tubuh makluk hidup. Dengan rekayasa biologi, maka umur manusia lebih panjang, dan manusia dapat membuat keturunan unggul di masa depan. Perkembangan Farmakologis juga mendukung ketersediaan suplemen dan obat yang mampu membuat umum manusia lebih panjang. Teknologi mengubah segala bentuk perilaku, hakekat, dan pola manusia dalam masyarakat atau dunia.

   Apakah perkembangan teknologi dan transformasi manusia selalu berdampak baik? Fukuyama menjelaskan bahwa ada masalah etika yang mengikuti proses transformasi yang terjadi. Rekayasa biologi membentuk manusia seperti cyborg; Kemajuan informasi teknologi akan membentuk pribadi yang tinggal dalam ruang-ruang private tapi selalu bersosial di dunia maya; Manusia akan bergantung pada suplemen dan obat; Manusia akan meragukan moralitas dan etika yang selama ini merupakan hasil konstruksi agama. Akibat-akibat tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi masyarakat dunia, saat perkembangan teknologi semakin maju. Teknologi menjadi semakin terdepan, dan membuat kemanusiaan semakin jauh terbelakang. Persaingan teknologi akan membuat manusia semakin berkompetisi untuk menjadi yang di depan, dan abai terhadap realitas keterhubungan antar sesama manusia, sesama makluk hidup, dan bahkan sesama ciptaan Tuhan dalam alam semesta. Pertarungan antar teknologi akan terjadi, dan mengabaikan sifat dasar manusia.

Teknologi membentuk generasi baru yang dinamakan milenial. Generasi ini merupakan kelompok masyarakat yang sangat terbiasa dengan teknologi, khususnya teknologi informasi digital. Yang masuk dalam milenial adalah kelompok generasi Y dan Z, atau yang para ahli tempatkan tahun kelahirannya dari awal tahun 1980 hingga saat ini. Istilah ini pertama kali digunakan oleh William Strauss dan Neil Howe, pada tahun 1987. Keduanya menulis tentang generasi ini dalam buku mereka dengan judul Generations: The History of America's Future Generations, 1584 to 2069 (1991) dan Millennials Rising: The Next Great Generation (2000). Generasi ini dianggap paling dekat dengan perkembangan teknologi, karena mereka lahir saat hegemoni dunia mulai berakhir. Karakteristik dari generasi ini adalah memiliki kepercayaan diri yang mumpuni untuk mengelolah ketidakpastian dalam lingkungan sekitar yang sering terjadi; Selalu menyukai hal-hal yang baru dan memiliki unsur kebaruan; Selalu menggunakan teknologi untuk membantu kinerja dan gaya hidup mereka; Mandiri; Dan senang berpertualang dan mendapatkan pengalaman baru. Generasi ini mencari kemapanan dalam guncangan lingkungan, dan membentuk kemapanan baru yang jauh dari paradigma generasi sebelumnya (baby boomers).

   Milenial memiliki kecenderungan yang mengakibatkan mereka abai terhadap kebiasaan generasi sebelumnya. Dalam survei yang dilaksanakan oleh livescience.com dari USA Today, pada tahun 2012, menunjukkan bahwa sebagian besar generasi milenial selalu abai terhadap masalah politik. Mereka tidak senang menyingkapi dan berdiskusi tentang masalah-masalah politik. Selain itu, mereka juga terkesan cukup individualistis. Lebih mengedepankan kepentingan dan tujuan pribadi. Aktivitas dalam media sosial hanyalah interaksi untuk mendapatkan teman untuk dalam bentuk followers. Hal ini membuat generasi milenial memiliki sisi negatif seperti pribadi yang malas, suka narsis, dan gemar untuk melompat-lompat dalam mengerjakan suatu hal.

   Perkembangan teknologi menyebabkan milenial kadangkala menggunakan teknologi secara tidak tepat dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Ketidak cermatan dalam mengamati masalah-masalah sosial diberbagai media, terkhususnya media sosial. Abai terhadap kebenaran obyektif, dan lebih cenderung mendaku pada diri sendiri. Hanya melihat realitas dalam dunia maya, dan kurang peka terhadap realitas obyektif. Hal ini membuat milenial berjarak dengan realitas kebenaran, dan membuat teknologi menjauhkan manusia dari kemanusiaannya. Penyebaran Hoax, penggunaan obat-obatan berlebihan, penipuan online trading, judi online, prostitusi online dan masih banyak lagi pelanggaran etika dalam menggunakan teknologi, membuat milenial membentuk kemapanan yang rapuh.

   Dunia saat ini membutuhkan generasi milenial yang mapan dalam menggunakan teknologi, namun disisi lain tidak abai terhadap realitas. Dunia kerja dan karier membutuhkan milenial yang cakap dalam menggunakan teknologi, namun memiliki integritas dan bertanggungjawab. Ekonomi masyarakat membutuhkan milenial yang mampu melakukan inovasi teknologi untuk menciptakan lapangan kerja, namun memiliki etika dan mengedepankan sisi kemanusiaan. Dunia akademis membutuhkan milenial yang memiliki wawasan luas dan selalu mencari kebaruan ilmiah, namun selalu bertanggungjawab dan memiliki kebijaksanaan. Dunia akan mendapatkan relasi yang baik antara milenial dan teknologi, apabila milenial tidak jauh dari realitas masyarakat dunia dan hakekat manusia.

