xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

Tantangan dan Urgensi Pengkaderan Pemimpin Bagi Generasi Z


Pengkaderan calon pemimpin merupakan sebuah keharusan bagi setiap organisasi yang ingin berlanjut dimasa depan. Tom Peters, seorang penulis buku manajemen, dalam bukunta yang berjudul Thriving on Chaos: Handbook for a Management Revolution (1987), mengungkapkan bahwa pemimpin tidak menciptakan pengikut, namun menciptakan lebih banyak pemimpin. Dengan menciptakan serta membentuk calon-calon pemimpin, maka menyelamatkan organisasi dari degradasi kepemimpinan dimasa depan. Dari sejak dahulu, kepemimpinan merupakan kompetensi dan karakter yang selalu terus diregenerasikan dan dikaderkan kepada individ-individu yang memiliki potensi. Dengan pengkaderan yang tepat dan sistematis, mampu mengarahkan organisasi pada pencapaian yang optimal.

    Mengkader seorang pemimpin harus memperhatikan waktu zaman yang terikat dengan konteks pemimpin tersebut. Riset yang dilakukan oleh Bareford Research mengelompokkan generasi kedalam empat pengelompokan. Kelompok pertama adalah Baby Boomers yang lahir sekitar tahun 1946 hingga 1964. Kelompok kedua adalah generasi X yang lahir sekitar 1965 hingga 1980. Kelompok ketiga adalah generasi Y lahir sekitar 1981 hingga 1996. Dan terakhir kelompok keempat adalah generasi Z yang lahir sekitar 1997 hingga 2012. Keempat kelompok ini memiliki konteks ruang yang berbeda dalam bersikap dan menjalani karakternya. Pengaruh dari kemajuan teknologi membuat perbedaan tersebut semakin mencolok dalam membentuk karakter pemimpin. Kelompok Baby Boomers lahir saat ruang dunia sedang menghadapi perang dunia ke dua. Hal ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki daya juang, komitmen, mandiri dan siap berkompetisi. Kelompok generasi X merupakan kelompok transisi dari dunia non digital ke dunia digital. Hal ini membentuk pribadi yang selalu logis, problem solver dan memiliki banyak akal. Berikutnya kelompok generasi Y merupakan generasi pertama yang berhadapan dengan dunia digital. Hal ini membentuk pribadi yang memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan selalu mempertanyakan otoritas. Dan kelompok terakhir adalah generasi Z. kelompok ini semasa lahir hingga hidupnya selalu berdampingan dengan teknologi digital. Sehingga membentuk pribadi yang ambisius, percaya diri, dan tidak pernah lepas dari perangkat digital. Memahami keempat kelompok ini, berarti memahami karater apa yang dimiliki calon pemimpin masa depan, dan bagaimana metode pengkaderan diterapkan untuk membentuk pemimpin masa depan.

    Peter Senge dalam bukunya The Fifth Discipline: The art and practice of the learning organization (1990), menyatakan bahwa salah satu prinsip yang harus dimiliki oleh pemimpin adalah berpikir sistem. Senge memahami bahwa masa depan dunia tidak ada dalam satu wilayah dalam satu kurun waktu, namun merupakan bentuk jaringan wilayah yang saling terikat, terhubung dan saling menghidupkan. Senga melihat bahwa pemimpin tidak hanya berorientasi pada dalam diri. Namun juga kemampuan untuk membangun jaringan potensi yang dimilikinya. Hal ini tampak dalam koteks dunia saat ini. Seorang pemimpin tidak hanya manajemen organisasi secara internal, namun juga harus mampu mengelolah berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin sekarang tidak terbatas pada kecakapan mengelolah diri, namun ekspansi kepada kemampuan mengelolah potensi-potensi disekitar hingga belahan dunia lainnya. Pengaruh pelayanan Mother Teresa di Calcuta, India, bisa mempengaruhi dunia jauh melampaui India. Keteguhan Malala di Pakistan untuk mendapatkan pendidikan tidak hanya mempengaruhi Pakistan, namun jauh lebih dari itu. Dan masih banyak lagi pengaruh dari karakter pemimpin membentuk sebuah sistem yang mengubah dunia menjadi lebih baik.

    Lalu bagaimana GMKI melihat pemimpin dan kepemimpinan sekarang untuk dikaderkan ke generasi berikutnya. Sehingga GMKI sebagai organisasi dapat meneruskan visi dan misinya dalam mendatangkan kedamaian, kesejahteraan, dan keselamatan, dengan cara membentuk pemimpin masa depan. Perlu diingat bahwa seorang pemimpin GMKI memiliki ciri tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Sebuah ciri paripurna dari seorang kader GMKI. Bagaimanakah pengkaderan yang tepat di era saat ini untuk membentuk pemimpin tersebut? Menurut Tan Malaka dalam bukunya Naar de Republiek Indonesia (1925), Pendidikan yang membangun kemapanan intelektual untuk merdeka adalah prasyarat dalam membentuk tatanan ekonomi dan demokrasi. Dengan demikian pendidikan merupakan ujung tombak dalam membentuk masyarakat. Hal ini juga sama digumuli oleh GMKI, bahwa pengkaderan merupakan ujung tombak untuk menghadikan kedamaian, kesejahteraan dan keadilan. Untuk itu perlu dipikirkan pengkaderan yang tepat dan sistematis dalam menjawab tanganan zaman hari ini dan kedepan.

Kondisi Dunia Saat Ini.
Saat ini, dunia didonimasi oleh teknologi digital. Dengan adanya Revolusi digital yang ditandai oleh kehadiran internet dan muncul media digital telah membawa perubahan dalam kehidupan warga masyarakat. Setiap orang dalam era digital memasrahkan kehidupannya pada teknologi digital. Dari sejak bangun pagi hari hingga istirahat malam hari, teknologi digital terus melekat dengan entitas manusia. Hal ini membuat generasi Z muncul sebagai entitas yang tidak dapat terpisah atau berjarak dengan teknologi digital.

    Generasi merupakan kelompok individu yang mengalami konteks sejarah dan sosiokultural yang sama pada tahap perkembangan tertentu (Lyons & Kuron, 2013). Genarasi Z ialah kategori kelompok dengan jumlah paling dominan dari berbagai kategorisasi generasi baik di Indonesia dengan 27,94% populasi (BPS, 2020), maupun di berbagai belahan dunia (Spitznagel, 2020). Generasi Z dikenal sebagai generasi digital native yang telah mengenal teknologi seperti gawai sejak kecil (Roberts dkk, 2014). Generasi ini juga mampu mengekspresikan identitas mereka baik di lingkungan nyata maupun maya. Kemampuan dalam kolaborasi dan kreasi bersama ialah salah satu keunggulan adik dari generasi milenial (Gentina, 2020).

    Generasi Z memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi generasi Z mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu (multi tasking) seperti: menjalankan sosial media menggunakan ponsel, browsing menggunakan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil generasi ini sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian.Bahkan, kemampuan teknologi mereka seakan bawaan dari lahir. Ketika platform seperti Facebook dan Twitter pertama kali keluar, millennial dan generasi yang lebih tua menggunakannya tanpa memikirkan dampak. Seiring waktu, mereka menyadari bahwa mengumbar hidup di mata publik dapat dengan mudah menghantui mereka. Generasi Z telah belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut dan memilih platform yang lebih bersifat privasi dan tidak permanen. Generasi Z dikenal lebih mandiri daripada generasi sebelumnya. Mereka tidak menunggu orangtua untuk mengajari hal-hal atau memberi tahu mereka bagaimana membuat keputusan. Apabila diterjemahkan ke tempat kerja, generasi ini berkembang untuk memilih bekerja dan belajar sendiri.

    Bagi generasi Z informasi dan teknologi adalah hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan merek, karena mereka lahir dimana akses terhadap informasi, khususnya internet sudah menjadi budaya global, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai, pandangan dan tujuan hidup mereka. Bangkitnya generasi Z juga akan menimbulkan tantangan baru bagi praktek manajemen dalam organisasi, khususnya bagi praktek manajemen sumber daya manusia.