   Untuk bisa hadir dalam dunia yang maju, bertanggungjawab dan berkelanjutan, maka generasi milenial harus memiliki kapasitas critical thinker. Berpikir kritis merupakan syarat mutlak bagi milenial untuk memajukan dunia dengan mengedepankan etika dan tidak menghilangkan sifat dasar manusia. Berpikir kritis menghubungkan manusia dengan realitas disekelilingnya. Sehingga para milenial dapat menggunakan teknologi secara bertanggungjawab.




Berpikir Kritis Bagi Pemimpin Milenial

Berpikir kritis sangat dibutuhkan oleh manusia. Rene Descartes (1596-1960), sang filsuf pemikiran modern, mengungkapkan bahwa manusia merupakan makluk pemikir. Untuk itu hanya dengan kesadaranlah (cogitas) maka seseorang menunjukan dirinya sebagai manusia. Richard Paul dan Linda Elder dari Sonoma State University mengungkapkan hanya dua karakter dari aktivitas pikiran manusia, yakni weak critical thinker dan strong critical thinker. Sebagai makluk pemikir, manusia selalu terjebak pada salah satu dari kedua produk aktivitas berpikir tersebut. Irfan Amali, Direktur Eksekutif Peace Generation, dalam salah satu webinarnya di ITB mengungkapkan bahwa berpikir kritis menempati urutan kedua, diantara sepuluh keahlian yang paling dibutuhkan di abad 21. Dalam sebuah masyarakat yang plural dan memiliki tingginya interaksi informasi, maka berpikir kritis semakin sangat dibutuhkan untuk menjamin akurasi serta kejelasan dari tiap informasi. Berpikir kritis mampu untuk membuat peradaban menampilkan keadilan dan moralitasnya, lewat berpikir kritis. Jika suatu saat seluruh masyarakat didunia ini telah menjadi pemikir kritis, maka akan terbentuk sebuah dunia yang lebih aman, nyaman, seimbang, dan berkeadilan. Menurut Stephen P. Norris (1988), berpikir kritis merupakan tujuan dari pendidikan, dan bukan pilihan dalam pendidikan. Berpikir kritis merupakan hak dari setiap pelajar untuk dibentuk cara berpikirnya agar bisa kritis terhadap realitas. Berpikir kritis akan membentuk moralitas pembelajar agar bisa hidup lebih baik dalam dunia. Dalam era 4.0, berpikir kritis dapat menjadi tools untuk menyaring berbagai informasi dan menempatkan tujuan kehidupan secara lebih baik. Berpikir kritis dapat menjauhkan masyarakat dunia di era disrupsi dari keadaan chaos dan kehilangan kendali atas realitas.

   Berpikir kritis sangat penting bagi milenial, karena akan membantunya dalam dunia yang tidak stabil ini. Berpikir kritis akan meningkatkan kualitas seorang pemimpin milenial. Dengan berpikir kritis, seorang pemimpin dapat menggunakan teknologi yang dimilikinya secara tepat dan dapat bertindak dengan prinsip efektif efesien dengan lebih mudah. Ia akan mampu untuk mengembangkan strateginya dalam memimpin dan mempengaruhi bawahannya secara lebih tepat. Dengan berpikir kritis, pemimpin milenial akan mudah memetakan masalah yang dihadapinya dan mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Ia mampu untuk keluar dari kebiasaan-kebiasaan (out of the box), hanya untuk lebih efektif menyelesaikan sebuah permasalahan. Berpikir kritis juga akan membantu seorang pemimpi milenial dalam mengkomunikasikan visi dan harapannya kepada orang-orang yang dipimpinnya. Ia akan menggunakan nalar secara jelas dan logis dalam menyampaikan ide-idenya, agar lebih mudah dipahami untuk direalisasikan. Seorang pemimpin milenial yang kritis juga mampu untuk meningkatkan kreativitas dan daya inovasi kelompoknya, sehingga dapat bekerja lebih optimal. Dengan berpikir kritis, milenial dapat mengoptimalkan teknologi untuk membantu mencapai visinya dalam memimpin.

   Apa itu berpikir kritis? Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menggunakan nalar dan intelektualitas secara tepat pada saat berhadapan dengan realitas. Elemen bernalar dalam pemikiran kritis ada delapan, yakni sudut pandang, asumsi, tujuan, konsep, pertanyaan, informasi, kesimpulan, dan implikasi. Ke delapan elemen ini merupakan runtun sistematis dari nalar seorang milenial dalam memahami realitas diluar dirinya. Elemen nalar ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, membuat keputusan, memimpin rapat dan lainnya. Elemen nalar ini harus selalu berhubungan dengan standar intelektual. Standar intelektual ada sembila standar, yakni kejelasan, akurasi, ketepatan, kedalaman, keluasan, kelengkapan, signifikansi, logis dan keadilan. Standar intelektual merupakan seperangkat pengetahuan ilmiah yang berada dalam otak manusia, yang didapatkan dari pengalaman atau pengetahuan dimasa lalu. Standar ini digunakan untuk menyusun elemen penalaran secara tepat, sehingga saat berinteraksi dengan lingkungan diluar diri, seorang pemimpin tidak melakukan kesesatan atau kesalahan dalam berpikir. Dengan demikian akan mengarahkannya pada sebuah proses kepemimpinan yang lebih bertanggungjawab.