    Dengan kemajuan teknologi, dan kehadirran generasi Z membuat karakter pemimpin harus sesuai dengan kondisi zaman ini. Pengkaderan calon pemimpin harus lebih mengakomodir situasi zaman, namun membentuk pemimpin yang memiliki visi melampaui jamannya.

Pengkaderan Kepemimpinan di Era Generasi Z.
Generasi Z merupakan generasi yang optimis, percaya diri dan ambisius. Dengan kepiawasian dalam menggunakan teknologi akan mengarahkan generasi Z pada sebuah pencapaian kepemimpinan dan organisasi yang luar biasa lebih cepat dari perjalanan organisasi sebelumnya.

    Karakteristik dari seorang pemimpin yang kuat adalah memiliki spiritualitas yang menjadi dasar manajemen diri dan organisasi. Spiritualitas merupakan ciri umum yang dimiliki setiap pemimpin dalam tiap generasi kepemimpinan. Namun bentuk dan cara mengaplikasikannya yang berbeda-beda. Spiritualitas pada masa sebelum tahun 1990-ann adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dengan visi yang ideal, sehingga muncul sikap militan dalam organisasi. Di era teknologi, spiritualitas dapat disebar dengan mempengaruhi orang lain ke lingkungan yang lebih luas dari lokasinya yang bersifat loakl. Dengan sistem teknologi, seseorang dapat menjalankan pengaruhnya tanpa harus bertemu fisik dan perkenalan secara pribadi. Itulah bentuk kehadiran spiritualitas seorang pemimpin di era digital. Kekuatan pengaruh tidak lagi dalam pertemuan fisik, namun menjadi dalam pertemuan ide dalam dunia maya.

    Untuk menggapai hal diatas, maka kader-kader GMKI perlu memahami bahwa calon pemimpin selalu terikat dengan organisasi dimana ia ditempa dan dilatih, namun politik dalam organisasi tersebut tidak mengubah spiritual yang miliki dan membuatnya berkembang. Banyak generasi Z yang masuk dalam organisasi tidak terikat dengan organisasi. Pengalaman Steve Jobs sang pendiri perusahaan teknologi Apple, dan akhirnya ia dipecat dari perusahaan Apple yang merupakan miliknya sendiri. Hal ini tidak membuat Jobs kehilangan arah. Ia membuat perusahaan NeXT computer yang pada akhirnya membeli Pixar dan menjadi sukses. Pada akhirnya saat Apple dalam keadaan kesulitas, Jobs dipanggil kembali dan membuat Aplle kembali berdaya saing. Generasi Z memahami bahwa potensi lebih penting dari pada berebutan secara politis dalam struktur yang terbatas. Generasi Z merupakana generasi yang ambisius, dan tidak politik apapun yang dapat menghalangi tujuan mereka. Karena mereka sadar bahwa potensi dan literasi teknologi mampu membuatnya menjadi sukses. Dengan demikian jangan mewujudkan pengkaderan pemimpin secara politis. Namun wujudkan pemimpin yang berdaya saing, ambisius dan memiliki potensi untuk berkembang.

    GMKI harus memahami paripurnanya sebuah pengkaderan adalah saat kader memiliki tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Untuk itu, hindarilah membentuk kader untuk menjadi pemimpin struktural. Namun bentuklah pemimpin yang memiliki kematangan intelektual, nalar, emosional dan spiritualitas. Kematangan intelektual dan nalar adalah pemimpin yang mampu menggunakan inderawinya dalam melihat realitas secara akurat dan valid, serta menyusun hasil penginderaan tersebut mnejadi sebuah keputusan yang mendukung visi seseorang untuk menjadi pemimpin ideal. Kematangan emosional yakni matang untuk mengelolah jiwa sehingga sehat dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Kematangan spiritualitas yakni kapasitas iman yang diwujudnyatakan dalam mengawal tindakan sebagai seorang pemimpin. GMKI harus mewujudkan kader yang paripurna untuk mewujudkan visi organisasi.

    Untuk menggapai hal-hal diatas, maka pengkaderan GMKI harus melalui pemetaan potensi pembelajaran secara simultan dan berkelanjutan. GMKI harus berkomitmen tinggi untuk menjaga kualitas pengkaderan yang sesuai dengan konteks ruang dimana kader-kader GMKI ditempatkan oleh Sang Kepala Penggerak. Dengan memetakan secara tepat potensi-potensi belajar, maka kaderisasi GMKI akan lebih optimal dalam distribusi sumber-sumber pembelajaran, serta membuat sistem pembelajaran terintegrasi antar cabang dan wilayah.