   Untuk melatih seorang pemimpin untuk memiliki kemampuan berpikir kritis, maka ada beberapa tahap yang harus dilalui. Tahap pertama adalah tahap menyadari bahwa selalu ada masalah disekitar kita, dan penting untuk mengatasi masalah tersebut. Tahap ini disebut challenged Thinker. Pemikir kritis mulai menyadari bahwa dalam rutinitas dan kehidupan yang selalu stabil, selalu ada masalah penting yang harus dipikirkan. Ia mulai melihat bahwa masalah itu penting. Tahap berikut adalah Beginning Thinker, yakni tahap untuk berupaya mengatasi masalah tersebut dengan pengalaman yang pernah dihadapinya. Pemikir kritis mulai mendekati dan mencari solusi terhadap masalah tersebut. Tahap selanjutnya, yakni tahap Practicing Thinker. Tahap ini seorang pemikir kritis mulai melatih dirinya untuk mengantisipasi masalah, dan melatih diri untuk menyadari realitas disekitarnya. Mulai untuk memahami apa kebutuhan sehari-hari terkait dirinya? dan apa kebutuhan saat berinteraksi dengan orang lain? Ia mulai merancang dirinya untuk selalu sadar terhadap realitas. Jika latihan ini terus dilakukan, maka suatu saat akan menuju pada tahap Advanced Thinker. Pada tahap terus melatih dan mengembangkan pemikiran kritisnya keranah yang lebih luas, misalnya dalam kehidupan pertemanan, kerja, kerohanian, dan lainnya. Ia berupaya segala aspek dilihatnya secara kritis, agar ia selalu menyadari realitas dibalik setiap aktivitasnya. Dan jika ini dilakukan terus menerus, maka suatu saat berpikir kritis akan menjadi indera keenam dalam dirinya, dan pada tahap ini ia telah menjadi Acomplish Thinker. Orang yang telah memiliki karisma, yang tidak saja dilihat oleh orang-orang terdekat dengannya, namun juga remote people yang jauh dari dirinya. Ia telah menjadi pemimpin yang utuh dan berintegritas.

   Berpikir kritis akan membantu seorang pemimpin milenial untuk mengarahkan dunia untuk menjadi lebih baik. Kemajuan teknologi bukanlah ancaman bagi kemanusiaan, namun merupakan peluang bagi manusia untuk membuat dunia yang lebih baik. Kesesatan dalam berpikir yang membuat dunia semakin arogan, penuh dengan ketidak adilan, berpikir untuk diri sendiri, dan perilaku negatif lainnya, dapat ditanggulangi dengan menciptakan para pemikir kritis yang lebih banyak dilingkuangan masyarakat.

   Kemajuan teknologi sudah mampu mengubah manusia. Masyarakat telah berkembang dari industri 3.0 menjadi 4.0, dan sekarang berkembang menjadi masyarakat 5.0. Ciri dari perkembangan tersebut adalah teknologi yang selalu ada dalam tiap kemajuan peradaban manusia. Dalam masyarakat 5.0, komponen utamanya adalah manusia yang mampu menciptakan nilai baru melalui perkembangan teknologi yang dapat mengurangi kesenjangan sosial dan mengatasi masalah masyarakat. Komponen utama ini melakukan perubahan tanpa meninggalkan esensi kemanusiaan sebagai makluk sosial. Untuk itu dengan berpikir kritis akan menghantar manusia menjadi makluk beradab dengan etika kemanusiaan yang tinggi. Berpikir kritis membentuk manusia bijaksana yang berupaya membentuk fairminded society.

Pustaka:

  • Goodman, Douglass J dan Georg Ritzer. 2008. Teori Sosiologi Modern. Kencana: Jakarta
  • Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Erlangga: Jakarta
  • Fukuyama, Fancis, 2003. The End Of History And The Last Man (kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal) (terj. Amrullah M. H). Qalam: Yogyakarta
  • Paul, Richard & Linda Elder, 2014. Critical Thinking: Tools for change your proffesional and personal life. Person Education: New Jersey
(Tulisan ini ditulis oleh Ricky Arnold Nggili dan dimuat sebagai salah satu artikel dalam buku "Pemuda & Teknologi: Refleksi keberadaan pemuda di era teknologi" halaman 10-17, yang diterbitkan pada Agustus 2022 oleh Deepublish Publisher Yogyakarta. ISBN: 978-623-02-5173-3).

Posting Komentar

Posting Komentar