    Pengkaderan tidak meninggalkan sejarah, nilai dan budaya organisasi GMKI. Proses pengkaderan harus memperkenalkan juga tentang nilai-nilai yang dipegang oleh para founding parents dan para senior. Dengan memahami sejarah dan melanjutkan, maka para kader GMKI memiliki sikap rendah hati dalam melanjutkan arak-arakan kepemimpinan. Kader GMKI juga diinternalisasi dengan nilai dan budaya organisasi GMKI. Nilai dan budaya inilah yang membedakan calon pemimpin GMKI dengan pemimpin organisasi lainnya. Nilai-nilai seperti kemauan untuk bereksperimen, keberanian untuk bertanggung jawab, semangat untuk melayani, sinergitas dan kolaborasi, serta menjaga keutuhan ciptaan, merupakan karakter organisasi yang berbeda dengan ciri kepemimpinan di organisasi lain. Dengan memiliki ciri ini, maka kader-kader akan menjadi pemimpin yang ideologis bercirikan kekristenan.

    Selain itu, GMKI juga harus memberikan kepada kader pengetahuan tentang literasi digital. Literasi digital merupakan kecakapan seseorang dalam menggunakan digital secara bertanggung jawab. Kader-kader GMKI sebagai individu-individu yang beriman kepada Yesus Kristus harus mampu menggunakan digital secara baik, dan tidak mengamputasi keutuhan ciptaan Tuhan lainnya. Dengan tools digital kader-kader GMKI daoat mengoptimalkan pancapaian diri dan visi organisasi. Literasi Digital dapat mengarahkan generasi Z menjadi generasi yang bertanggungjawab terhadap peradaban masa kini dan masa akan datang.

    Karakter pemimpin yang melayani, kecakapan menggunakn teknologi dan kemampuan berkolaborasi merupakan bentuk pengkaderan yang harus dipikirkan untuk membentuk pemimpin generasi Z. Generasi Z merupakan generasi yang akan meneruskan tongkat estafet pemimpin masyarakat di masa depan.

    Pengkaderan di GMKI adalah usaha yang dilakukan untuk membentuk pemimpin bangsa dan Negara lewat karakter GMKI. Pengkaderan GMKI merupakan upaya GMKI untuk mewujudkan pemimpin Kristen yang berkualitas dimasa datang. Pemimpin yang memahami makna tanggungjawab dan takut akan Tuhan. Pemimpin yang siap untuk melayani diri dan orang lain, sebagai wujud dari iman kepada Sang Penggerak Organisasi GMKI.


Daftar Pustaka
  • Lyons, S., & Kuron, L. 2013. Generational differences in the workplace: A review of the evidence and directions for future research. Journal of Organizational Behavior, 35(S1), S139–S157
  • Peter, Tom. 1987. Thriving on chaos: handbook for a management revolution. New York : Alfred A. Knopf.
  • Roberts, J., Yaya, L., & Manolis, C. 2014. The invisible addiction: Cell-phone activities and addiction among male and female college students. Journal of Behavioral Addictions, 3(4), 254-265.
  • Spitznagel, E. 2020. Generation Z is bigger than millennials – and they’re out to change the world. New York Post.
  • Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline. The Art And Practice Of The Learning Organization. New York: Doubleday Currency
  • Malaka, Tan. 2013. Naar de Republik Indonesia; diterjemahkan oleh, Ongko D.; editor, H. DP. Asral, Erwin Jr. Jakarta. LPPM Tan Malaka
(Tulisan ini disusun oleh Ricky Arnold Nggili untuk disampaikan dalam DISKUSI PANEL: Menapat Masa Depan Kaderisasi GMKI, tanggal 18 Agustus 2023 pukul 15.00 WIB - Selesai. Diselenggarakan oleh PP GMKI masa bakti 2022-2024 via zoom meeting.)
Posting Komentar

Posting Komentar